Mendengar kabar seorang menteri yang lagi-lagi terlibat tipikor (tindak pidana korupsi), gagasan yang diusung oleh Prabowo mengenai kasus korupsi yang tak juga menemui ujung harus segera ditemukan penyelesaiannya.
Karena fakta di lapangan, masalah satu ini masih menjadi penyakit yang paling menakutkan bagi kemajuan negeri tercinta ini. Duri di dalam daging.Â
Maka, sudah saatnya kita benar-benar serius dalam memberantas aksi pencarian aset negara yang dilakukan orang-orang berdasi ini.
Apalagi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, bahkan sempat menyatakan bahwa korupsi pada era reformasi lebih meluas dibanding dengan era Orde Baru.
Menurutnya saat itu, kini atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif, tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum yudikatif, legislatif, auditif, dan secara vertikal dari pusat hingga ke daerah-daerah.
Menyedihkannya lagi, Menko Polhukam itu juga menyebut bahwa tiap warga Indonesia bisa mendapat uang Rp20 juta seandainya celah korupsi dihapus. Ucapannya itu mengutip ucapan mantan Ketua KPK Abraham Samad pada tahun 2013.
Bayangkan, betapa sejahteranya bangsa ini dengan uang Rp20 juta jika dialokasikan untuk sektor-sektor produktif?Â
Sejatinya, antara pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi memiliki makna sangat berbeda, sehingga membutuhkan upaya dan tentu saja capaian yang sama bedanya.Â
Maka dari itu, daripada capai-capai pada upaya pemberantasan (itu pun kalau bisa semua diberantas), lebih baik melakukan upaya preventif secara besar-besaran guna menjauhkan pejabat publik dari celah melakukan korupsi.
Jika upaya yang selama ini sudah dilakukan oleh lembaga terkait, dalam hal KPK ini KPK, belum cukup membuahkan hasil, maka sekarang lah kita mesti lebih menyempurnakan ikhtiar bersama-sama.Â
Saya suka dengan kalimat dari seorang (mantan) motivator ternama yang dulu kerap tampil di Metro TV.