Banyak orang yang mengeluh karena seret-nya rezeki. padahal Allah sudah menjanjikan setiap hamba-Nya pasti dikaruniai rezeki. Di dalam Surah Hud ayat 6, Allah berfirman, "Dan tidak ada binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)."
Kemudian ditegaskan lagi oleh Allah di dalam Surah Al-Isra ayat 30 yang mengatakan bahwa Tuhan melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan membatasi (bagi yang dikehendaki-Nya) pula. Artinya, Allah mengetahui persis kita sedang kesulitan, seret, butuh bayar cicilan, utang yang menumpuk, dan lain-lain.
Jika demikian, apa yang menyebabkan seretnya rezeki ini?
1. Dosa
Bila kita menyimak hadits Rasulullah Shallalu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Tsauban bahwa bersabdalah beliau, "Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari rezekinya karena dosa yang dilakukannya."
Jadi, faktor pertama yang menghalangi rezeki seseorang ternyata adalah karena dosa. Lantas, kenapa kok ada orang ahli maksiat, tidak pernah melaksanakan salat, licik, dan zalim tapi rezekinya banyak? Mari kita simak hadits di bawah ini.
"Jika engkau melihat Allah mengaruniakan nikmat dunia yang sesuai dengan keinginannya seseorang yang atas perbuatan dosa-dosanya, maka itu adalah istidraj."
Apa lagi itu istidraj? Singkatnya, istidraj adalah kenikmatan semu yang menjadi petaka (jebakan). Jadi, Allah tetap memberikan banyak rezeki meskipun dia jahat ataupun seorang ahli maksiat. Namun, dia benar-benar akan tersiksa oleh rezekinya tersebut. Hingga pada akhirnya bisa jadi su'ul khotimah, jadi petaka. Naudzubillah.
Dan ingat, rezeki itu bukan masalah uang. Ibadah jadi susah, malas membaca Al-Qur'an, tidak mau ke masjid, itu semua termasuk bagian dari rezeki yang terangkat, dicabut, dan disulitkan akibat dari maksiat. Maka dari itu, jika rezeki sulit, kita harus cepat-cepat evaluasi diri. Evaluasi kemaksiatan kita kepada Allah.
Misalnya, coba kita telaah hati kita, siapa yang paling dominan di dalamnya? Apakah selama ini kita selalu bersandar dan bergantung kepada Allah, atau kepada orang, kepada makhluk. Maka, mari kita intropeksi diri tentang perkara ini. Jangan-jangan, kita sudah menyekutukan Allah dengan gaji, klien, atasan, atau pekerjaan sehinga lupa kepada Allah yang memberi rezeki.