Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

3 Pilar Perbaikan Kualitas Hidup Difabel di Indonesia

31 Oktober 2018   14:01 Diperbarui: 31 Oktober 2018   17:17 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang saya kemukakan di paragraf sebelumnya, kaum difabel sendiri harus ditumbuhkan semangatnya agar mampu berjuang dan tidak terpuruk dengan keadaan fisiknya. 

Semangat ini bisa tumbuh dengan adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat yang pikirannya maju dan dengan keterbukaan informasi dari pemerintah mengenai kesempatan seluas-luasnya bagi kaum difabel untuk menunjukkan eksistensi mereka.

Ketiga pilar ini layaknya pilar penyangga bangunan berbentuk limas segitiga di mana ketiganya harus ada bersamaan. Bila 1 saja dari 3 pilar ini rapuh, maka limas tersebut akan segera roboh.

Semua fasilitas yang disediakan pemerintah dengan baik apabila tidak dihargai oleh masyarakat juga akan sia-sia, contoh: bangku prioritas justru diduduki oleh warga yang sehat, jalur khusus tuna netra dipakai untuk PKL berjualan, jalur luncuran khusus untuk pengendara kursi roda disesaki oleh pejalan kaki, dll. 

Kultur masyarakat misalkan yang sudah kondusif tanpa dukungan pemerintah, juga lama-lama akan pudar bahkan punah bila terus-menerus diabaikan bahkan direpresi oleh pemerintah, contoh: masyarakat senantiasa ingin memprioritaskan kaum difabel di transportasi umum tetapi justru di dalam transportasi umum tersebut tidak disediakan tempat khusus untuk kaum difabel. 

Atau masyarakat justru jadi tidak terbiasa memprioritaskan kaum difabel karena memang jarang melihat kaum difabel yang beraktivitas di luar rumah, berusaha menggunakan angkutan umum, bekerja di kantor, dll. 

Tetapi kaum difabel juga tentunya jadi jarang keluar rumah karena kesulitan untuk berpindah dari 1 tempat ke tempat lain karena tidak ada fasilitas dari pemerintah yang ramah bagi kaum difabel atau tidak berani keluar rumah karena sering di-bully oleh orang-orang yang ditemui atau sulit mendapat kesempatan kerja.

Terlihat kan, bagaimana ketiga pilar ini saling mempengaruhi.

Pagelaran Asian Paragames beberapa waktu lalu dapat menjadi cermin bagaimana upaya pemerintah mendukung kaum difabel, animo masyarakat akan prestasi kaum difabel dan kerja keras kaum difabel demi bangsa dan negara ini. Saya bukan pengamat ahli, mengenai Asian Paragames kemarin, saya kembalikan kepada Kompasianer sekalian untuk menilainya. 

Sudahkah kaum difabel memberikan yang terbaik? Sudahkah masyarakat mengapresiasi prestasi kaum difabel? Sudahkah pemerintah mengakomodasi semua kebutuhan kaum difabel?

Semoga setiap pengalaman kecil yang terjadi sehari-hari sampai ajang sebesar Asian Paragames bisa menjadi evaluasi bagi kita semua, bagaimana sebaiknya kita membantu memperbaiki kualitas hidup kaum difabel!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun