Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta Masuk Peringkat ke 7 sebagai Kota Tak Aman bagi Perempuan

28 Januari 2018   13:00 Diperbarui: 28 Januari 2018   14:11 1846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNN Indonesia

Salah satu portal berita nasional di internet baru saja merilis infografis Kota Dengan Kekerasan Seksual Tertinggi Sepanjang 2017. Infografis ini disusun berdasarkan survey yang dilakukan oleh 380 pakar pada 19 negara dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa sepanjang Juni-Juli 2017 dan dipublikasikan di Thompson Reuters Foundation.

Segera saya meluncur ke situs resmi Thompson Reuters Foundation. Ternyata judul besar polling tahunannya adalah World's Most Dangerous Megacities for Women 2017. Polling ini disusun berdasarkan empat indikator yaitu resiko perempuan mengalami kekerasan seksual, kemudahan akses fasilitas kesehatan, praktek budaya yang membahayakan perempuan dan keseteraan peluang kerja.

This survey intrigued me. Mengapa? Karena ada Jakarta di posisi nomer 7.

Untuk memudahkan analisa saya hanya akan membahas 3 negara terparah (Delhi, Sao Paolo dan Kairo), 3 negara terbaik (London, Tokyo dan Paris) dan Jakarta. Saya akan membandingkan beberapa indikator yang selama ini digadang-gadang merupakan penyebab tingginya kekerasan seksual pada perempuan.

Kepadatan Penduduk

Secara logika, bila penduduk suatu kota lebih padat daripada kota lainnya maka otomatis tingkat kriminalitas termasuk kekerasan seksual pada perempuan juga lebih tinggi. Data ini saya ambil dengan membandingkan ketujuh negara tersebut di versus.com berdasarkan data dari Wikipedia tahun 2018.

Paris 20.700 penduduk/km2

London 5.518 

Tokyo 6.000 

Kairo 17.190 

Sao Paolo 7.216 

Delhi 3.886

Jakarta 14.464

Bila dilihat dari angka ini maka seharusnya Delhi menempati posisi sebagai kota teraman bagi perempuan karena kepadatan penduduknya paling rendah. Sementara Paris seharusnya menjadi kota paling berbahaya bagi perempuan. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Data-data lainnya juga tidak mendukung pandangan yang mengatakan adanya perbandingan lurus antara kepadatan penduduk dengan tingkat kekerasan seksual pada perempuan. Kepadatan penduduk Sao Paolo tidak berbeda jauh dari Tokyo tetapi Sao Paolo ranking dua terparah sementara Tokyo ranking dua terbaik.

Rata-rata Pendapatan per Bulan

Biasanya diasumsikan rendahnya pendapatan per kapita penduduk mendorong tingginya tingkat kriminalitas dalam kota. Let's see.

Rata-rata pendapatan per bulan:

Paris 2698,65USD

London 2773USD

Tokyo 2895,2USD

Delhi 653,21USD

Sao Paolo 1048USD

Jakarta 564USD

Indikator ini cukup mendukung premis yang menyatakan rendahnya pendapatan mendorong orang berbuat kriminal karena 3 negara terbaik rata-rata pendapatan bulanan warganya jauh lebih tinggi daripada 3 kota terburuk dan Jakarta.

Tingkat pengangguran

Sudah jadi asumsi umum bahwa tingginya tingkat pengangguran meningkatkan angka kriminalitas.

Tingkat pengangguran:

Paris 7,6%

London 8,1%

Tokyo  4,6%

Kairo 12%

Sao Paolo 5,2%

Delhi 4,63%

Jakarta 6,32%

Indikator ini tidak mendukung premis tersebut karena seharusnya Delhi, Sao Paolo dan Jakarta termasuk kota terbaik karena tingkat penganggurannya bahkan lebih rendah daripada Paris dan London. Jadi ternyata asumsi kita selama ini salah, tingkat pengangguran juga tidak bisa jadi alasan tingginya tingkat kekerasan pada perempuan.

Tingkat Religiusitas

Faktor ini mulai banyak digadang-gadang oleh pihak-pihak tertentu di negara kita untuk mulai mengabaikan Pancasila dan mengarahkan agar hukum negara Indonesia didasarkan pada basis agama tertentu demi tercapainya masyarakat yang lebih beradab. Mari kita lihat apakah dengan menjadikan suatu negara lebih religius bisa menjadikan negara tersebut lebih beradab termasuk pada perempuan.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh US News bekerja sama dengan Y&R, BAV  Group dan Wharton School University of Pennsylvania, Best Countries of 2018, mengurutkan 80 negara berdasarkan beberapa kategori antara lain 10 Most Religious Country: India, Pakistan, Mesir dan Turki masuk dalam 10 besar negara paling religius. Mengherankan, karena keempat negara tersebut justru ibukotanya termasuk dalam 10 kota paling berbahaya untuk perempuan, sementara 3 negara teraman bagi perempuan yaitu United Kingdom, Jepang dan Perancis bukan negara paling religius.

Jadi jangan lagi ya menggunakan agama untuk menghancurkan NKRI dan Pancasila karena belajar dari negara lain, hanya agama saja tidak bisa menjadikan suatu negara lebih beradab. Coba tebak, negara mana yang paling religius dalam survey tadi? Saudi Arabia. Mereka bahkan menggunakan landasan agama sebagai dasar hukum negaranya, apakah Saudi Arabia masuk 3 besar negara paling beradab, paling aman untuk perempuan? Tidak.

Budaya

Indikator ini saya anggap juga merupakan indikator penting tingginya kekerasan seksual pada perempuan di suatu negara berdasarkan survey Thompson Reuters Foundation. Delhi, Kairo dan Jakarta masuk dalam 10 besar kota dengan praktek budaya yang berbahaya bagi perempuan. Hanya Sao Paolo yang anomali, berada di nomer 17. Paris nomer 11, London dan Tokyo berbagi nomer 15. Praktek budaya yang dimaksudkan dalam survey ini adalah mutilasi genital perempuan, pernikahan paksa termasuk pada anak dan pembunuhan anak perempuan.     

Saya pribadi rasanya ingin menambahkan budaya patriarki dalam indikator ini di mana laki-laki merasa dan dianggap superior dibanding perempuan sehingga perempuan tidak mendapatkan kualitas hidup yang setara terutama dalam hal keamanan.

Tingkat Pendidikan

Indikator ini terbukti sangat relevan dengan tingkat kekerasan seksual pada perempuan di suatu negara. Berdasarkan survey dari US News, 3 ibukota paling aman untuk perempuan masuk dalam 10 negara paling berpendidikan.  Sementara India nomer 32, Brazil nomer 34, Mesir nomer 44 dan Indonesia nomer 52. Jadi ada perbandingan terbalik antara tingkat pendidikan dengan kekerasan seksual pada perempuan.

Dari analisa sederhana ini kita bisa menyimpulkan bahwa faktor yang paling bisa menyelamatkan perempuan Indonesia dari kekerasan seksual juga kekerasan lainnya adalah tingkat pendidikan, selain pendapatan per kapita dan faktor budaya pada prioritas berikutnya. Maka bila pemerintah memiliki visi yang berpihak pada perempuan, pemerintah harus fokus pada peningkatan kualitas pendidikan. Kualitas penting untuk ditekankan, bukan kuantitas karena bila hanya menghitung jumlah universitas saja Delhi dan Tokyo harusnya sama-sama menjadi ibukota dari negara dengan tingkat pendidikan terbaik (Delhi mempunyai 165 universitas, sementara Tokyo 185). Tetapi nyatanya India bahkan tidak masuk dalam 10 besar kategori tersebut.

Tingkat pendidikan tinggi juga bisa mempengaruhi dua faktor lainnya yaitu pendapatan per kapita dan budaya. Diharapkan dengan semakin banyaknya penduduk yang berpendidikan tinggi maka pendapatan per kapita bisa meningkat dan praktek budaya yang membahayakan perempuan dan anak-anak bisa dikurangi dan ditinggalkan.

Pendidikan adalah kunci menuju Indonesia yang lebih beradab, tidak hanya aman bagi perempuan tetapi bagi semua pihak dan nyaman bagi warga sendiri maupun pendatang sehingga pada akhirnya membuat Indonesia lebih maju dan mampu bersaing dengan negara-negara adidaya lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun