Tetapi uniknya Perppu yang direncanakan Presiden itu kemudian dibantah sendiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.Â
Wiranto seperti dikutip dari replubika.com menyebutkan, telah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI untuk segera menyelesaikan Revisi Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Terorisme. Pembahasan Revisi UU yang berjalan selama dua tahun ke belakang itu akan segera diselesaikan, sehingga tak perlu dibentuk peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu).Â
Bukan hanya di kalangan intern pemerintah dan elit politik, ternyata di media sosial perdebatan lebih panas dan lebih ganas. Saling tuding dan saling serangpun terjadi. Bahkan meme politik dan isu politikpun jadi berseliweran. Seorang buzer partisan politikpun gencar menggempur lawan politiknya dengan menuding dan mengatakan bahwa "PKS, Gerindra, PBB dan PAN partai yang memperlambat RUU Terorisme, kita tahu siapa mereka sebenarnya, jangan dipilih lagi."Â
Bahkan nama nama seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah, elit Parpol PKS, PAN dan Ketua Pansus Muhammad Syafiipun jadi bintang medsos untuk dituding sebagai biang penundaan RUU terorisme. Para partisan politik ini tidak sadar akal sehatnya dipengaruhi aksi teror bom Surabaya. Rasiopun tidak bisa berpikir normal.Â
Bukankan RUU Teroris itu bisa lolos tidak ditentukan satu dan dua orang, tetapi ditentukan oleh suara semua anggota DPR, pandangan komisi, sikap fraksi dan kesepakatan pemerintah. Bukankah suara mayoritas saat ini di DPR adalah pendukung pemerintahan ? Bukankah mereka bisa memuluskan Perpu Ormas tetapi tidak mampu memuluskan perdebatan RUU Terorisme ?
Pemerintah Yang Menunda ?
Ternyata mengejutkan, tudingan bahwa DPR sebagai biang molornya RUU Terorisme dibantah tidak benar. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan parlemen sebenarnya telah merampungkan pembahasan dan siap mengesahkan RUU Terorisme pada masa sidang yang lalu, namun pemerintah meminta penundaan."Karena belum ada kesepakatan soal definisi terorisme. Begitu definisi terorisme terkait motif dan tujuan disepakati, RUU tersebut bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang," kata Bambang seperti dilansir CNN, Senin (14/5). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah segera menentukan definisi terorisme dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme).
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii juga mengatakan hal yang sama dengan ketua DPR bahwa semua pembahasan telah disepakati kecuali masalah definisi yang belum bisa ditentukan pemerintah. Ternyata masalah penundaan itu karena pemerintah menunda karena belum sepakat definisi terorisme.
RUU Terorisme sempat menjadi kontroversi. Di antaranya adalah pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dan penempatan terduga teroris di lokasi tertentu selama enam bulan. RUU itu sendiri telah disepakati pemerintah bersama parlemen untuk dibahas sejak awal 2016 atau pascabom Thamrin, 14 Januari 2016.
Bebrapa pengamat mengungkapkan definisi terorisme merupakan persoalan sensitif dan mendapat perhatian serius. Sehingga perlu ada definisi dalam aturan perundang-undangan untuk orang atau tindakan yang dapat disebut terorisme.Â
Semua rakyat harus tahu, siapa yang disebut teroris itu. Tidak boleh aparat manapun di negara ini mengatakan seseorang itu teroris, kalau belum ada klausul atau definisi hukjm yang terpenuhi terhadap orang itu disebut teroris.Â