Selain mengampanyekannya di media sosial, persoalan ini idealnya juga bisa diselesaikan dengan membuka lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi di lingkungan masyarakat desa.
Lapangan pekerjaan yang bervariasi ini juga ditunjang dengan kualitasnya yang berkapabilitas dalam persaingan ekonomi. Sektor yang dilirik untuk dikembangkan adalah pertanian dan peternakan yang dapat menjawab kebutuhan lapangan kerja apabila pertanian dan peternakan dimaknai sebagai agribisnis perdesaan.
Di lingkungan desa tempat saya tinggal, ini menjadi program desa yang sedang dikembangkan terutama lewat keberadaan badan usaha milik desa dan kelompok tani. Pengembangan potensi desa seperti ini tentunya akan memberikan dampak perlahan bagi penyelesaian masalah ekonomi yang selama ini menjadi faktor terbesar terjerumusnya masyarakat ke dalam praktik perdagangan orang.
Pencapaian rencana ini tentunya juga memerlukan dukungan positif dari pemerintah dan semua pihak. Franz Magnis-Suseno, Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta, dalam Malam Renungan dan Refleksi: “Indonesia Darurat Perdagangan Orang” yang diselanggarakan Institut Dialog Antar-Iman di Indonesia (Interfidei), Fahmina Institute, dan Zero Human Trafficking Network pada 30 Juli 2022 menyampaikan, ia meminta semua lembaga agama memberi perhatian serius pada pencegahan perdagangan orang karena yang menjadi korban, terutama perempuan, adalah orang-orang miskin, tidak berpendidikan, dan berasal dari daerah-daerah terpencil.
Kampanye pencegahan perdagangan orang harus masif. Sosialisasi dilakukan layaknya pelaku mengampanyekan iklannya di media sosial tanpa henti. Kita juga harus memiliki marketing skills yang sama dengan terus mengampanyekan bahaya perdagangan orang di media sosial sambil diiringi dengan aksi nyata di lapangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H