Mohon tunggu...
Sandro Tambe
Sandro Tambe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penjelajah

Anak muda yang suka menulis tentang sejarah, hukum, sosial, dan psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

NTT dan Perdagangan Orang

1 Februari 2023   11:52 Diperbarui: 1 Februari 2023   11:58 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PERDAGANGAN ORANG

Perdagangan orang adalah kejahatan pelanggaran hak asasi manusia karena memperjual belikan manusia untuk tujuan tertentu. Tindakan ini tidaklah bisa dibenarkan dengan alasan apa pun karena menjadikan manusia sebagai objek transaksi ekonomi. Namun, sayangnya kasus perdagangan orang justru menjadi momok yang sering terjadi di Indonesia umumnya dan NTT khususnya. 

Indonesia tergolong sebagai salah satu negara dengan kasus TPPO terbanyak. Pada tahun 2021 terdapat 678 korban TPPO dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Peningkatan kasus ini juga distimulus lewat keberadaan dan penggunaan teknologi yang menunjukkan tren meningkat.

Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu provinsi yang tak luput dari fenomena perdagangan manusia. Bahkan menjadi salah satu daerah dengan target TPPO terbesar di Indonesia. Hal ini terlihat dari fakta yang sering terjadi di masyarakat

Baru-baru ini misalnya, Polres Manggarai Barat, NTT menggagalkan pengiriman sembilan calon tenaga kerja asal Manggarai, NTT tujuan Pontianak, Kalimantan Barat. (detik.com, 9 Warga Manggarai Korban Perdagangan Manusia Hendak Dikirim ke Kalimantan). Mereka ditahan karena tidak memiliki kelengkapan dokumen ketenagakerjaan dari pemerintah daerah asal. 

Lebih lanjut diterangkan juga, polisi menduga mereka menjadi korban human trafficking ke luar negeri dengan modus tawaran pekerjaan di Kalimantan. Maraknya TPPO di NTT selalu menyeret faktor yang sama setiap tahunnya. 

Sebagaimana yang sering terjadi, peningkatan angka TPPO ini didorong oleh kondisi ekonomi keluarga yang rentan, pendidikan yang kurang memadai, budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. Beberapa tahun terakhir penggunaan teknologi turut menyumbang angka peningkatan kasus TPPO di NTT.

Lingkaran Setan

Permasalahan perdagangan orang sejatinya adalah the death circle. Banyak yang menyebutnya sebagai “lingkaran setan”. Akar permasalahan muncul dari konflik finansial keluarga. Sebagian besar masyarakat NTT berdasarkan data statistik BPS NTT 2021 bekerja sebagai petani. 

Rata-rata penghasilan petani sejatinya mencukupi kebutuhan keluarga. Meskipun belum mampu memenuhi kebutuhan makanan sehat dan bergizi bagi anak-anak. Api konflik ekonomi ini, perlahan membesar. 

Pemantik pembesar pertama adalah fomo (fear of missing out). Fenomena ini saya temukan di lingkungan masyarakat desa tempat saya tinggal yang selalu memaksa diri mengikuti satu sama lain. 

Tren tersebut terlihat paling jelas dalam gaya hidup saling ikut-ikutan. Tindakan mengimitasi satu sama lain ini dipicu oleh media sosial seperti facebook yang sering digunakan masyarakat untuk memposting kegiatan harian, pencapain kecil, dan berbagai aktivitas lainnya. Rasa tidak ingin ketinggalan melahirkan magnet persaingan. Namun, semangat bersaing tersebut tidak diiringi dengan daya untuk bekerja lebih giat. 

Kemalasan dan kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan mengalihkan perhatian masyarakat pada cara lain yang dianggap lebih gampang dan lebih menawarkan solusi. Dalam situasi seperti ini sayangnya media sosial juga memberikan ruang. Di media sosial segala sesuatu dapat dipermudah termasuk mencari pekerjaan. Tawaran pekerjaan di media sosial bisa muncul dari mana saja. 

Sepengamatan saya terhadap lingkungan tempat tinggal saya, ada tiga tipe tawaran yang dapat menjadikan siapa saja yang sedang dihimpit masalah keuangan menjadi korban perdagangan manusia. Pertama, tawaran yang muncul dari inisiatif korban sendiri yang mencoba menghubungi saudaranya di tempat rantauan. Korban yang sedang putus asa akan meminta kerabatnya untuk mencari pekerjaan apa saja untuk dirinya. 

Kerabat yang kebingungan dengan permintaan korban terpaksa mencarikan pekerjaan dengan rincian pekerjaannya yang tidak jelas serta memiliki risiko. Kedua, masyarakat bisa menjadi korban karena kerabatnya sendiri yang menjanjikan pekerjaan palsu atau dengan sengaja menjebak korban untuk tujuan perdagangan manusia. Ketiga, siapa saja bisa menjadi korban ketika melihat postingan lowongan pekerjaan dengan rincian, syarat mudah tapi gaji besar. 

Dalam situasi terjepit masalah ekonomi masyarakat akan mudah tergiur. Ketiga opsi di atas bisa menjadi pilihan kapan saja ketika pemantik pembesar ketiga muncul yaitu budaya yang mengharuskan masyarakat membayar ‘iuran’ tertentu untuk siklus adat istiadat dalam masyarakat.

Perlu Aksi Nyata

Dengan demikian dapat dilihat bahwa permasalahan perdagangan manusia adalah permasalahan yang cukup kompleks. Sebab, tidak hanya melibatkan satu faktor tetapi menyeret faktor-faktor lainnya. 

Dari fakta yang terjadi di masyarakat juga ditemukan bahwa akselerasi perkembangan teknologi mengambil dalil besar dalam peningkatan kasus perdagangan orang. Memang, tak dapat dimungkiri bahwa modernisasi merambah ke banyak aspek dalam kehidupan kita sekarang. Tak hanya berputar di sekitar penggunaan teknologi tetapi juga merambah ke berbagai segi kehidupan manusia.

Perkembangan teknologi memang bak pisau bermata dua. Di satu sisi teknologi mempermudah seluruh kegiatan manusia mulai dari bangun pagi hingga terlelap dalam mimpi. Namun, di sisi lain penggunaan teknologi juga membawa dampak negatif karena bisa mencelakakan siapa saja. Aktivitas di media sosial memang menjadi perhatian penting di zaman sekarang. 

Pengguna media sosial diharapkan memiliki kebijaksanaan dalam menggunakannya karena banyak hal baik dan buruk disediakan media sosial. Untuk itu, pengguna harus memiliki kecakapan dalam menyaring informasi. Bijak dalam bermedia sosial bukanlah hal yang mudah dilakukan. 

Menjadikan pengguna tepat dalam menggunakan akun media sosialnya dibutuhkan pengetahuan terkait manfaat dan bahaya yang ditimbulkan perangkat virtualnya. Terkait masalah ini kampanye bahaya perdagangan orang lewat media sosial perlu dilakukan dan ini terutama tugas generasi muda bangsa.

Selain mengampanyekannya di media sosial, persoalan ini idealnya juga bisa diselesaikan dengan membuka lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi di lingkungan masyarakat desa. 

Lapangan pekerjaan yang bervariasi ini juga ditunjang dengan kualitasnya yang berkapabilitas dalam persaingan ekonomi. Sektor yang dilirik untuk dikembangkan adalah pertanian dan peternakan yang dapat menjawab kebutuhan lapangan kerja apabila pertanian dan peternakan dimaknai sebagai agribisnis perdesaan. 

Di lingkungan desa tempat saya tinggal, ini menjadi program desa yang sedang dikembangkan terutama lewat keberadaan badan usaha milik desa dan kelompok tani. Pengembangan potensi desa seperti ini tentunya akan memberikan dampak perlahan bagi penyelesaian masalah ekonomi yang selama ini menjadi faktor terbesar terjerumusnya masyarakat ke dalam praktik perdagangan orang.

Pencapaian rencana ini tentunya juga memerlukan dukungan positif dari pemerintah dan semua pihak. Franz Magnis-Suseno, Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta, dalam Malam Renungan dan Refleksi: “Indonesia Darurat Perdagangan Orang” yang diselanggarakan Institut Dialog Antar-Iman di Indonesia (Interfidei), Fahmina Institute, dan Zero Human Trafficking Network pada 30 Juli 2022 menyampaikan, ia meminta semua lembaga agama memberi perhatian serius pada pencegahan perdagangan orang karena yang menjadi korban, terutama perempuan, adalah orang-orang miskin, tidak berpendidikan, dan berasal dari daerah-daerah terpencil.

Kampanye pencegahan perdagangan orang harus masif. Sosialisasi dilakukan layaknya pelaku mengampanyekan iklannya di media sosial tanpa henti. Kita juga harus memiliki marketing skills yang sama dengan terus mengampanyekan bahaya perdagangan orang di media sosial sambil diiringi dengan aksi nyata di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun