Bayangkan sebuah pertandingan tinju antara dua pendekar energi: Filipina dan Indonesia. Keduanya sedang berjuang menyediakan listrik untuk ratusan juta warganya, tapi dengan strategi yang sangat berbeda. Filipina memilih jalur liberalisasi, sementara Indonesia tetap setia dengan monopoli PLN meski sebenarnya tidak sepenuhnya monopoli. Tapi bagaimana jika keduanya bersinergi dalam payung kerja sama energi ASEAN? Dan bagaimana potensi energi terbarukan mereka serta keberadaan Wilayah Usaha Tenaga Listrik (Wilus) dan Independent Power Producers (IPP) di Indonesia memainkan peran besar dalam visi ini?
Filipina: Bebas Tapi Terkekang
Filipina memulai liberalisasi sektor listriknya pada 2001 melalui EPIRA (Electric Power Industry Reform Act). Tujuannya mulia: memprivatisasi pembangkit listrik, mendorong kompetisi, dan menurunkan tarif listrik. Namun, kenyataannya justru melahirkan oligopoli, dengan tarif listrik yang tinggi dan infrastruktur energi yang belum memadai.
Di sisi lain, Filipina sebenarnya punya potensi besar di sektor energi terbarukan. Negara ini adalah salah satu pemimpin dunia dalam energi panas bumi, menempati peringkat ketiga secara global dalam kapasitas terpasang. Selain itu:
- Tenaga Angin: Filipina memiliki potensi hingga 76 GW, terutama di wilayah Luzon dan Visayas. Proyek seperti Burgos Wind Farm (150 MW) sudah menunjukkan komitmen negara ini dalam memanfaatkan energi angin.
- Tenaga Surya: Dengan lebih dari 2.000 jam sinar matahari per tahun, Filipina menargetkan kapasitas energi surya sebesar 15 GW pada 2030.walaupun ada penghambat disektor ini dikarenakan filipina sering sekali terkena bencana tornado/taufan yang bisa sangat merusak infastrukture pembangkit tenaga surya ini.
- Energi Laut: Sebagai negara kepulauan, Filipina juga mengeksplorasi teknologi pembangkit listrik tenaga arus laut dan gelombang, yang berpotensi besar tetapi masih dalam tahap awal pengembangan.
Namun, kurangnya infrastruktur dan investasi membuat potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Indonesia: Raksasa dengan Cadangan Energi Terbarukan dan Sistem yang Terbuka
Indonesia adalah "raksasa tidur" dalam energi terbarukan. Sebagai negara kepulauan dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi luar biasa di sektor energi bersih:
- Tenaga Panas Bumi: Indonesia adalah pemimpin dunia dengan kapasitas terpasang lebih dari 2,3 GW, dan total potensi mencapai 23,9 GW, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa.
- Tenaga Air: Potensi tenaga air Indonesia diperkirakan mencapai 75 GW, namun baru sekitar 10% yang dimanfaatkan.
- Tenaga Surya: Dengan intensitas matahari tinggi sepanjang tahun, Indonesia memiliki potensi energi surya hingga 207,8 GW, tetapi kapasitas terpasang masih di bawah 1 GW. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pemanfaatan energi surya saat ini baru mencapai sekitar 0,15 GWp atau sekitar 0,07% dari total potensi yang ada.
- Tenaga Angin: Meski terbatas, Indonesia memiliki potensi angin di wilayah NTT, Sulawesi, dan Kalimantan yang mencapai 60 GW.
Namun, Indonesia tidak hanya mengandalkan potensi alam tersebut. Negara ini juga memiliki dua elemen penting dalam sektor energi yang memberikan kontribusi besar terhadap ketahanan dan distribusi listrik:
Wilayah Usaha Tenaga Listrik (Wilus)
Wilayah Usaha Tenaga Listrik (Wilus) adalah area yang diberikan oleh pemerintah kepada badan usaha atau perusahaan swasta untuk mengelola penyediaan tenaga listrik, terutama di daerah yang tidak tercakup oleh PLN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012, wilayah usaha ini dirancang untuk menciptakan kompetisi yang sehat di sektor energi dan memastikan bahwa kebutuhan listrik daerah tertentu bisa terpenuhi.
Melalui Wilus, perusahaan swasta atau daerah memiliki kesempatan untuk mengembangkan infrastruktur kelistrikan di wilayah yang mungkin tidak efisien untuk dikelola oleh PLN, seperti daerah-daerah terpencil atau pulau-pulau kecil. Dengan demikian, Wilus membantu mengurangi ketergantungan pada PLN sebagai satu-satunya penyedia listrik, menciptakan lebih banyak pilihan untuk masyarakat.