Aku Selalu Menatapmu
Aku selalu "menatapmu".
Dari kejauhan yang tak mampu dihitung jarak.
Laksana doa-doa seorang hamba yang berharap pada Tuhannya.
Aku selalu "menatapmu".
Dari jarak terdekat yang bahkan tak tersekat ruang.
Laksana nadi dan kulit yang bersatu dalam satu jiwa.
Di sana tempatmu, di kejauhan yang kusemogakan.
Aku menatapmu yang mencari dengan segala tanya.
Tentang surat-surat yang selalu kaubaca;
Ia tak bernama.
Di sana di ruang paling menyenangkan milikmu.
Tempat yang ingin kudatangi sembari membawa bunga.
Dan, menuliskan kisah-kisah cinta.
Lalu, kubacakan itu semua padamu;Â
Sembari kita berbincang lewat mata yang menyampaikan bahasa qalbu.
Lalu, kau jatuh pada mimpi yang kaucari;Â
Dan, aku jadi teman yang membantumu mewujudkannya.
Ketika kau berlari pada cahaya yang membimbingmu, aku akan menatap punggungmu dengan doa-doa.
Saat kau jatuh pada perjalanan menggapainya.
Aku akan memberikan tanganku untukmu, lalu berkata, "kau adalah 'harapan' maka jangan jatuh pada harapanmu, jikalau kau redup dan runtuh, maka itu kematian bagiku".
Lalu, aku "menatapmu" dan mendawamkannya.
Sembari terus melempar langit dengan doa-doa, di tamanmu, di ruang paling menyenangkan milikmu.
Dan, menunggumu kembali setelah terang kaugapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H