Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Manajemen Amarah

23 Desember 2017   10:29 Diperbarui: 23 Desember 2017   10:50 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Marahlah pada orang yang bersangkutan dan hanya kepada dia saja. Jangan melebar ke orang-orang lain yang tidak ada hubungannya, bahkan dibawa pulang sampai ke rumah, berlanjut marah kepada orang-orang di rumah.

Where

Pilihlah tempat yang privat di mana Anda bisa melokalisasi amarah tersebut tanpa menjadikannya tontonan public. Tidak perlu mengumbar amarah Anda untuk mengintimidasi orang yang Anda marahi atau orang-orang di sekitar.

How

Marahlah untuk tujuan yang sehat dan baik. Anda perlu marah untuk melepaskan emosi dalam diri Anda, agar orang lain tahu apa yang Anda rasakan dan agar mereka bisa memperbaiki segala sesuatu agar hal yang membuat Anda marah tidak terulang lagi di masa depan. 

Semua ini bisa dibicarakan baik-baik, tidak perlu dengan kata-kata kotor atau binatang, apalagi dengan kekerasan fisik. Marahlah sampai Anda merasa lega, Anda bisa memukul bantal atau berteriak di ruang kedap suara. Sesudah Anda merasa tenang, kembalilah beraktivitas seperti biasa, tidak perlu melebih-lebihkan alias lebay. Yang sudah selesai, selesai.

Mudah sekali bagi saya untuk menyampaikan hal ini seakan-akan saya sudah ahli mengendalikan amarah saya. Kenyataannya saya masih bermasalah dalam hal ini tetapi bukan marah yang meledak-ledak. 

Saya justru tidak bisa menyampaikan amarah saya ke luar. Saya memendam semuanya di dalam, hanya menegur ringan kepada orang yang membuat saya marah, tetap tersenyum, padahal dalam hati membara. Bila sudah tak tertahankan, saya hanya bisa menangis. Ini juga bukan manajemen amarah yang sehat. 

Saya menumpuk kemarahan saya, tidak menyampaikannya kepada orang yang bersangkutan, tidak menyalurkannya melainkan menekan dan mengacuhkan rasa marah saya, sampai suatu saat tiba-tiba saya tidak mau lagi bicara dengan orang tersebut dan orang itu saya tinggalkan menganga kebingungan kenapa tiba-tiba saya menjauh.

Saya tidak pernah diajari tentang bagaimana caranya mengelola amarah saya, bahwa saya boleh dan wajar untuk marah, tetapi ada caranya, ada aturannya. 

Saya hanya dilatih untuk menjadi perempuan yang sabar dan murah senyum. Saya yakin pembaca semua juga tidak ada yang pernah diajari tentang manajemen amarah. Padahal persoalan ini harus diajari sejak kecil, dilatih terus-menerus, sejak anak mulai tantrum karena pada dasarnya tantrum adalah amarah yang tidak bisa dikendalikan. Di masa dewasa, tantrum ini menjadi tindakan anarki, tindakan kekerasan bahkan pembunuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun