Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Banyak Dokter di Papua, Tapi Kok Masih Gitu?

24 Januari 2018   16:27 Diperbarui: 24 Januari 2018   20:26 2530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Bila tidak ada aral melintang, perjalanan ke Merdey membutuhkan waktu 2 hari. Jangan lupa semua harus dilewati sambil membawa logistic untuk kebutuhan puskesmas dan kebutuhan hidup masing-masing personel.

Contoh lainnya adalah distrik Idoor. Distrik ini adalah salah satu distrik terluar di Bintuni, berbatasan dengan Kabupaten Teluk Wondama. Untuk menuju ke Idoor, Anda harus naik longboat selama 8 jam. 

Sejawat saya yang sekarang menjadi suami saya, pernah terkatung-katung mengapung di sungai selama 22jam karena kehabisan BBM di tengah jalan.

Ada lagi, distrik Farfurwar, juga merupakan salah satu distrik terluar, berbatasan dengan Kabupaten Fakfak. Ada banyak cara menuju ke Farfurwar, tetapi sebagian besar hanya bisa dilewati dengan jalan kaki, menembus hutan. Dibutuhkan waktu 3 hari untuk sampai ke Farfurwar dari Kota Bintuni.

Contoh terakhir adalah distrik Moskona Utara. Distrik ini berbatasan dengan Kabupaten Manokwari. Untuk menuju ke sana hanya ada satu cara yaitu melalui udara, Anda harus menumpang helikopter perusahaan atau penerbangan perintis yang belum tentu terbang sebulan sekali. 

Sesampainya di sana masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki 12 jam melewati hutan belantara untuk mencapai Puskesmas Moskona Utara. Sejawat saya yang bertugas di sana biasanya kembali ke kota dalam kondisi compang-camping. Wajahnya terbakar matahari, kulit tangan dan kakinya luka-luka karena digigit serangga dan terkena duri-duri tanaman, celana dan jaketnya tidak bisa diselamatkan lagi.

Bila kondisinya seperti ini, pantaskah bila dokter dan petugas medis lainnya yang disalahkan bila warga Papua jarang tersentuh pelayanan kesehatan? Tepatkah bila cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menambah program Nusantara Sehat? 

Di mana kontribusi pemerintah membangun infrastruktur untuk memudahkan tenaga kesehatan mengunjungi warga atau membantu warga untuk datang ke pusat kesehatan?

Sudah sampai di sana pun, belum tentu petugas kesehatan dan obat-obatan kami diterima oleh warga. Tidak jarang kami harus bersitegang dengan dukun setempat, bahkan berdebat dengan warga karena kami ingin memberikan yang terbaik bagi mereka. 

Pelayanan kesehatan juga tidak bisa maksimal karena listrik hanya 6jam dengan genset, PLN belum masuk. Air bersih sulit didapat. Sinyal kosong sehingga kami tidak bisa meminta bantuan bila ada kasus sulit.

Banyak dokter yang idealis berangkat ke Papua dengan semangat 45 dan niat yang luhur untuk menolong warga Papua tetapi kemudian kami dihadapkan pada kenyataan pahit dan derita tak berkesudahan dalam perjuangan kami. Kami ini hanya prajurit-prajurit kecil, kami tidak bisa berbuat banyak bila tidak ada dukungan infrastruktur dari pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun