Di Jakarta banyak pilihan mall, tempat nongkrong dan restoran atau warung makan yang nikmat. Setiap kali saya mudik ke Jakarta, uang gaji saya mengucur deras seperti keran bocor. Sekali saya keluar untuk nonton bioskop saja minimal saya menghabiskan Rp 100.000,- untuk tiket, snack dan uang parkir.
Tidak ada biaya belanja
Nah ini yang paling penting. Kehidupan di daerah melatih saya mengurangi kebiasaan belanja. Dulu saya senang sekali berbelanja pakaian, sepatu dan parfum tetapi setelah sekian lama bekerja di perantauan, saya jadi menyadari bahwa semua benda tersebut tidak penting dipakai di daerah.Â
Saya tidak butuh selalu menggunakan baju yang up to date, saya hanya membutuhkan baju kerja yang rapi. Sepatu beragam bentuk yang saya punyai di rumah pun akhirnya nganggur tidak terpakai karena tidak cocok untuk dipakai di daerah.
Pilihan tempat berbelanja tidak semeriah di kota besar di Jawa. Salah satu cara untuk berbelanja adalah belanja online tetapi seringkali ongkos kirimnya jauh lebih besar daripada harga barangnya kecuali bila sedang promo gratis ongkir sehingga saya jadi malas sekali belanja bila sedang di perantauan. Saya hanya berbelanja barang yang penting saja bila sedang mudik ke Jakarta.
Di Jakarta, suasana belanja bisa berbahaya, bila saya tidak sadar diri, saya bisa mudah terpengaruh dengan promo diskon di sana-sini, membuat saya akhirnya membeli barang yang sebenarnya tidak saya butuhkan.Â
Mungkin ini yang terjadi dengan para pekerja di Jakarta. Awalnya mau beli barang A, keluar dari mall membawa barang B, C, D sampai Z. Belum lagi, bila diajak makan atau nongkrong oleh teman atau rekan kerja, tidak bawa uang tunai, semuanya tinggal gesek kartu tanpa sadar berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan. Di daerah, jarang sekali transaksi bisa menggunakan kartu debit apalagi kredit.
Akhirnya setiap bulan pengeluaran saya hanya untuk makan dan keperluan dasar lainnya. Paling banyak dalam satu bulan pengeluaran saya hanya 1,5 juta, rata-rata di bawah 1 juta. Apa ada pekerja di Jakarta yang pengeluarannya serendah saya? Coba angkat tangan.
Kondisi pekerjaan setiap orang memang berbeda, gaya hidup setiap orang pun berbeda. Apa yang sampaikan dalam artikel ini mungkin tidak realistik bagi beberapa profesi lain. Saya bersyukur profesi saya sebagai dokter dihargai cukup tinggi di daerah. Tetapi seandainya pun tidak, saya tidak masalah, bagi saya uang adalah alasan nomer sekian mengapa saya senang sekali kerja merantau.
Hal yang saya dapat dari perantauan yang tidak bisa dinilai dengan uang adalah pengalaman. Saya belajar banyak hal dari merantau, mengenal ragam kehidupan berbagai suku di Indonesia, melatih kemampuan komunikasi saya dengan bermacam orang, mendapatkan banyak teman dan wawasan baru yang semuanya tidak mungkin saya dapatkan bila saya hanya berkutat di kota besar saja.
"Tetapi kamu tidak dapat pengalaman bekerja di kota besar San!" Betul, saya akui seringkali minder juga bila bertemu dengan teman-teman yang bekerja di kota besar, dengan gaya mereka yang borjuis, cara bicara mereka yang cepat dengan topik terkini, saya merasa seperti orang udik.Â