Dear mama dan papa.
Aku grogi sebenarnya, Karena ini pertama kalinya aku menulis rangkaian kata kata untuk mama dan papa. Hmm.. Pertama-tama, aku ingin bilang, "Terimakasih untuk mama dan papa". Terimakasih, karena mama dan papa selama ini telah begitu sabar dan selalu melindungi aku.
Tulisan ini aku tunjukan untuk kalian, para manusia hebat yang Tuhan kirimkan khusus untuk ku. Aku memang tidak pandai membuat rangkaian kata-kata, atau kalimat-kalimat yang indah. Tapi ada satu hal yang aku tahu pasti, Ibarat sebuah video atau recorder, aku merekam dengan baik semua hal dan kejadian  senang maupun sedih yang telah kita lalui bersama tiap waktunya.
Â
Mulai dari saat aku masih kanak-kanak hingga sekarang dengan usiaku yang tahun ini genap menginjak 18 tahun. Mama dan papa yang masih sering kali mengkhawatirkan ku jika aku pulang agak malam, selalu mengingatkanku makan tepat waktu, menanyakan hal hal kecil di tiap harinya dan itulah perhatian-perhatian sederhana yang tidak pernah kalian lupakan dari dulu sampai saat ini.
Tulisan ini akan berisikan beberapa cerita di tahun lalu, tentang aku, mama dan papa, juga hal hal  yang tidak akan mudah untuk kita lupakan.Â
Akhir tahun 2020, ada salah satu kejadian yang membuatku cukup sedih.
Kala itu kasus Covid-19 sedang naik-naiknya, aku agak khawatir saat itu dengan kondisi mama dan papa di tempat kerja, apalagi kondisi fisik mama yang tidak sekuat orang orang pada umumnya, bahkan sudah ada beberapa rekan kerjanya yang terpapar. Maka tidak lama dari itu, diadakan rapid test, mama lantas segera menyuruhku dan adikku untuk menjaga jarak dengan beliau kalau-kalau terjadi hal yang tidak di inginkan.
Â
"Malam ini bermalam dulu di rumah nenek ya, berdoa juga semoga hasilnya bagus". Ucap mama.
Keesokan harinya, ada pesan whatsaap yang masuk. Ternyata itu  pesan dari mama dan isinya adalah..
"Hasilnya reaktif, papa juga".
"Lalu harus bagaimana?" Kata ku.
"Reaktif belum tentu positif katanya, rapid test tidak seakurat SWAB".
"Jadi kapan mau SWAB?" .
"Secepatnya, besok atau lusa".
Setelah mengetahui kabar itu, tentunya ada rasa khawatir sedih, cemas dan takut yang bercampur menjadi satu. Walaupun mama terlihat kuat dan tidak menunjukkan rasa sedihnya, tapi kita tahu kalo mama sangat sedih dan cemas.
Kala itu, pertama kalinya harus menjauh dari papa dan mama, walaupun hanya beberapa hari tapi rasanya sangat sedih dan tidak nyaman.
Beberapa hari setelah melakukan SWAB, akhirnya hasilnya  pun keluar.
"allhamdulillah.. kita berdua negatif". Ucap mama dengan raut wajah lega.
Hal itu adalah salah satu kebaikan yang Tuhan perkenankan kepada ku juga mama dan papa. Rasanya amat lega setelah mendengar itu semua, tidak terbayang kan rasanya kalo covid-19 itu sampai mampir ke tubuh mereka.
Â
Mama, terasakah oleh mama bahwa kami bangga dengan semua yang telah mama lakukan untuk kami? Mama itu bukan batu karang yang suatu saat akan hancur karena seringnya di hantam ombak, mama itu seperti bola bekel untuk kami, anak anak mama. Bola bekel yang selalu siap memantul lagi ke atas sekalipun di jatuhkan oleh banyak hal. Mama selalu berhasil kembali, bangkit dan tegak sekalipun tantangan, cobaan dan gangguan menimpa mama.
-
Rasanya lucu sebenarnya kalau aku harus menuliskan semua perasaan untuk menggambarkan ini semua kepada mereka berdua. Aku tak pernah bisa berhasil mengungkapkan bagaimana sayangnya dan bangganya aku terhadap mama dan papa, juga betapa khawatirnya jika melihat mereka berdua dengan kondisi yang kurang sehat. Walau begitu besarnya keinginan ku untuk meneriakkan itu semua  dengan penuh kebanggaan, tetapi rikuh dan malu yang datang tidak jelas dari mana menghalangi ku untuk melakukannya. Kadang aku menyesalinya dan aku rasa kerikuhan ku setiap ingin mengungkapkan perasaan datang dari didikan mama dan papa juga. Mereka berdua tidak pernah mengatakan secara langsung padaku atau adik ku kalau mereka berdua menyayangi kami. Dan layaknya ikatan batin yang terjadi di antara  kita, kita masing-masing selalu yakin kalau ya, kita saling menyayangi  kok, tanpa perlu ramai ramai banyak orang tahu, "aku sayang mama dan papa!" Ya kan?.Â
Suatu hari di pertengahan bulan september 2021 tahun lalu, ada satu kejadian lagi yang membuatku sedih. Saat itu hari sabtu, kebetulan  jam siang itu adalah bagian waktu papa pergi bekerja. Papa tampak sehat awalnya, tidak terjadi apa-apa hingga tiba ketika papa baru sampai di tempat kerja, aku mendapatkan kabar dari mama kalau papa tiba tiba jatuh sakit dan mengeluarkan banyak darah dari hidung juga mulutnya. Saat itu papa langsung di larikan oleh para rekan kerjanya ke rumah sakit.
Papa mungkin adalah salah satu orang yang cukup keras kepala, padahal saat itu dokter telah menyuruh papa untuk melakukan rawat inap tapi beliau tetap saja bersikeras untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, wajahnya tampak pucat dan di temukan beberapa bekas noda darah di bajunya.
"Apa sebenarnya penyebab dari ini semua?" ucap ku dengan nada panik.
"Darahnya tinggi" .
"Kenapa harus pulang? Tidak di rawat dulu? Supaya dokter bisa memastikan kalo tidak akan terjadi apa-apa lagi?".
"Sudah tidak apa-apa darahnya sudah berhenti keluar kok".
Selepas adzan ashar berkumandang, papa melaksanakan sholat seperti biasa. Tapi lagi dan lagi kita kembali tersentak mendengar suara panggilan dari papa dan ternyata benar darah kembali keluar dari hidungnya, bukan mimisan seperti  biasanya, darah itu cepat sekali mengalirnya. Pertama kali melihat kejadian itu membuatku langsung menangis, karena melihat darahnya berceceran hingga ke lantai. Untung saja papa  masih kuat berjalan, walaupun terlihat lemas.
"Sekarang apa yang di rasa?" Ucapku.
"Cuman pusing sedikit".
Setelah itu papa langsung di larikan kembali ke rumah sakit. Dokter bilang ini di sebabkan oleh tekanan darah papa yang tinggi sehingga terjadi pendarahan pada hidungnya. Alhasil papa harus di rawat selama beberapa hari di rumah sakit hingga kondisinya dapat pulih kembali.
Ketika melihat papa terbaring di rumah sakit membuat hatiku rasanya sangat kacau. Pikiran pikiran buruk langsung menguasai seluruh ruang otakku. Bagaimana kalau terjadi hal buruk kepada papa?.Â
Papa, tahukah papa betapa sedih dan khawatirnya kami saat papa sakit? Tahukah papa betapa takutnya kami melihat kejadian itu menimpa papa? Tapi lagi dan lagi, papa mengelak dengan  mengatakan "Cuman sakit biasa kok"  dan ada mama juga yang selalu mencoba meyakinkan kami. Dan tahukah papa betapa khawatirnya kami ketika melihat papa saat masih sakit tapi memaksakan diri untuk keluar rumah? Ya, aku sangat khawatir, takut kalau akan terjadi lagi kejadian buruk menimpa papa.
~
Ternyata sangat sulit ya menuliskan ini semua. Aku hampir selalu berhenti pada setiap katanya. Tersentak oleh kilasan kejadian demi kejadian yang begitu kaya dengan warna. Aku selalu bertanya-tanya bagaimana cara mama dan papa membawa aku dan adikku melalui masa masa itu.
Mungkin papa dan mama juga akan sedikit canggung membaca ini, tapi aku harap ada sedikit haru yang menyusup ke dalam hati kalian. Seperti yang aku rasakan saat menuliskan ini.
Lebih dari segala hal, aku ingin minta maaf kepada kalian. Aku sadar lebih banyak membuat kalian kecewa ketimbang membuat bangga. Sering kali aku berontak tak terima setiap kali kalian mengingatkan kesalahanku. Padahal aku tahu sendiri tiap hal yang kalian utarakan mengandung banyak nasihat, tajam mata kalian yang menyimpan banyak keresahan dan juga kerut kening kalian yang menyimpan tanya di tiap lipatannya, tentang kami anak anak kalian.
Aku berharap bahwa aku dan adikku, anak papa dan mama bisa memberi kan ketenangan, kebahagiaan serta kebanggaan untuk mama dan papa. Berharap tulisan ini bisa memperlihatkan kepada papa dan mama bahwa kami bangga dengan kalian. Bangga dengan segala apa yang telah kalian lakukan untuk kami. Bangga dengan semua kekuatan juga kesabaran yang pernah kalian perlihatkan kepada kami.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H