Tetapi Saka segera menyadari satu hal, bahwa ternyata waktu selama itu juga belum cukup untuk melakukan perubahan bagi Lara. Ia sudah benar-benar menyerah. Tidak ada yang harus diperjuangkan lagi. Kecewa memang, tapi begitulah kadang hidup memberikan pengajarannya. Toh, mereka berdua seolah-olah dipertemukan semesta hanya untuk berdebat dan saling bertentangan dalam segala hal.
Dan yang terpenting, Saka tak henti-hentinya mendoakan kepada Sang Pemilik Hati. Ia terus bermunajat agar Lara terus berada dalam penjagaan-Nya, karena memang Saka tidak pernah ingin meninggalkan sekecil apa pun luka di hati wanita itu. Saka ingin agar Lara hidup bahagia di setiap langkah kakinya.
Saka telah belajar bahwa menyayangi sesuatu bukan berarti harus selalu mengajaknya untuk mengayuh sepeda yang sama. Karena memiliki sesuatu tidak selalu harus yang kasat mata.
Teruntuk Lara, kepada siapa pun pada akhirnya hatinya akan berlabuh untuk selamanya, Saka selalu berharap bahwa sosok itu mampu membimbingnya dengan lebih baik dan bijak. Mampu menasihati tanpa perlu menyakiti. Menjaga untuk selalu menjadikannya berharga. Saling memahami dalam setiap apa pun keadaannya tanpa harus bersikeras dalam membela egonya sendiri.
"Hai, Saka. Assalamualaikum". Sebuah pesan WhatsApp cukup membuyarkan lamunannya di sore itu, dan kemungkinan Saka akan tetap di tempatnya entah sampai kapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H