Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Philantropy Festival 2018, "From Innovation to Impact"

23 November 2018   11:17 Diperbarui: 23 November 2018   13:22 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"With great power, comes great responsibility."

Kutipan dari Stan Lee yang meninggal beberapa hari lalu inilah yang berkali-kali berdengung di telinga saya, ketika saya menghadiri Indonesia Philanthropy Festival (FIFest) di Jakarta Conventional Center pada tanggal 15 November lalu.Ini adalah pertama kalinya bagi saya menghadiri acara seperti ini. Seperti apa?

Memang tidak sering saya mengunjungi pameran atau festival (hanya pernah ke Wedding Expo, Food and Fashion Festival dan pameran UMKM) tetapi dari semua kegiatan semacam itu yang pernah saya datangi, Filantropi Indonesia Festival (FIFEST)adalah festival pertama yang memberikan nuansa yang benar-benar berbeda.

Seperti layaknya pameran lain, representatif dari instansi yang ikut pameran dengan sigap mendekati pengunjung seperti semut mendatangi gula, agar mampir ke booth mereka dan berusaha maksimal agar terjadi transaksi di sana. Tetapi yang membuat hawa festival ini berbeda adalah karena yang mereka tawarkan adalah kebaikan. Saya jadi merasa sangat positif dan termotivasi karena dikeliling oleh orang-orang yang begitu bersemangat menebar kebaikan bagi orang lain.

Pameran ini diikuti oleh cukup banyak instansi dan hampir semua merupakan instansi besar dan sudah punya namabahkan sampai level internasional, antara lain JAPFA, The Body Shop, Martha Tilaar, Cargill, Tanoto Foundation, Sinarmas, WALHI, dll.

Semuanya berusaha menampilkan program-program yang mereka lakukan untuk memajukan negeri kita tercinta. Semua tampak kompak menyusun program sesuai arahan SDG (Sustainable Developmental Goals), ada yang fokus pada pendidikan, ada yang fokus pada lingkungan hidup, lainnya fokus pada kesehatan, ekonomi, dll. Sama sekali bukan untuk riya tapi untuk mengajak pengunjung berpartisipasi dan menyebarkan inspirasi yang mereka dapatkan di pameran ini.

Tidak lama berjalan menyusuri booth demi booth, saya melihat seorang mama Papua sedang memintal serat kayu menggunakan alat! Ini adalah pemandangan yang luar biasa bagi saya karena sulit menggabungkan seorang warga asli Papua masih lengkap dengan baju adatnya dengan suatu alat yang identik dengan modernitas dalam satu frame. Pemandangan tersebut segera membangkitkan nostalgia ketika saya jadi dokter PTT di Teluk Bintuni, Papua Barat. Tidak bisa tidak, saya harus mampir.

Itu adalah booth PT Freeport Indonesia. Representatif yang berjaga di booth semuanya warga Papua. Mata saya langsung disodori poster besar berisi infografis kegiataan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.Ada program pendidikan, kesehatan dan ekonomi.Dan saya sangat tertarik dengan program kesehatannya.

Saya disambut oleh Bapak Hengky Womsiwor yang ternyata adalah Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro). Beliau menjelaskan dengan sangat detil segala seluk beluk program kesehatan. Saya terpana. Dengan segenap rasa hormat saya terhadap warga Papua, satu setengah tahun saya bekerja bersama warga Papua di bidang kesehatan tapi baru kali ini saya bertemu dengan putra daerah Papua yang tahu betul apa yang dia kerjakan dan dia bicarakan.

Rasanya saya bisa tahan ngobrol berjam-jam dengan Pak Hengky soal program kesehatan PT Freeport Indonesia. Cukup banyak fokus program kesehatan yang dilakukan tetapi semuanya memiliki strategi yang jelas dan tereksekusi dengan sangat baik.

Sulit buat saya membayangkan sekian banyak program bisa berjalan baik semuanya, tanpa ada satupun yang terbengkalai.Tetapi nyatanya PT Freeport mampu. PT Freeport seperti sudah khatam memahami seluk beluk permasalahan kesehatan di daerah Timika. Semua pertanyaan yang saya ajukan sengaja untuk mencari celah program-programnya, selalu bisa ditangkis dengan baik oleh Pak Hengky, disertai dengan data pula.

Ada beberapa program dan strategi yang saya anggap perlu menjadi highlight agar bisa diadopsi oleh instansi lain khususnya yang ingin bergerak di daerah Papua:

RS Mitra Masyarakat dan RS Waa Banti

Kedua RS ini sudah gratis jauh sebelum zaman BPJS, terbuka untuk melayani semua warga Timika, tidak hanya pegawai PT Freeport saja.

Program Sanitasi dan Air Bersih

Melalui program ini, PT Freeport membangun jamban, sumur, penampungan air hujan, edukasi masyarakat, pelayanan ke sekolah, dll. Semuanya terasa biasa, hampir semua program sanitasi ya seperti ini.

Tetapi, salah satu strategi cerdiknya adalah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan jamban. Cerdik dimananya? Warga Papua yang saya tahu biasanya sulit sekali menerima perubahan. Semua fasilitas yang diberikan oleh pihak luar diterima tanpa pernah digunakan dan dirawat sehingga selalu berakhir sia-sia.

PT Freeport tidak memberikan jamban secara cuma-cuma begitu saja. Mereka memberikan edukasi soal sanitasi, mengajak warga untuk gotong royong membangun jamban, modalitas yang sudah dimiliki desa tersebut dimanfaatkan, yang belum ada baru disediakan oleh PT Freeport, tenaga pekerja dari warga lokal.

Insentifnya bukan berupa uang, karena bila diberi uang akan segera dibelikan minuman keras atau entah dipakai apa, melainkan berupa bahan makanan yang dinilai berharga bagi warga.

Hal ini membuat warga tumbuh rasa memilikinya terhadap jamban tersebut sehingga kelak akan merawat dan menggunakannya dengan baik. Suatu penyesuaian strategi yang sangat tepat sasaran.

Penanggulangan TB dan HIV

Program ini saya nilai sejalan dengan yang sudah digaungkan oleh Kementerian Kesehatan selama ini.Hanya yang menjadi poin plus adalah ibu hamil diwajibkan untuk periksa HIV. Saya tidak tahu apakah program ini  dilaksanakan juga di daerah-daerah lain di Indonesia tetapi area Papua yang "katanya" banyak kasus HIV AIDS setahu saya mewajibkan hal ini.

Saya rasa ini hal yang sangat baik dan perlu dilakukan di seluruh Indonesia. Karena menurut Pak Hengky, Papua selama ini didengung-dengungkan sebagai daerah endemik HIV karena semua petugas aktif menjaring dan melakukan pencatatan. Padahal bila propinsi-propinsi lain melakukan screening seaktif Papua, beliau yakin pasti jumlah kasusnya kurang lebih sama, bahkan mungkin lebih banyak dari Papua.

Pengendalian Malaria

Seperti yang sudah diketahui oleh seluruh dunia, Papua adalah daerah endemik malaria. Dan sampai saat ini masih saja belum bisa dieradikasi. Bicara soal program ini mengingatkan saya akan pengalaman saya di Teluk Bintuni. Saya tidak terjangkit malaria di sana karena program malaria di Teluk Bintuni sukses besar, berkat kolaborasi intensif dari PT British Petroleum dan Dinas Kesehatan setempat. Sayangnya di Timika belum bisa sesukses itu.

Padahal menurut saya strateginya sudah lebih dari cukup: penyemprotan insektisida kualitas impor setiap 4 bulan sekali, pemasangan kelambu di rumah-rumah (dipasangkan langsung oleh tim kesehatan PT Freeport, bukan hanya diberikan), deteksi dini, pencatatan, distribusi obat Artemisin, dan pelatihan fasilitator lapangan.

Tetapi yang menjadi hambatan adalah tingginya mobilitas penduduk dari luar Timika ke dalam sehingga membuat infeksi malaria dari daerah lain terus masuk ke Timika dan karena kurangnya dukungan dari pemerintah.

Klinik Terapung

Ini jelas adalah program yang sangat solutif untuk mencapai pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Sebagian area Timika adalah pesisir dan masih banyak yang lebih mudah dijangkau lewat air, sehingga Klinik Terapung adalah solusi terbaik karena lebih baik petugas kesehatan aktif mendatangi warga daripada hanya menunggu warga datang. Sebenarnya kurang tepat bila hanya disebut klinik karena kapal yang digunakan bahkan memiliki ruang operasi untuk bedah minor, berkeliling ke 6 distrik sepanjang tahun.

Menuju Klinik Terapung
Menuju Klinik Terapung
Selesai Operasi Katarak di Klinik Terapung. Source: FB page LPMAK
Selesai Operasi Katarak di Klinik Terapung. Source: FB page LPMAK
Flying Doctor

Dan program yang paling luar biasa menurut saya adalah flying doctor ini. Bagaimana tidak? Saya ingat kembali ketika saya bekerja di Teluk Bintuni, ada 1 area yang sulit dicapai lewat darat sehingga paling efektif lewat udara alias naik helikopter. Tetapi, Dinas kesehatan setempat tidak memiliki helikopter dan dari PT British Petroleum saat itu tidak menyediakan sehingga rekan sejawat saya harus menunggu pesawat perintis yang entah kapan baru akan berangkat.

Apakah begitu sulitnya operasional helikopter di Papua, sementara di Jakarta helikopter berseliweran setiap hari? Bukan sulit, tetapi super mahal. Satu kali terbang biaya yang dibutuhkan bisa menjadi 40 juta Rupiah, belum ditambah biaya untuk logistik dan insentif tenaga medis sehingga total sekali perjalanan flying doctor bisa memakan biaya 75 juta Rupiah. Dan PT Freeport punya 3 helikopter! Terbang ke 3 distrik setiap 1 bulan sekali! Dengan demikian warga di daerah paling terpencil sekalipun bisa mendapatkan pelayanan kesehatan rutin.

Flying Doctor. Source: FB page LPMAK
Flying Doctor. Source: FB page LPMAK
Wah saya sampai sudah ditinggal oleh rekan-rekan yang lain karena keasyikan ngobrol dengan Pak Hengky. Setelah pembicaraan dengan beliau saya merasa sangat optimis bahwa apabila program yang sudah teruji oleh PT Freeport ini diadopsi oleh perusahaan lain dan didukung penuh oleh pemerintah, saya yakin kesejahteraan rakyat Indonesia akan jauh lebih baik.

PT Freeport menyadari kekuatannya yang besar telah mengambil tanggung jawab yang besar pula untuk meningkatkan kesejahteraan warga Timika, tetapi tentunya PT Freeport maupun perusahaan besar lainnya tidak bisa bekerja sendirian harus ada dukungan berkesinambungan dari pihak pemerintah, akademisi dan media agar setiap program yang dijalankan tidak hanya berjalan efektif tetapi juga bergerak dan bergulir cepat seperti bola salju. Bayangkan betapa cepatnya rakyat Indonesia bisa segera sejahtera bila semua pihak saling bahu-membahu memperjuangkan SDG.

Bersama Bapak Hengky Womsiwor, SKM
Bersama Bapak Hengky Womsiwor, SKM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun