Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Rekomendasi Tempat Wisata di Jakarta Anti-mainstream dan Murah Meriah!

2 Januari 2024   04:03 Diperbarui: 2 Januari 2024   05:25 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tempat wisata di Jakarta. (sumber: Dok. Pribadi)

Sebagai ibu kota Indonesia, Sunda Kelapa, Batavia, Jayakarta, Jakarta, apa pun sebutan untuk satu wilayah di pulau Jawa ini, rasanya kerap identik dengan pusat kegiatan.

Seperti diketahui, menjadi kota terbesar dengan jumlah populasi yang tak kurang dari 2 jutaan orang, basis politik, ekonomi, dan budaya nasional menumpuk di Jakarta.

Dari dulu sampai dengan sekarang, mulai dari bukan ibu kota, menjadi ibu kota, hingga menuju kota bisnis, di atas tanahnya banyak 'tumbuh' gedung pencakar langit yang berjejer, pusat perbelanjaan mewah, pusat-pusat budaya yang menarik, dan  tempat-tempat wisata yang keren.

Ya, Jakarta menawarkan beragam tempat wisata mulai dari kuliner, wisata alam, hingga wisata edukasi sejarah.

Di sebagian tempat wisata di Jakarta menyediakan wahana yang tergolong murah meriah, bahkan gratis. Kendati murah dan gratis, kalau boleh dikatakan daya tarik kota ini tidak kalah menawan dari kota-kota metropolitan dunia seperti London, New York, Paris, dan lain sebagainya.

Terlebih lagi, berbagai sarana penunjang yang ditawarkan Jakarta sangat lengkap. Mulai dari transportasi, hotel, ruang-ruang terbuka hijau, hingga pusat perbelanjaan dapat membuat para wisatawan dari dalam dan luar negeri tidak pernah menyesal datang ke kota megapolitan Indonesia satu ini.

Pada tahun 2021 yang lalu, The Economist merilis daftar kota-kota teraman di dunia. Dalam pemeringkatan ini, indikator yang digunakan meliputi keamanan siber, infrastruktur, kesehatan, keamanan pribadi, serta perlindungan lingkungan dari bencana.

Dalam daftar tersebut, Jakarta berada di urutan ke-46 dengan nilai 56,4. Hal ini membuat posisi Jakarta berada di atas kota-kota besar lain seperti Johannesburg, New Delhi, Riyadh, Mumbai, dan Manila.

Laporan menarik lainnya datang dari perusahaan Resonance Consultancy memasukkan dalam daftar 100 kota terbaik di dunia pada tahun 2023. Terlepas dari kekurangan yang masih ada, masyarakat Indonesia, utamanya warga Jakarta perlu berbangga, pasalnya

Jakarta berada di peringkat ke-89 dalam daftar tersebut. Menariknya Jakarta mengungguli Kota Perth di Australia yang menempati urutan ke-91.

Elemen yang digunakan sebagai ukuran penilaian kota terbaik dunia tersebut antara lain Place (lokasi), Product (infrastruktur), Programming (program atau acara di sebuah kota), People (penduduk dan pendatang), Prosperity (kesejahteraan warga negaranya), serta Promotion (bagaimana suatu kota dipromosikan, misalnya melalui media sosial).

Melakukan kegiatan yang sedikit berbeda dari biasanya seperti meluncur ke tempat edukasi wisata sejarah tentu saja akan memberi hiburan untuk melepas penat, sekaligus edukasi hingga membuat tingkat pengetahuan bertambah seusai mengunjungi destinasi wisata sejarah di Jakarta.

Jadi, sebagai informasi yang mungkin dapat dijadikan referensi saat merencanakan liburan, 5 rekomendasi tempat wisata di Jakarta berikut ini mungkin sangat menarik untuk jadi agenda selanjutnya:

1. Tugu Proklamasi

Tugu Proklamasi. sumber: Dok. Pribadi
Tugu Proklamasi. sumber: Dok. Pribadi

Tugu Proklamasi menjadi rekomendasi tempat wisata di Jakarta pada urutan pertama, karena tempat ini merupakan simbol yang melatari nasib Indonesia hingga menjadi negara bangsa yang merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang.

Di tempat ini, Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Meski mendapat tekanan dari pemuda hingga diculik ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Presiden Sukarno tak mau buru-buru mempercepat Proklamasi Kemerdekaan Republik. Di detik-detik yang sarat emosi dan ketegangan itu, Sukarno bersikeras bahwa Kemerdekaan Indonesia harus diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. 

Dalam buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat", pilihan tanggal Proklamasi Kemerdekaan itu didasari oleh keyakinannya yang menganggap tujuh belas adalah angka yang suci dan keramat.

Pertama, tanggal 17 saat itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan (9 Ramadhan 1364 H). Kedua, berdasarkan penanggalan Jawa, hari itu bertepatan dengan Hari Jum'at Legi. Jumat yang manis atau Jum'at suci.

Ketiga, tanggal 17 waktu itu adalah hari Jum'at (hari yang istimewa dan penuh keberkahan dalam Islam). Keempat, diturunkannya Al-Qur'an jatuh pada tanggal 17. Kelima, dalam sehari, jumlah minimal rakaat salat umat Islam adalah 17 rakaat dalam sehari (salat wajib/salat 5 waktu).

"Mengapa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alihi wa Sallam memerintahkan 17 rakaat, bukan 10 atau 20? Karena kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia," tegas Sukarno.

Sangat menarik.

Kompleks Taman Proklamasi (Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat), yang ketika itu adalah Jalan Pegangsaan Timur No. 56 menjadi rumah tinggal Bapak Proklamator. Di tempat ini pula, Fatmawati, istri Presiden Sukarno menjahit bendera merah putih yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

 Tugu Proklamasi diresmikan pada 7 Agustus 1972 oleh Menteri Penerangan periode 1968-1973, Miriam Budiardjo. Selain Tugu Proklamasi, ada juga objek penting lainnya seperti Tugu Petir, Patung Soekarno-Hatta, dan Tugu Wanita.

2. Pelabuhan Sunda Kelapa

Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa. sumber: Dok. Pribadi
Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa. sumber: Dok. Pribadi

Berbicara soal sejarah Indonesia, rasanya belum lengkap bila tidak menyertakan situs-situs warisan maritim Nusantara di dalamnya.

Di Jakarta, jejak para pelaut ulung nan tangguh dari kepulauan Nusantara itu dapat ditelusuri oleh keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Memulai masa keemasannya sejak abad ke-5 hingga abad ke-12, nama Pelabuhan Sunda Kelapa kian populer di telinga masyarakat dunia.

Keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa sekaligus menandai titik balik lahirnya Jakarta pada 22 Juni 1527. Pada tahun tersebut, di bawah komando Fatahillah, kesuksesan Kesultanan Demak (1475-1554 M) yang dibantu tentara Cirebon dalam mengusir Portugis berbuah penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. 

Kesultanan Banten secara resmi didirikan pada awal abad ke-16 sebagai manifestasi dari penyebaran Islam dan kemenangan gemilang pasukan Demak atas Portugis.

Sebelum Islam tersebar di Banten, daerah itu merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran (923-1579 M), yang meminta kerjasama dengan Portugis yang telah berkuasa di Malaya.

Dari kerja sama ini, Pajajaran berharap dapat bantuan Portugis untuk membendung Islamisasi dari Kesultanan Cirebon (1430-1666 M) yang sudah mencapai Jawa bagian barat.

Menurut catatan sejarah, aktivitas perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa mulai hidup pada abad ke-15 di bawah Kerajaan Sunda atau Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan kepercayaan Hindu kala itu.

Letak geografis yang sangat strategis mengundang para pedagang dari penjuru Nusantara maupun belahan negara lain, seperti Tiongkok, Arab, Jepang, India, Inggris, Portugis, dan Belanda untuk datang ke lokasi ini.

Nama "Sunda Kelapa" kembali dipakai berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta pada 6 Maret 1974 sampai sekarang. Kini, pelabuhan dengan sejarah panjang itu dijadikan sebagai tempat persinggahan kapal-kapal tradisional dengan rute antar pulau.

Di kawasan pelabuhan ini juga terdapat beberapa museum lain yang menarik dikunjungi antara lain Museum Bahari, Museum Wayang, dan Museum Sejarah Jakarta.

Ingin mengenal lebih jauh tentang leluhur bangsa Indonesia? Sebaiknya segera datang ke Jl. Maritim No.8 Sunda Kelapa, Jakarta.

3. Kota Tua

Kota Tua Proklamasi. sumber: Dok. Pribadi
Kota Tua Proklamasi. sumber: Dok. Pribadi

Sejarah Kota Tua bermula sejak tahun 1526, yaitu pada saat Kesultanan Demak mengutus panglima bernama Fatahillah, Falatehan, atau Pangeran Jayakarta I, guna menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa. Dialah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. 

Setelah berhasil merebut Sunda Kelapa, Fatahillah mengganti berganti nama wilayah tersebut menjadi Jayakarta. Namun, pada tahun 1619, di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, VOC melakukan serangan ke Jayakarta.

Alhasil, setahun kemudian, tepat di atas reruntuhan Jayakarta, VOC membangun sebuah kota baru bernama Batavia. Nama ini dipilih atas dasar penghormatan leluhur Belanda bernama Batavieren.

Invasi Jepang pada tahun 1942 mengganti nama Batavia menjadi Jakarta yang terus digunakan sampai dengan sekarang.

Sejak masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, dari hari ke hari Kota Tua terus mengalami revitalisasi. Hingga pada tahun 1972 Ali Sadikin mengeluarkan keputusan gubernur untuk menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan.

Ditetapkannya keputusan tersebut demi melindungi warisan sejarah. Bukan tanpa alasan, di dalam wilayah Kota Tua berdiri bangunan-bangunan sejarah yang berguna sebagai museum. Misalnya Museum Fatahillah, Museum Mandiri, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, dan Museum Indonesia.

Bahkan, secara khusus di dalam novel "The Jacatra Secret" karya Rizki Ridyasmara, Stadhuis, bekas Balai Kota Batavia peninggalan pemerintah kolonial yang kini dikenal sebagai Gedung Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah menjadi setting utama dari adanya jejak-jejak Freemasonry di tempat itu.

Gerakan Freemasonry acap dihubungkan dengan desas-desus tentang "Tatanan Dunia Baru" dan Illuminati. Perihal kebenaran yang sesungguhnya dari organisasi rahasia tersebut sampai saat ini masih misteri. Yang jelas, Penggemar Teori Konspirasi sangat cocok berada di tempat tersebut.

Kota Tua berlokasi di wilayah administrasi antara kota Jakarta Barat dan Jakarta Utara masa kini. Di atas lahan dengan luas 1,3 kilometer persegi inilah pemerintah Belanda kala itu membangun benteng, kanal, gedung pemerintahan, dan perkantoran.

4. Gedung Kesenian Jakarta

Gedung Kesenian Jakarta. sumber: Dok. Pribadi
Gedung Kesenian Jakarta. sumber: Dok. Pribadi

Masih soal peninggalan Pemerintah Belanda yang juga menjadi rekomendasi tempat wisata di Jakarta berikutnya yaitu Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Gedung bergaya neo-renaissance tersebut diresmikan pada tanggal 7 Desember 1821 dengan nama Schouwburg Weltevreden atau Comidiegebouw

Pembangunan gedung tersebut menelan biaya hingga 60.000 gulden saat itu. Diprakarsai oleh para anggota perkumpulan tonil Ut Desint yang pada 1820 mencapai puncak ketenaran, hanya dalam waktu satu tahun gedung tersebut berhasil diselesaikan.

Dari cerita yang berkembang, pada malam perdana peresmiannya gedung itulah tonil "Othelo" dan "Penabuh Genderang" karya Shakespeare dipentaskan oleh Ut Desint.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung itu berubah nama menjadi Kiritsu Gehitzzyoo lalu berubah lagi menjadi Bioskoup Dana dan City Theatre.

Space state dan kursi penonton GKJ
Space state dan kursi penonton GKJ

Gedung ini tetap berfungsi sebagai tempat pementasan tonil maupun acara-acara hiburan lainnya, di samping juga digunakan sebagai markas tentara Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, dalam perkembangannya gedung tersebut mengalami pergantian nama, fungsi, dan dilakukan pemugaran secara besar-besaran.

Sampai sekarang Gedung Kesenian Jakarta masih digunakan untuk mementaskan aneka ragam bentuk kesenian, baik kesenian tradisional maupun modern.

Pengunjung yang tertarik bisa datang ke lokasi di Jalan Segara, kawasan Pasar Baru (Passer Baroe), Jakarta Pusat.

5. Monumen Pancasila Sakti

Monumen Pancasila Sakti. sumber: Dok. Pribadi
Monumen Pancasila Sakti. sumber: Dok. Pribadi

Kawasan yang sudah tidak asing lagi bagi warga Jakarta dan sekitarnya ini, selalu dapat memunculkan memori kelam dan perasaan duka akan perjalanan negeri tercinta, Indonesia.

Meski begitu, selalu ada hikmah penting yang bisa didapatkan dari setiap peristiwa. Sejalan dengan tujuan utama dibangunnya monumen ini, yaitu untuk mengenang gugurnya 7 jenderal akibat kebengisan komunis dalam peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September (G30S).

Maka, sebagai generasi penerus berkewajiban untuk memupuk jiwa patriotisme, melindungi kedaulatan nasional, serta menjaga persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.

Atas prakarsa mantan Presiden Soeharto, Monumen Pancasila Sakti didirikan di atas lahan seluas 14,6 hektar yang pada mulanya merupakan kebun dan rawa kosong yang dijadikan sebagai pusat pelatihan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Di area Monumen Pancasila Sakti terdapat satu sumur tua yang di dalamnya ditemukan jenazah 7 Pahlawan Revolusi, yaitu petinggi-petinggi TNI Angkatan Darat yang gugur akibat pemberontakan PKI.

Monumen Pancasila Sakti berdekatan dengan markas besar TNI di Cilangkap, di sebelah selatannya.

Sementara itu, di sebelah utaranya mengarah pada Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Pasar Pondok Gede dan mengarah pada Taman Mini Indonesia di sebelah baratnya.

Demikianlah 5 rekomendasi tempat wisata di Jakarta dengan nuansa sejarah yang mungkin bisa menjadi teman baru selama liburan.

Menyediakan waktu khusus paling tidak satu kali seumur hidup untuk "menjelajahi" satu era ke era yang lain, jelas sekali bakal menjadi pengalaman tak terlupakan. Semoga bermanfaat.

Referensi: Pelindo, Kompas.com, Novel The Jacatra Secret, iradio, buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat oleh Cindy Adams (2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun