"Menurut opini ku ya, kenapa orang tuamu memberikan nama itu kepadamu. Karena orang tuamu ingin melihatmu seperti langit diatas sana. Langit biru, langit biru yang cerah walaupun langit akan berubah menjadi mendung lalu hujan seperti perasaan kita ketika dirundung sebuah masalah hidup yang sangat pahit kenyataannya namun percayalah langit gelap akan berlalu dan akan ada masanya kamu akan diselimuti sebuah kebahagiaan yang tiada taranya".
"MasyaAllah abangku ini bisa saja hahaha".
"Apasih yang engga untuk kamu hahahah"
"Iwwwhhh hahahaa"
Dengan percakapan dan candaan kecil seperti itu aku merasa bahwa aku tidak sendirian memiliki seseorang yang berharga untuku dan hidupku pun terasa lebih berwarna. Sekitar setengah jam kami berbincang-bincang ditengah lapangan yang keadaannya adem itu. Kami memutuskan untuk pulang, nostalgia tentang masa SMAnya sudah cukup. Kamipun berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor, sembari berpamitan ke pa usep. Helm dikenakan, kunci dimasukan, mesin dinyalakan, kamipun langsung berangkat untuk kembali. Dalam hati aku merasa entah mengapa motor ini melaju dengan kencang tidak seperti biasanya.
"Dik pelan-pelan bawa motornya".
"Udah biar cepet sampe aman ko tenang".
Motor yang kami naiki semakin kencang melewati mobil-mobil dijalan. Tiba-tiba sebuah truk belok dengan tiba-tiba. Brukkkk!!, motor yang kami naiki terhempas lalu kami terlempar dari motor. Aku hanya mengalami luka-luka ringan, namum Dika mengalami pendarahan cukup banyak. Akupun langsung meminta pertolongan ke sekitar, lalu langsung menelepon ambulan. Dika langsung dibawa ke ruang IDG(Instalasi Gawat Darurat). Tak henti-hentinya aku memanjatkan doa untuk keselamatannya, dalam hati ku berdoa ya Allah tolong sembuhkanlah dia. Jangan dulu kau panggil dirinya ya Allah.
Bersambung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI