Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sampai Batas Mana Akal Manusia dalam Keimanan?

24 Agustus 2023   03:37 Diperbarui: 4 Januari 2024   19:49 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berpikir.  Sumber: pixabay

Oleh Ustadz Felix Siauw

Islam merupakan agama yang berbeda dengan agama yang lain. Bisa dikatakan bahwa Islam menolak segala bentuk penerimaan terhadap Allah dengan cara yang kebetulan atau dengan cara yang tidak sengaja atau dengan cara yang tidak melalui pikiran.

Maka dari itu, Islam meminta setiap orang sebelum dia menemukan Allah, terlebih dulu dia harus berpikir. Seperti yang banyak Allah katakan di dalam Al-Qur'an, "Afala ta'qilun"/apakah kamu tidak berpikir?" (Al-Baqarah: 44,76|Ali Imran: 65|Al-An'am: 32).

"Ya ulil al-bab/wahai orang-orang memiliki akal?" (16 Ayat).

"La'allakum tatafakkarun/supaya mereka berfikir? (Al-Baqarah: 219, 266).

Atau misalnya dengan kata-kata lain yang menunjukkan kualitas berpikir yang diperlukan untuk mencapai kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, " Maka berilah peringatan, karena engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan." (QS Al-Ghasiyah:21). 

Maka, Islam adalah agama yang meminta kepada manusia supaya dia menggunakan akalnya untuk bisa mengetahui adanya eksistensi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena Allah memberi tahu keberadaan-Nya melalui ayat-ayat-Nya atau tanda-tanda-Nya. Lantas tanda-tanda-Nya itu bisa didapatkan melalui proses berpikir.

Maka tidak salah ketika kita menemukan ratusan ayat di dalam Al-Quran menyuruh manusia untuk berpikir agar dia "menemukan" Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Ini yang pertama. Jadi, satu-satunya cara  di dalam Al-Quran untuk bisa mengimani Allah adalah dengan menggunakan akal.

Sebaliknya, siapa pun yang tidak bisa menggunakan akal atau apa pun yang tidak mampu menggunakan akal, maka Allah tidak akan pernah membebaninya untuk bisa beriman.

Kucing misalnya, tidak dibebani untuk beriman kepada Allah, tidak dibebani untuk bisa beribadah seperti manusia, tidak dibebani untuk mengetahui yang mana yang benar dan mana yang salah atau mengikuti syariat Allah. 

Begitu juga anjing maupun Panda yang tidak Allah bebani, karena hewan tidak memiliki akal. Namun, yang memiliki akal senantiasa akan diminta untuk taat pada Allah. Misalnya seperti yang terdapat pada Surah Az-Dzariyat:56 "Tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah-Ku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun