Mohon tunggu...
SANDRA PRATIWI
SANDRA PRATIWI Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

saya adalah mahasiswa UIN Sunan Ampel dari prodi Pendidikan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelangggaran HAM Terhadap Perempuan dalam Skala Global: Dampak Kembalinya Pemerintahan Taliban di Afghanistan

13 Mei 2024   22:00 Diperbarui: 13 Mei 2024   22:04 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak universal yang diperoleh setiap individu tanpa diskriminasi. Namun, masih banyak pelanggaran HAM terhadap perempuan terjadi, seperti diskriminasi, kekerasan seksual, perdagangan orang, prostitusi, dan perkosaan. Untuk mengatasi ini, Indonesia memiliki organisasi seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Yayasan PUPA (Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak) yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan serta anak. Selain itu, terdapat juga Forum Pengada Layanan (FPL) yang berfokus pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan dukungan, tanggung jawab negara, dan masyarakat dalam memenuhi hak-hak perempuan korban kekerasan.

Dalam skala global, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Woman (CEDAW) adalah dua pernyataan yang berfokus pada perlindungan atas hak asasi manusia. DUHAM adalah pernyataan dunia tentang perlindungan atas hak asasi manusia yang terdiri dari 30 pasal, sedangkan CEDAW adalah sebuah Kesepakatan Internasional Untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang diterapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1979. CEDAW berisi prinsip-prinsip tentang Hak Asasi Perempuan sebagai Hak Asasi Manusia, norma-norma dan standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

Salah satu pelanggaran HAM terhadap Perempuan terjadi di Afghanistan pada pemerintahan Taliban, sejak Taliban pertama kali berkuasa pada tahun 1996. Mereka menerapkan interpretasi Islam yang ketat, menyebabkan pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan individu, terutama perempuan. Meskipun Taliban kehilangan kekuasaan pada tahun 2001, namun kembali merebut kekuasaan pada 15 Agustus 2021. Taliban telah memberlakukan sejumlah undang-undang serta kebijakan yang bertujuan untuk mengabaikan hak-hak dasar perempuan dan anak perempuan di seluruh negeri karena gender mereka.

"Pengingkaran yang kejam dan metodis oleh Taliban terhadap hak-hak dasar perempuan dan anak perempuan untuk menyingkirkan mereka dari kehidupan publik telah mendapat perhatian global," kata Elizabeth Evenson, direktur keadilan internasional di Human Rights Watch.

Kembalinya pemerintahan Taliban di Afghanistan telah menyebabkan serangkaian pembatasan serius terhadap hak-hak perempuan di negara tersebut. Mereka menerapkan hukum yang sangat ketat berdasarkan interpretasi Islam mereka, yang menghapuskan banyak kemajuan dalam upaya kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Beberapa pelanggaran HAM yang dilaporkan termasuk larangan perempuan bepergian tanpa diiringi laki-laki, larangan bekerja, pembatasan akses terhadap pendidikan dan media, serta peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Pembatasan pendidikan adalah salah satu contoh, di mana Taliban menghentikan anak perempuan dari kelas 7 ke atas untuk melanjutkan pendidikan, menghambat kemampuan generasi perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar mereka. Selain itu, kasus kekerasan seksual, termasuk pembunuhan, penahanan, dan penyiksaan, juga dilaporkan meningkat, dengan jumlah kasus femisida yang mencemaskan.

Taliban juga membatasi atau mencabut hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik, termasuk pendidikan dan tempat kerja. Mereka juga telah kembali pada praktik-praktik brutal seperti hukuman cambuk dan eksekusi publik, serta menekan media, aktivis, dan masyarakat sipil.

Laporan juga mencatat penangkapan dan penyiksaan terhadap aktivis masyarakat sipil, demonstran, dan jurnalis oleh Taliban. Selain itu, terdapat pembatasan kebebasan bergerak perempuan, termasuk larangan bekerja dan mengenyam pendidikan tinggi, serta larangan berpartisipasi dalam olahraga.

Organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch telah mengecam Taliban karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan, termasuk penganiayaan, larangan kebebasan bergerak dan berekspresi, serta penangkapan sewenang-wenang dan pelanggaran hak atas kebebasan.

Kembalinya pemerintahan Taliban di Afghanistan telah membawa dampak yang menghancurkan bagi hak-hak perempuan dan anak perempuan di negara tersebut. Dengan penerapan hukum yang ketat berdasarkan interpretasi Islam yang keras, Taliban telah menghapuskan banyak kemajuan dalam upaya kesetaraan gender dan hak-hak perempuan yang telah dicapai sebelumnya. Pelanggaran HAM yang terjadi, mulai dari pembatasan pendidikan hingga penindasan terhadap kebebasan individu, menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak adil bagi perempuan di Afghanistan.

Untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan di Afghanistan, sejumlah langkah dapat diambil. Pertama, diperlukan peningkatan tekanan internasional terhadap pemerintahan Taliban, dengan mempergunakan sanksi ekonomi dan diplomatik untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia universal. Selanjutnya, dukungan kepada organisasi hak asasi manusia di Afghanistan, seperti Human Rights Watch, harus diperkuat agar mereka dapat lebih efektif dalam memantau dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. 

Selain itu, perlu dilakukan program pemberdayaan perempuan dan anak perempuan melalui berbagai pendekatan, termasuk pendidikan, pelatihan keterampilan, serta dukungan psikologis dan sosial, untuk membantu mereka mengatasi dampak dari pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintahan Taliban. Solidaritas global juga sangat penting, di mana masyarakat internasional perlu menunjukkan dukungan terhadap perempuan Afghanistan melalui kampanye kesadaran, petisi, dan dukungan finansial. 

Terakhir, pemantauan terus-menerus terhadap situasi hak asasi manusia di Afghanistan harus dilakukan, dengan melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi kepada pihak yang berwenang, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk memastikan tindakan korektif yang tepat dapat diambil. Hanya dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat, kita dapat berharap melihat perubahan positif dalam perlindungan hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun