Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sampai Batas Mana Akal Manusia dalam Keimanan?

24 Agustus 2023   03:37 Diperbarui: 4 Januari 2024   19:49 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, itulah cara menempatkan akal dalam keimanan, jika bicara tentang syariat maka akal sudah selesai. Tinggal sami'na wa atho'na/kami dengar dan patuh (QS Al-Baqarah 285), bukan untuk dipikirkan lagi.

Jadi, jangan sampai sami'na/kami dengar lalu kami mikir-mikir dulu, kami timbang-timbang dulu kemudian akan kami putuskan untuk taat atau tidak, tapi langsung dengar dan taat karena akal sudah digunakan untuk mencapai Allah dan kemahaan-Nya, kehebatan-Nya, dan kemahatahuan-Nya.

Banyak orang-orang terkadang memahami hal ini secara terbalik. Dalam urusan aqidah dia ikut-ikutan, sedangkan dalam urusan syariat dia banyak tanya. Harusnya adalah dalam urusan aqidah dia banyak tanya sampai yakin. Setelah yakin, dalam urusan syariah dia bisa ikut-ikutan.

Oleh sebab itu, dalam syariat ada yang namanya taklid, dan kita sebagai seorang mukalid (orang yang mengikuti) tidak masalah, mengikuti sesuatu tanpa kita tahu kepastiannya atau bagaimana istinbath atau hukumnya. Menurut para ulama, bagaimana seseorang menggali hukumnya. Tinggal kita mendapat fiqih dari syariat.

Dalam perkara aqidah, seperti yang tertuang di dalam Surah Al-Anbiya ayat 52, Allah mengkritik orang-orang yang ikut-ikutan. Ibrahim bertanya kepada kaumnya, "Apa ini sesembahan-sesembahan yang kau sembah padahal tidak masuk akal sama sekali?", maka orang-orang yang ditanya itu menjawab, "kami mendapati nenek-nenek moyang kami dulu juga menyembah mereka. Jadi kami lakukan sebagaimana mereka. Kami cuma ikut-ikutan."

Maka mereka mendapat laknat dari Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun