Novel Baswedan kembali menunjukkan tajinya dengan menyelamatkan muka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengkomandani penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Setelah dirundung berbagai isu buruk yang menimpa KPK selama ini, di tangan Novel KPK kembali menunjukkan taringnya. KPK menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap terkait perizinan tambak, usaha , dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Uniknya media sosial bukan meramaikan isu korupsi tetapi meramaikan mantan menteri Susi Pudjiastuti untuk kembali menjadi menteri. Isu korupsi tersebut mendadak beralih pada isu 4 kebijakaan yang menjadi saat kontroversial di antara Susi Pudjiastuti dan Edhy Prabowo. Salah satunya adalah masalah penenggelaman kapal dan larangan ekspor benik benur udang yang dihapuskan.
Uniknya yang dipertentangkan adalah 4 kebijakan menteri baru dan mantan menteri. Padahal Presiden sebagai atasannya sama. Dimanakah posisi Presiden, menghadapi Susi dan Edhy  dalam 4 kebijakan kontroversi itu ? Benarkah hal itu merupakan perbedaan pendapat Susi vs Edhy dan Jokowi ?
Selama menjabat, menteri Edhy melakukan 4 Kebijakan yang kontroversial. Edhy kembali membuka ekspor benih lobster Pada era Susi Pudjiastuti, terbit Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Â Edhy juga mengganti beleid era Susi Pudjiastuti yang mencantumkan larangan penggunaan cantrang. Â Menteri Edhy juga melakukan Pencabutan batasan ukuran kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/Pl.410/D4/31/12/2015 tentang pembatasan ukuran GT kapal perikanan pada surat izin usaha perdagangan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin kapal pengangkut ikan.
Pencabutan itu tertuang dalam Surat Edaran nomor B.416/DJPT/Pl.410/IX/2020 yang disampaikan KKP kepada para pelaku usaha perikanan tangkap. Aturan batasan ukuran kapal tersebut merupakan peninggalan Menteri KP 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Saat itu, Susi mengeluarkan aturan yang melarang kapal di atas 150 GT untuk menangkap ikan di perairan ZEE. Alasan Susi saat itu, kapal ikan 150 GT akan membuat eksploitasi ikan secara berlebihan di perairan Indonesia. Pelarangan kapal penangkap ikan besar juga dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil.Â
Menteri Edhy juga meninggalkan kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan. Penghapusan hukuman penenggelaman kapal juga tengah jadi pertimbangan Edhy. Edhy mengatakan, kapal yang harus ditenggelamkan hanya kapal pencuri ikan yang melarikan diri saat disergap. Adapun kapal yang ditangkap dan perkaranya mendapat putusan hukum tetap lebih baik diserahkan kepada nelayan untuk dimanfaatkan. Menurut Edhy, semangat penenggelaman kapal adalah menjaga kedaulatan. Kebijakan itu baik, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki pengelolaan laut. Yang diperlukan saat ini adalah membangun komunikasi dengan nelayan, memperbaiki birokrasi perizinan, dan meningkatkan budidaya perikanan.
Kebijakan Kapal Susi yang 'Ditenggelamkan' Luhut dan Jokowi
Beberapa pengamat menyebut kebijakan penenggelaman kapal ditenggelamkan Luhut, JK dan Jokowi. Pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang melarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menyetop penenggelaman kapal pencuri ikan berbuntut panjang. Luhut memberi instruksi tersebut dalam rapat koordinasi tingkat menteri di bawah Kemenko Kemaritiman, Senin (8/1/2018) lalu. Pernyataan ini keluar setelah Luhut ditanya mengenai hasil evaluasi untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan. Â
Wapres JK mengaku sepakat dengan instruksi Luhut yang memoratorium penenggelaman kapal. Menurut JK, ada baiknya kapal-kapal itu diberikan kepada nelayan atau kelompok usaha nelayan. Â Presiden Jokowi usai membuka rapat kerja nasional agraria dan tata ruang 2018, Rabu (10/1/2018), menyatakan dirinya pernah meminta Susi untuk lebih berkonsentrasi meningkatkan industri pengolahan ikan berorientasi ekspor.Â
Beberapa pernyataan yang sangat bertentangan tersebut maka muncul istilah usil para pengamat bahwa "Kebijakan Kapal Susi yang 'Ditenggelamkan' Luhut dan Jokowi". Tampaknya kekerasan bu Susi berani berbeda pendapat dengan Presiden, Wapres dan Menko Kemaritiman inilah yang diduga alasan utama penggeseran menteri Susi. Padahal menteri Susi adalah menteri paling favorit dan dianggap paling berhasil oleh masyarakat.
Susi vs Edhy dan Presiden ?
Yang menarik sebenarnya bukan sekedar memperdebatkan siapa yang benar dan yang salah dalam penetapan 4 kebijakan kontroversial tersebut.
Tetapi keunikan perbedaan pendapat di dalam pemerintahan Presiden yang sama. Selama pemerintahan Jokowi-JK, Susi secara tegas melarang praktik ekspor benih udang. Hal itu tertuang melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster, yang melarang perdagangan benih lobster dan lobster berukuran kurang dari 200 gram ke luar negeri. Sementara di era pemerintahan Jokowi-Maruf, aturan larangan ekspor benur dicabut oleh menteri Edhy melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.Â
Hal inilah yang memicu kontroversi luar biasa di antara tokoh masyarakat, ormas, nelayan dan masyarakat umum. Pertentangan tersebut selalu mempertentangkan posisi Susi vs Edhy. Tampaknya tidak ada yang mempermasalahkan posisi presiden  saat itu. Padahal seperti diketahui bahwa presiden selalu berulang mengingatkan bahwa tidak ada misi menteri yang ada adalah misi presiden. Tetapi uniknya rekam jejak digital menunjukkan bahwa presiden selalu berdiri pada posisi yang berbeda dan seperti dibuat netral atau mengambang.
Ketika muncul 4 kebijakan penting tetapi punya muatan kontroversi yang sangat mendasar tersebut presiden  seringkali tidak menunjukkan sikap yang tegas . Jokowi tidak pernah mengeluarkan sikap tegas apakah mendukung atau menolak kebijakan menteri Susi atau menteri Edhy. Setiap pernyataan presiden tentang kontroversi itu sangat mengambang dan multi tafsir. Menganggap kebijakan menteri Susi baik, tetapi mendukung kebijakan menteri Edhy tidak salah. Tetapi faktanya 4 kebijakan menteri Edhy tersebut bisa terus berjalan. Hal itu mudah diartikan bahwa Presiden mendukung penuh kebijakan menteri Edhy.
Bila dilihat dari sisi hukum pemerintahan, ketika kebijakan menteri yang kontroversial terus berjalan mulus , hal itu berarti disetujui sepenuhnya oleh presiden. Karena sistem pemerintahan Indonesia adalah kabinet presidensiil. Mungkin ini salah satu alasan mengapa menteri favorit rakyat Susi Pudjiastuti digeser oleh meteri Edhy. Karena, selama ini banyak kebijakan Susi yang merakyat demi kepentingan nelayan dan bangsa ternyata tidak didukung sepenuhnya atasannya.
Perseteruan perbedaan pedapat 4 kebijakan antara Susi vs Edhy adalah gambaran utuh pola pikir dan sikap presiden yang selama ini tidak ditampakkan. Perbedaan pendapat antar menteri dan mantan menteri mungkin juga gambaran pemahaman dan ketidakkonsistenan Presiden dalam menghadapi 4 kebijakan kontroversial yang sama sama di bawah kepemimpinan Presiden yang sama.
Fenomena penting itulah yang akan segera menjawab keinginan banyak nitizen agar menteri Susi untuk kembali masuk kabinet. Menteri paling favorit itu ramai ramai dituntut  kembali ke kabinet mengganti menteri Edhy untuk segera berkiprah kembali. Susi banyak dituntut untuk segera menenggelamkan kapal pencuri ikan asing, penenggelaman kebijakan ekspor benih udang dan menenggelamkan 2 kebijakan kontroversial lainnya. Tapi tampaknya keinginan  para nitizen akan sia sia. Para nitizen  tersebut tidak menyadari bahwa menteri susi sebelumnya telah ditenggelamkan dulu oleh presiden, wakil presiden dan menko kemaritiman. Bila Susi menjabat menjadi menteri lagi sangatlah lucu dan memalukan institusi presiden. Bila Susi menjabat menteri lagi pasti akan menggantikan semua kebijakan yang dirubah Edhy. Bila hal ini terjadi maka presiden dianggap  plin plan,tidak punya sikap sendiri dan selalu bersembunyi dibalik kebijakan menterinya.
Fenomena keunikan posisi presiden ditengah perbedaan kebijakan yang sangat tajam antara Susy dan Edhy tampaknya mengingatkan akan pendapat John F. Kennedy yang mengatakan bahwa "Upaya dan keberanian tidak cukup jika tanpa tujuan dan arahan. Ternyata "Bertanggung jawab itu bukan hanya untuk apa yang kita lakukan, tapi juga untuk apa yang tidak kita lakukan."
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H