Selanjutnya, mengapa diberi nama Pinisi? Kabarnya, nama Pinisi diambil dari nama bandar yang cukup ramai (kala itu) di Eropa Barat, tepatnya Venice, Italia.
Menurut cerita, pada masa lalu pelaut-pelaut dari Bugis memang sudah terbiasa mengunjungi bandar dunia, termasuk Venice (Italia), bersama kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia guna berdagang rempah-rempah ke Eropa.
Dan, orang Bugis memang terbiasa mengabadikan nama-nama tempat yang pernah disinggahi yang penuh kenangan atau yang mempunyai kesan istimewa pada perahunya.
Orang Bugis juga mengidentikkan perahunya dengan sejenis ikan yang mampu berenang sangat cepat di samudera lepas.
Harapannya, perahunya dapat berlari secepat ikan. Makanya, pemilik perahu Pinisi banyak menamakan perahunya dengan "Pinisi Palari" yang berarti Pinisi yang berlari cepat.
Dari proses perkembangan pembuatan Pinisi, dapat kita jumpai berbagai macam prototipenya. Ada yang dinamakan "Adarak" atau perahu yang terbuat dari papan bersusun tanpa paku. Ada pula "Nisikkok" atau perahu yang diikat.
Kemudian, ada "Salompong", yaitu perahu yang memiliki undakan pada haluannya. Pada dasarnya, kapal Pinisi yang asli adalah perahu yang bertiang dua. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, Pinisi bermetamorfosa menjadi "Jonggolan" atau perahu/kapal dengan haluan tertutup dengan tiang lebih dari dua. Pengerjaan Pinisi pun telah banyak dilakukan dengan teknologi yang lebih canggih dan maju.
Pembuatan perahu atau kapal Pinisi telah menjadi budaya atau adat-istiadat masyarakat Bugis. Tana Beru, Bontobahari dan Bulu- kumba, dan Sulawesi Selatan, merupakan salah satu sentra pembuatan Pinisi yang megah dan kuat. Sementara itu, masyarakat Ara dan Bira pun secara turun-temurun mewarisi tradisi pembuatan kapal/perahu nenek moyangnya.
Referensi Buku: Kembalikan Kejayaan Bahari Indonesia karangan Freddy Numberi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H