Selalu Sama
Apa daya, bahkan sebait puisi pun tak mampu kutuliskan.
Kala; waktu menjelma menjadi musuh bagi waktu milik kita.
Senyap perlahan merebut takhta yang selalu kita sebut bahagia.
Melemparkan banyak hal pada jurang kekecewaan.
Lalu, mengecup mesra jiwa rana sang pujangga.
Malam-malam melagukan kidung cinta.
Tentang rembulan yang membulat mencengkeram benak.
Memenjara jiwa yang seketika hilang kehendak.
Masih sama; cara matamu melumpuhkanku.
Masih sama; merdu lembut suaramu menulikanku.
Masih sama; sempurna aku mencintaimu.
Yang kini kulambaikan semua kesah dan harap pada dinding beku.
Di pojokkan ruang memori yang kini terlentang kaku.
Dikungkung kenikmatan dulu.
Dihujam nyata yang menjelma sembilu.
Lantas, masih adakah debar pada hatiku?
Apakah masih ada hembus lembut napas cinta?
Apakah masih ada hati yang telah gompal hampir seluruhnya?
Masih sama; debar itu berjalan bersama melodi cinta.
Masih sama; napas lembut itu bercengkerama pada setia.
Dan masih sama; hatiku berlubang hampir seluruhnya saat,
Engkau berpijak di atas dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H