Mohon tunggu...
Oksand
Oksand Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Storytelling dan Editor

Penulis Storytelling - Fiksi - Nonfiksi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rendang, dari Kata Kerja Jadi Kata Benda

18 Juli 2020   20:56 Diperbarui: 18 Juli 2020   20:46 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RENDANG
Dari Kata Kerja Jadi Kata Benda

Selama ini, saya menyangka rendang itu makanan. Bahkan kata KBBI, rendang (noun) adalah daging yang digulai dengan santan sampai kuahnya kering sama sekali, yang tinggal hanyalah potongan daging dengan bumbunya.

KBBI sendiri mengelompokkan rendang sebagai noun, alias kata benda.

Lalu saya bertemu Ade, pemilik bisnis rendang merek Katuju, asal Solok, Sumatera Barat.

Pemuda yang dulu kuliah di UNP jurusan Fisika ini pun menjelaskan, bahwa rendang asal katanya dari randang, atau marandang.

Marandang adalah proses meniadakan air dalam proses memasak. Dan tidak hanya gulai daging, kopi pun bisa dirandang.

Namun kita sekarang lebih mengenal padanan untuk kopi itu roasting, atau memanggang. Tujuan akhirnya sama, dengan memanggang, kandungan air akan hilang. Roasting, memanggang, marandang, sama maknanya. Kacang pun dirandang di Sumbar sana.

Jadi randang adalah sebuah proses. Awalnya. Bukan produk. Namun sekarang "proses" tersebut sudah berubah menjadi kata benda. Rendang adalah produk.

Ada rendang daging, rendang telur, rendang ati, rendang paru, rendang ubi, bahkan rendang nangka, rendang durian, dan rendang jengkol pun ada. Asal, proses membuatnya jadi gulai pakai santan dan dimasak sampai kuahnya kering.

Pria yang masuk Universitas Negeri Padang tahun 2005 ini mulai serius bergulat dengan rendang sejak 2014, waktu ia menjadi karyawan di perhotelan, setelah sebelumnya membuka bisnis bimbingan belajar bagi anak-anak khusus. Khusus kepintarannya, khusus karakternya.

Lepas berbisnis bimbingan belajar, anak Fisika ini kemudian jadi resepsionis hotel. Lima tahun di sana hingga akhirnya berbagai jabatan diemban. Membuat standar-standar, sampai meneliti rendang untuk anak usaha hotel tempatnya bekerja.

Prosesnya meneliti rendang, membawanya ke tempat kerja baru, yaitu menjadi CEO restoran dengan karyawan 750 orang di berbagai cabang. Namun di sana tidak sampai lima tahun. Masukan-masukannya kepada owner, tempatnya mengadu segala urusan restoran, dirasa ada saja tidak pasnya.

Merasa itu bukan "kandang" miliknya, ia memutuskan membangun "kandang" sendiri. Berdirilah Rendang Katuju tahun 2017.

Tiga tahun usahanya sudah berjalan, sekarang Ade baru merasakan susah senangnya menjadi brand owner.

"Dulu waktu saya jadi CEO, kalau mau mengadu masih ada owner. Sekarang jadi owner mau mengadu ke mana lagi? Allah aja tinggal tempat mengadu," jelasnya.

Katuju itu dalam bahasa Minang maknanya suka, gemar, doyan. Kalau kita pakai dalam kalimat, bisa seperti ini.

"Onde, katuju bana samba iko di ambo." Artinya, "Wah, gua doyan banget sama menu ini."

Atau, "Katuju bana bantuak baju ko di awak." Artinya, "Suka banget saya dengan desain baju ini."

Nama tersebut juga merupakan harapan, supaya rendangnya disukai semua kalangan. Walaupun bicara rendang, beda wilayah, beda rasa, beda selera.

Rendang Payakumbuh akan mempunyai rasa yang berbeda dengan Rendang Solok. Pun begitu dengan Rendang Pariaman, Batusangkar, dan Pesisir Selatan. Kelapa yang tumbuh di wilayah berbeda tersebut, akan menghasilkan rasa olahan santan yang bervariasi, sehingga rendang sebagai produk dari wilayah-wilayah tersebut juga rasanya tidak sama.

Bagi orang Batusangkar, rendang di sanalah yang terenak. Tapi tentu beda komentar kata orang Payakumbuh.

Buat saya, rendang terbaik adalah buatan ibu saya. Asal Payakumbuh. Lidah ini sudah terbiasa melahapnya sejak kecil. Jadi secara subjektif, tentu rendang itu yang terbaik.

Enak itu relatif, karena lidah kita berbeda. Maka Rendang Katuju juga membuat custom varian rendangnya.

Ade biasa bertanya, asal mana? Karena orang Sunda, Jawa, Makassar, Minang, akan mempunyai variasi standar enak. Pedasnya orang Minang, beda dengan standar pedasnya orang Jawa. Dan Katuju sudah punya katalog rasa untuk mengakomodasi semua variasi itu. Ade menamainya dengan Flavor Wheel. Ciptaannya. Akan segera dipatenkan.

Jadi rendang akan menemukan jodohnya. Ini tentu kabar yang menggembirakan para jomblo. Karena mereka tinggal bermodalkan membawa rendang saja, untuk bertemu jodohnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun