Indonesia tak lekang dari perjuangan para pahlawan. Hidup dan mati mereka pertaruhkan demi merengut dan mempertahankan kemerdekaan di tanah air tercinta. Keberanian serta pengorbanannya akan tetap melekat abadi dalam ingatan Bangsa.
Yosaphat Soedarsono salah satu nama yang terukir dalam sejarah. Seorang anak laki laki yang terlahir dari dua insan bernama Darmoprawiro dan Mariyam.Tepatnya di Salatiga, daerah di Jawa Tengah, 24 November 1925. Yos Surdaso Orang-orang lebih mengenalnya dengan panggilan itu. Sosok pemuda terang akal, berwibawa dan pembawaan yang damai telah melekat pada jiwanya sedari kecil. Hidupnya terkenal akan banyaknya Perjuangan bahkan dalam menggapai cita-citanya pun tak semudah yang dipikirkan banyak orang. Kegagalan, penolakan serta terhalangnya restu dari kedua orang tua untuk menjadi salah satu abdi negara sudah pernah ia rasakan.
1942, Jepang mulai masuk dan berkuasa di Indonesia.
 "Pak, Bu sudah dengar maklumat bahwa Jepang mulai menjarah tanah kita? Tempat ku bersekolah pun telah di ambil alih kuasa oleh mereka. Lambat laun, Bangunan itu sudah tak bisa digunakan lagi".
 "Ya, Bapak tahu, tampaknya maklumat tersebut telah memencar ke penjuru daerah, Saat ini laju perkembangan para prajurit Jepang amat kilat. Semua orang saat ini kalang kabut akibat kedatangan jepang nak, semua tempat dan bangunan telah mereka ambil alih kuasanya".
 "Lalu bagaimana dengan pendidikan mu nak? Apa kau akan mencari maktab baru untuk pendidikan ke guruan mu?" kata ibu tampak khawatir.
 "Pak, Bu, sebenarnya ada yang hendak Yos sampaikan kepada kalian, Yos memohon izin dan restu dari bapak ibu untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi pelayaran di Semarang, Yos hendak mewujudkan impian sedari kecil untuk mengabdikan diri kepada negeri ini.
Senyap sejenak.
Hanya terdengar rintikan hujan mencecar deretan jendela rumah.
Yos merenung memikirkan ucapannya yang kiranya membuat kedua orang tuanya merasa gundah. Tapi tak di sangka, sang bapak berdeham dan menyambung perkataannya "Baik jika itu pilihan kau, bapak dan ibu akan merestui mu".
 "Iya nak, jaga dirimu, gali lah ilmu dengan sungguh sungguh dan jikalau menghadapi rintangan pun kau tak boleh berputus asa" kata ibu diiringi senyuman.
 Itulah sifat Yos sudarso ibaratkan seribu anjing menyalak gunung takkan runtuh.
 Setelah mengantongi restu dari ibu bapak, Yos mulai menimba ilmu di sekolah pelayaran itu, tak puas akan ilmu yang ia dapatkan di sana, Yos kembali merejang pendidikan opsir di bawah naungan pemerintahan Jepang.Â
Setahun berlalu begitu saja, ia menjadi lulusan paling unggul di sekolahnya, Sebab yang di  perbincangkan orang orang di sana terbukti benar, Mestilah di katakan, Bahwa Yos adalah pemuda ulung nan cakap dalam berbagai bidang yang ia tekuni bagai lubuk akan tepian ilmu, Kalimat yang sebati dengan dirinya.
Berkat kecendikiaan yang terdapat pada dirinya juga, peruntungan datang bak mendapat badai tertimbakan, ia kemudian serta merta dinaikkan sebagai mualim di kapal Goo Osamu Butal milik prajurit-prajurit jepang.
1945, kemerdekaan  Indonesia.
Desas desus melebuknya 2 kota di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki akibat bom atom yang di jatuhkan Amerika Serikat kala itu membuat kelonggaran pada tatanan pihak Jepang di Indonesia. Tidak sedikit serdadu Jepang yang kembali ke negaranya. Situasi itu pun tak dibiarkan begitu saja, segeranya di manfaatkan oleh tokoh tokoh pahlawan indonesia untuk merumuskan teks proklamasi. Begitu juga dengan Yos, Setelah perumusan proklamasi kala itu di bentuk lah Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Laut Semarang, yang pada akhirnya Yos pun berintegrasi di dalamnya dengan itu terhasil lah Tentara Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).
Kiprahnya kian membentang figurnya yang berpatutan dengan jiwa kepemimpinannya membuat ia di percayakan ambil andil dalam serangkaian operasi militer untuk mengatasi pemberontakan yang terjadi di wilayah-wilayah NKRI.
Di tahun tahun berikutnya, walaupun Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan, kala itu masih saja ada kubu kubu yang tak terima dan menginginkan Indonesia kembali jatuh dalam keterpurukan, siapa kubu itu? Sudah pasti jawabannya ialah Belanda. Cobaan datang bergilir tanpa henti kepergiaan jepang dari tanah itu malah memicu ambisi para kolonial Netherland untuk kembali merajai Indonesia. Hingga tiba puncaknya dalam musyawarah peristiwa konferensi meja bundar antara Indonesia dan Belanda yang menyatakan bahwa pihak Netherland itu akan melingsir kan tanah Irian dari genggamannya, tapi nyatanya semua itu hanyalah isapan jempol belaka, lagi dan lagi pihak kita dikelabui.
-
 Januari 1962, Laut Arafu
 Kesepakatan yang kian dilanggar dan ditentang keras Belanda atas pelepasan tanah Irian Barat memicu Indonesia untuk merancang operasi militer rahasia. Presiden pula kala itu telah melewakan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai delegasi pembebasan Irian Barat.
"Kerahkan semua kendaraan perang yang kita miliki, siapkan mereka! Turunkan KRI- Matjan Tutul-650, KRI Matjan Kumbang-653, KRI Harimau-654 dan KRI Singa, Segerakan kalian ambil posisi seperti yang telah di tugaskan". Teriak kapten kala itu.
"Maaf Kapten, sepertinya KRI Singa mengalami kerusakan dan kegagalan mesin yang pastinya sudah tidak bisa di berangkatkan". Kata seorang anak buah yang menghadap langsung kepada kapten".
 Kala itu Yos menjadi sosok penting kedua Angkatan Laut dengan jabatan yang ia punya sebagai Deputy 1 AL. Ia pun di tugaskan mengambil andil untuk memimpin dan menaiki KRI- Matjan Kumbang. Ketiga kapal yang tersisa tersebut tanpa lambat langsung bertolak menuju pulau di kepulauan Arafu, KRI Harimau yang diambil alih oleh Kolonel Sudomo berada tepat di depan KRI Matjan Tutul , Saat radar blips akan melewati 3 kapal itu tiba tiba terdengar tala dari sebuah mesin pesawat.
 "Eling eling, tatap ke sana, pesawat itu suruhan para kolonial Netherland, mereka pasti sudah berhasil mengendus siasat kita, kita telah tersudut oleh 3 kapal besar mereka yang sedari tadi sudah siap menyergap". Teriak kolonel Mursyid.
 Situasi yang seketika tenang berubah menjadi kacau balau penuh ketegangan. Hujan peluru yang di luncurkan dari kapal milik Netherland itu hampir mengenai KRI Harimau.
 "Luncurkan kembali serangan itu ke pihak lawan Yos".  teriak kolonel Sudomo.
 "Putar kan arah para kapal kita kembali kan ke pelabuhan, situasi ini sudah tak kondusif, jangan sampai semua ini malah berbalik mengancam keselamatan kalian". Perintah itu Yos kerahkan kepada para anak buahnya.
"Kapten kapten! Kapal ini terancam! lagi dan lagi mesin di sini mengalami kerusakan, kapal ini tak berputar haluan membuatnya terus menerus berbelok ke kanan".
"Siapkan diri kalian! Apapun yang terjadi di detik detik selanjutnya tetap lah berjuang atas nama Indonesia, pertahankan tanah kelahiran mu ini, berjuanglah walau binasa akhir nya dan Kobarkan lah semangat juang!". Ucap Yos di detik detik terakhirnya.
 Hujan peluru dan dentuman dari gesekan mesin senjata kian berderu menguasai lautan itu, satu persatu manusia berjatuhan bak butiran kapas dengan darah segar bercucuran dari tubuhnya. Hingga satu tembakan sampai mengenai KRI Matjan Tutul, yang tak lain terdapat komodor Yos Sudarso  di dalamnya.
Komodor Yos Sudarso tersenyum untuk selamanya tapi bagi mereka, orang orang di bumi itu adalah kali terakhir mereka melihatnya. Di hari yang indah itu, lagi dan lagi seorang pahlawan kembali menuju tempat  terbaiknya. Bergabung bersama para pahlawan lainya di surga milik Tuhan.
Terimakasih pak, untuk semua jasa yang telah kau berikan untuk tanah air kita tercinta, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H