Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Banyak Dokter di Papua, Tapi Kok Masih Gitu?

24 Januari 2018   16:27 Diperbarui: 24 Januari 2018   20:26 2530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Melihat berita mengenai kesehatan anak-anak Papua akhir-akhir ini membuat saya teringat dengan pernyataan Menteri Kesehatan, Ibu Nila F. Moeloek tahun lalu saat peluncuran program Nusantara Sehat "Dokter-dokter tidak mau ke pelosok."

Program Nusantara Sehat diharapkan mampu mengisi lubang dari program dokter PTT, di mana pada program PTT setiap dokter melamar ke Kemenkes lalu ditempatkan sesuai pilihan atau daerah yang puskesmasnya belum terisi dokter, berbekal ketrampilan medisnya. 

Sementara dalam program Nusantara Sehat, setiap dokter akan bergabung dengan tenaga medis lain yaitu perawat, bidan, farmasi, sanitarian dan ahli gizi menjadi 1 tim, ditempatkan di Daerah Terpencil dan Perbatasan Kepulauan (DTPK). Sebelum diberangkatkan tim program Nusantara Sehat akan mendapat pembekalan dan pelatihan khusus dari Kemenkes.

Saya sebagai seorang dokter yang pernah PTT saja bingung dengan program ini. Program ini diluncurkan seakan tanpa pertimbangan yang matang, tidak berdasarkan data dan kenyataan di lapangan, tidak menyentuh akar permasalahan bahkan jadi tumpang tindih dengan program lainnya.

Permasalahan kesehatan di Papua bukan disebabkan karena tidak ada dokter yang mau bekerja di sana. Betul, Papua jaraknya jauh, medannya sulit, masyarakatnya sulit diedukasi, dan sejuta tantangan lainnya yang bisa mengurungkan niat seorang dokter untuk bekerja di sana tetapi setiap tahun program dokter PTT dibuka, kuotanya selalu terisi penuh bahkan kita harus bersaing berebut untuk bisa bekerja jadi dokter PTT di Papua. Belum lagi bila ditambah dengan penerimaan dokter dari pemerintah daerah.

Papua termasuk daerah pilihan yang cukup favorit untuk dokter PTT, masih banyak dokter muda idealis yang ingin mencari pengalaman dengan bekerja di Papua dan saya tidak mau munafik, insentif dari Papua termasuk yang sangat menggiurkan. Jadi saya yakin 100% jumlah dokter di sana bukan masalah.

Lalu kenapa kondisi kesehatan warga Papua masih memprihatinkan? Bagaimana pertanggungjawaban kerja para dokter sebanyak itu?

Permasalahan utamanya ada tiga: INFRASTRUKTUR, INFRASTRUKTUR dan INFRASTRUKTUR.

Saya akan memberikan gambaran situasi kerja dokter PTT selama saya bekerja di Teluk Bintuni, Papua Barat tahun 2012-2013. Pada saat saya PTT di sana, Bintuni memiliki 23 orang dokter untuk mengisi 20 puskesmas. 

Hanya 4 puskesmas yang tidak terisi dokter. Kalau kita melihat hanya dari segi jumlah, berarti 80% warga Bintuni harus bisa tersentuh oleh dokter. Tetapi dalam kenyataannya, banyak warga yang tidak bisa kita sentuh, banyak daerah yang tidak bisa kita datangi.

Contohnya distrik Merdey. Distrik ini adalah salah satu distrik yang paling sulit dijangkau di Bintuni. Untuk menuju ke Merdey, Anda harus melewati perjalanan darat menggunakan mobil 4WD selama 5 jam melalui jalan tanah lalu disambung dengan menggunakan longboat untuk menyebrangi sungai, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki mendaki gunung, lewati lembah, tidak lupa menyusuri dinding jurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun