Kehadiran internet telah mengubah berbagai sisi kehidupan manusia begitu pula dari sisi jurnalisme. Adanya internet melahirkan produk jurnalisme baru yang disebut dengan jurnalisme online. Melalui jurnalisme online tersebut pula pemicu munculnya jurnalisme yang diinisiasi oleh warga yang dikenal dengan jurnalisme warga. Di mana seluruh warga di dunia dapat ikut berpartisipasi menyampaikan informasi dan pendapat mereka mengenali suatu hal melalui sarana jurnalisme warga tersebut.
Nurudin (2009, hal 215) menjelaskan bahwa jurnalisme warga merupakan keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu. Warga atau seseorang tersebut tanpa memandang latar belakang pendidikan, keahlian dapat merencanakan, menggali, mencari, mengolah, melaporkan informasi baik berupa tulisan, gambar, foto atau video kepada orang lain.
Sedangkan menurut Shayne Bowman dan Chris Willis (2003, hal 48), jurnalisme warga memiliki arti tindakan warga sipil atau sekelompok warga sipil yang memainkan peran secara aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisa serta penyebaran berita dan informasi. Berdasarkan penjelasan kedua teori tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa jurnalisme warga membawa revolusi terhadap kebebasan warga dalam penyampaian informasi berupa berita. Di Indonesia sendiri dengan adanya jurnalisme warga menunjukkan adanya kebebasan pers yang diterapkan kepada masyarakat Indonesia. Di mana warga mempunyai hak untuk berperan aktif menyampaikan informasi.
Berbicara mengenai penyampaian informasi berupa berita, tentunya berita yang dihasilkan oleh masyarakat awam ini tentunya akan berbeda dengan berita yang diproduksi oleh jurnalis atau media yang sesungguhnya. Berita yang dihasilkan oleh warga belum tentu disajikan dengan standar jurnalisme yang ideal. Sehingga terkadang masyarakat tidak memperhatikan kredibilitas berita yang disajikan sesuai dengan ketentuan standar jurnalisme. Hal tersebut juga tidak sepenuhnya disalahkan, karena sebagian ahli menyampaikan bahwa jurnalisme warga adalah sarana yang diberikan kepada khalayak untuk menuangkan kemampuan menulisnya. Lalu bagaimana penerapan kredibilitas yang benar dalam jurnalisme warga? Siapakah yang berperan dalam memantau kredibilitas dari tulisan yang dihasilkan warga?
J. D. Lasica (dalam Suwandi, 2010, hal 30) menyampaikan kategorisasi media jurnalisme warga ke dalam beberapa tipe sebagai berikut :
a. Partisipasi masyarakat dalam situs berita mainstream. Contoh : komentar user yang di-attach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas. Berita ditulis oleh masyarakat, namun diungguh dalam situs media mainstream.
b. Situs web berita atau informasi independen seperti Consumer Reports, Drudge Report, Kompasiana. Di situs ini, masyarakat awam menulis berita yang sifatnya independen. Situs merupakan sarana bagi masyarakat untuk menuangkan kemampuannya dalam menulis informasi atau berita.
c. Situs berita partisipatoris murni seperti OhmyNews.com. Di sini masyarakat diberi kesempatan untuk menulis. Namun, berita yang dipublikasikan telah diedit sebagai screening terhadap penulisan yang kurang baik dan berita tidak benar.
d. Situs media kolaboratif seperti Slashdot.com, Kuro5hin.com, merupakan sebuah komunitas media yang mengkhususkan diri pada bidang menulis.
e. Bentuk lain dari media “tipis‟ seperti mailing list, newsletter email. Penyebarannya dilakukan menggunakan email dan personal.
f. Situs penyiaran pribadi seperti situs penyiaran video, seperti KenRadio, YouTube. Dengan situs-situs ini, masyarakat berkesempatan untuk mengunduh informasi berupa suara maupun video.
Berdasarkan penjabaran teori di atas, jelas bahwa terdapat beberapa media jurnalisme warga yang sudah diakui keberadaannya. Namun tidak disebutkan bagaimana kredibilitas dalam standar jurnalisme yang ideal dalam penulisan berita melalui jurnalisme warga. Jika diperhatikan lebih seksama, kredibilitas jurnalisme tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan jurnalisme online (Widodo, 2010, hal 44). Diterapkan juga hal yang sama antara berbandingan antara jurnalisme tradisional dan jurnalisme warga.
Kredibilitas sendiri mempunyai arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Djajadi, 2012, hal 13) merupakan kata benda yang dapat diartikan sebagai perihal dapat dipercaya. Sedangkan menurut Cangara (1998, hal 95), kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti oleh khalayak atau penerima pesan. Bila dikaitkan dalam hidup seseorang, Djajadi (2012, hal 13) berpendapat bahwa kredibilitas bukanlah suatu hal yang melekat pada seseorang sejak lahir. Melainkan, kredibilitas sangat tergantung pada persepsi khalayak terhadap seseorang tersebut. Seorang pembicara dapat dianggap memiliki kredibilitas dalam suatu kondisi dan kalangan tertentu. Namun juga bisa dianggap tidak memiliki kredibilitas di kondisi dan kalangan yang lain. Sehingga tentu saja terdapat kriteria tertentu yang dapat menyimpulkan seseorang memiliki kredibilitas yang baik atau tidak.
Sedangkan kredibilitas dalam ranah jurnalisme dijelaskan Widodo bahwa kredibilitas pemberitaan merupakan kredibilitas dari media yang bersangkutan. Ketika masyarakat sudah tidak percaya terhadap suatu media, maka media tersebut akan ditinggalkan oleh khalayaknya. Kredibilitas dan kode etik pada jurnalisme tradisional didukung dan dijamin dengan adanya penyaringan informasi (gate keeper). Di mana dalam proses penyaringan informasi, data mentah diolah dan difilter sampai akhirnya menjadi sebuah berita. Dalam proses gate keeper, editor melakukan perannya untuk mengontrol isi berita dan melakukan pemeriksaan terhadap fakta di dalam data.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan jurnalisme warga. Jurnalisme warga yang termasuk bagian dari jurnalisme online merupakan sarana penyampaian berita yang mengutamakan kecepatan dan aktualitas. Maka sering kali pemberitaan dalam jurnalisme warga berdasarkan data yang tidak jelas sumbernya. Bahkan bisa saja pemberitaan yang disajikan tidak berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Fenomena tersebut tentu saja akan merugikan berbagai pihak.
Widodo (2010, hal 45) menuturkan adanya pengikisan kredibilitas dalam jurnalisme warga disebabkan beberapa hal. Pertama, adanya persaingan ketat antar media dan tunutuan kecepatan dalam penyajian berita terhadap khalayak. Usaha untuk dapat menyajikan berita secara cepat, akurat dan lengkap mendorong jurnalis untuk bersaing dan bergerak cepat. Hal ini yang menyebabkan jurnalis kehilangan etika jurnalistiknya demi dapat menyajikan berita yang baru dan cepat. Kedua, belum adanya hokum yang jelas dalam jurnalisnme online khususnya jurnalisme warga dalam penyampaian berita. Widodo menjelaskan bahkan di dalam UU Pers pun belum tercantum peraturan bagi jurnalisme online maupun jurnalisme warga.
Ketiga, ilmu jurnalistik yang tidak dikuasi secara mendalam. Bila meliat artikel dalam jurnalisme warga, informasi yang diperoleh seseorang pun bisa menjadi sebuah berita. Hal ini sangat berbeda dengan penyajian berita yang dilakukan oleh jurnalisme konvensional. Di mana harus dilakukan cek dan ricek terhadap informasi yang diperoleh. Maka berita yang disajikan memang berdasarkan fakta yang ada di lapangan dan benar-benar terjadi. Keempat, tidak adanya kesadaran seseorang mengenai hak cipta. Kemudahan khalayak dalam mencari, mengakses dan menyebarkan informasi melalui internet mendorong khalayak untuk mendistribusikan informasi tanpa menyebutkan sumber. Kelima, semakin berkembangnya internet semakin pula menghadirkan audience yang “tidak sabar”. Maksudnya adalah kini khalayak semakin ingin secara terus menerus memperoleh informasi yang cepat dan teraktual. Hal tersebut mengakibarkan jurnalis juga terdorong untuk menyajikan berita yang cepat dan aktual dapat melihat kredibilitas serta kelengkapan berita tersebut.
Agar dapat melihat secara nyata penerapan kredibilitas dalam jurnalisme warga, penulis mengambil contoh media jurnalisme warga Kompasian.com untuk di analisis dalam tulisan ini. Telah diketahui bersama bahwa Kompas merupakan salah satu perusahaan media besar di Indonesia. Kini Kompas tidak hanya hadir dalam rupa media cetak, namun juga hadir pula melalui versi onlinenya yang dikenal dengan Kompas.com. melihat adanya perkembangan produk jurnalistik yang semakin maju, mendorong Kompas juga turut serta menciptakan produk jurnalistik baru yang disebut dengan jurnalisme warga. Adanya kesempatan untuk membuat media warga, mendorong Kompas menciptakan jurnalisme warga yang diberi nama Kompasiana.com. Melalui Kompasiana.com, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar atau rekaman audio dan video (http://www.kompasiana.com/tentang-kompasiana, diakses pada tanggal 14 April 2016, pukul 20.05 WIB).
Kompasiana.com membuka kesempatan bagi khalayak untuk menyampaikan pendapat, informasi bahkan berita yang belum diliput oleh media. Kompasiana.com diharapkan juga menjadi sarana masyarakat untuk berinteraksi dengan media khususnya Kompas dalam memantau penyajian informasi. Dengan kata lain, Kompasiana.com diharapkan dapat menjadi wadah untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun perusahaan media Kompas menjadi yang lebih baik.
Namun yang patut diperhatikan lebih dalam adalah ketentuan penulisan artikel bahkan berita yang hendak dipublikasikan melalui Kompasiana.com. Sebab hingga saat ini penulis melihat bahwa belum ada ketentuan standar penulisan artikel khususnya berita yang sesuai dengan standar jurnalisme yang ideal dalam website Kompasiana.com. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi kredibilitas dalam artikel yang dituliskan dalam website. Tidak hanya penyajian berita, menyampaikan informasi jenis apa pun di dalam sebuah website tentunya juga diperlukan penulisan sumber informasi tersebut. Fenomena ini juga terjadi dalam website Kompasiana.com.
Bila ditelaah lebih dalam, masih banyak artikel-artikel yang dihasilkan oleh warga tidak terdapat sumber atau asal seseorang menyampaikan pemikirannya di dalam artikel. Padahal telah diketahui bersama, Kompasiana.com juga menjadi sumber pencarian dan mendapatkan informasi bagi khalayak. Tetapi bagaimana jika informasi yang disajikan tidak kredibel. Tentu saja banyak pihak akan merasa dirugikan. Karena dengan kata lain secara tidak langsung orang lain merasa tertipu dari informasi yang mereka baca jika terbukti tidak kredibel. Hal tersebut juga berpengaruh pada minat khalayak mengakses Kompasiana.com sebagai sumber informasi.
Penulis mencoba melihat seberapa besar tinggi peminat Kompasiana.com dari tahun 2015 hingga 2016. Berdasarkan data yang diperoleh dari artikel seseorang bernama Erri Subakti dalam Kompasiana.com, dari survei Alexa.com menunjukkan Kompasiana.com menduduki rank 46 di Indonesia. Rank ini menunjukkan seberapa sering website Kompasiana.com diakses oleh masyarakat Indonesia.
Kemudian berdasarkan data yang sama dari Alexa.com, pada tahun 2016 memang peringkat Kompasiana.com mengalami kenaikan yakni menduduki rank 34 di Indonesia. Namun yang perlu diperhatikan lagi adalah kenaikan peringkat Kompasiana.com ini hanya dikarenakan semakin banyaknya warga yang mengakses website tersebut baik mengakses untuk memperoleh atau menyampaikan informasi. Hal ini seharusnya mendorong pihak Kompasiana.com untuk lebih meningkatkan kualitas penyajian artikel di dalam website. Tidak hanya bangga memiliki pelanggan yang banyak, baiknya Kompasiana.com juga perkembanga karena kualitas artikel serta informasi yang disajikan memiliki kredibilitas yang baik pula.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas informasi dalam website adalah adanya pencantuman peraturan yang nyata mengenai penulisan sumber artikel yang dihasilkan oleh warga. Sehingga orang lain yang membaca pun bisa mengetahui keaslian informasi atau berita yang disampaikan dalam Kompasiana.com. Tidak hanya menguntungkan bagi khalayak, hal ini juga menguntungkan bagi media Kompas sendiri. Apabila Kompas khususnya Kompasiana.com dapat menjadi media penyajian informasi dengan kredibilitas yang baik, maka semakin banyak pula khalayak yang percaya pada media Kompas.
Selain itu yang tak kalah penting adalah kesadaran masyarakat sendiri untuk menyajikan jurnalisme warga yang kredibel pula. Kita sebagai warga pasti menginginkan berita yang akurat dan kredibel. Maka ketika kita hendak menyampaikan informasi apalagi sebuah berita juga harus memperhatikan kredibilitas. Paling tidak kita dapat menjelaskan sumber data yang kita peroleh guna menuliskan artikel atau informasi dalam website.
Daftar Pustaka
Bowman, Shayne dan Chris Willis. (2003). We Media : How Audiences are Shaping the Future of News and Information. Virginia: American Press Institute.
Cangara, Hafied. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Djajadi, Inge Setiawati. (2012). Hubungan antara Kredibilitas Penulis Rubrik Kesehatan dalam Situs Kompasiana dengan Sikap Pembaca Kompasiana (Studi Deskriptif mengenai Hubungan antara Kredibilitas Kompasianer Penulis Rubrik Kesehatan Kompasiana dengan Sikap Kompasianer Pembaca). S1 thesis, UAJY.
Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Press.
Subakti, E. (2015). Heboh Kompasiana Kali Ini Menurunkan Kredibilitas. www.kompasiana.com. Diakses melalui http://www.kompasiana.com/www.treecon.wordpress.com/heboh-kompasiana-kali-ini-menurunkan-kredibilitas_5600ea4b367b61d605fb9b32 pada tanggal 14 April 2016, pukul 20.14WIB.
Suwandi, Imam. (2010). Langkah Otomatis Jadi Citizen Journalist. Jakarta: Dian Rakyat.
Widodo, Yohanes. (2010). Menyoal Etika Jurnalisme Kontemporer: Belajar dari OhmyNews. Jurnal Aspikom, Aspikom & Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H