Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bom Surabaya Saling Tuding RUU Terorisme, DPR Lambat atau Pemerintah Menunda?

15 Mei 2018   07:08 Diperbarui: 15 Mei 2018   11:37 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap ada bom terorisme meledak maka bukan hanya lokasi bom yang timbul kepanikan. Tetapi masyarakat, penegak hukum dan pemerintahpun terseret ikut jadi heboh. Seperti biasa setelah terjadi bencana besar, tidak ada ksatria yang muncul untuk mengakui kelengahannya. Tetapi semua merasa jadi pahlawan yang benar, sehingga semua tangan mulai rajin menunjuk siapa yang salah dan bertanggung jawab. 

Ketua Nasdem Surya Palohpun menambah suasana menjadi panas ketika mengatakan bahwa terjadi kelalaian besar pada aparat keamanaan dan intelejen. Tetapi Kapolri dan Presiden tidak kalah cepat dengan menuding RUU Teroris jadi biangnya, bahkan akan mengancam menerbitkan Perppu. Tetapi Ketua DPR dan ketua pansus RUU Terorisme tak mau disalahkan dan menampiknya, dengan mengatakan bahwa sebenarnya DPR telah merampungkan pembahasan tetapi pemerintah yang ingin menunda. Rakyat yang sedang panikpun menjadi lebih bingung. Manakah yang jujur dan yang benar?

Desakan penyelesaian RUU Terorisme kembali menjadi ramai dan menjadi kambing hitam ketika muncul peristiwa teror bom di tiga gereja, bom di Maporestabes Surabaya dan bom di Rusunawa Sidoarjo dalam waktu beruntun dalam 24 jam. 

Sepanjang sejarah aksi teror di Indonesia, tampaknya kasus bom Surabaya paling membuat panik karena beruntun dalam lima tempat berbeda dan waktu yang berbeda dalam sehari secara beruntun. Meski pemerintah dan rakyat berteriak kita tidak takut, tetapi secara di bawah sadar mengalami kepanikan yang ditampakkan dari berbagai komentar dalam dunia media sosial yang dipenuhi umpatan, saling menyalahkan, saling menuding dan saling mencari kambing hitam. Kepanikan psikologis masa itu adalah hal yang wajar, karena teror yang dilakukan para teroris itu demikian dahsyat dan beruntun itu memang merupakan perang psikologis.

Menurut Patrick J Kenedy, "Terorisme adalah peperangan psikologis. Teroris mencoba memanipulasi kita dan mengubah perilaku kita dengan menciptakan ketakutan, ketidakpastian, dan perpecahan dalam masyarakat". 

Saat ini telah terjadi. Bom Surabaya membuat media masa dan media sosial dibanjiri perilaku saling mengumpat, saling menyalahkan, menyindir ajaran agama dan menyinyiri antar umat beragama dan sesama agama. 

Masyarakat dan pemangku kebijakan tidak sadar bahwa emosinya sedang dipermainkan teroris untuk saling menyalahkan. Semua pihak yang terkait merasa paling benar dan mencari kesalahan pihak lainnya. Apalagi memasuki tahun politik ini, maka isu terorisme dijadikan peluru untuk menembak lawan politiknya menjadi perseteruan tingkat tinggi dan menjadi pedebatan jalanan yang tidak berkualitas.

Saling tuding itu diawali oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyayangkan ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur. Peristiwa itu dinilai kebobolan bagi aparat keamanan dan intelijen. "Jelas ini bukan hanya kecolongan, kelalaian besar sudah ini," kata Surya Paloh di Banda Aceh, Aceh, seperti dikutip metronews.com Minggu, 13 Mei 2018. Maka pendapat tokoh politik pndukung pemerintah itu membuat beberapa pihak meradang.

Presiden Jokowipun dan Kapolri juga tidak kalah sigap dengan menuding RUU Terorisme jadi kambing hitamnya. Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan cepat meminta DPR segera menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang No 15/2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jika DPR tak sanggup, Tito meminta Presiden Joko Widodo langsung mengambil sikap. 

Tito berharap Jokowi mau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Antiterorisme. Jokowipun dengan cepat merespon bahkan juga menegaskan dan mengancam akan segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait tindak pidana terorisme. 

Perppu disebutnya akan dikeluarkan jika hingga akhir masa sidang DPR pada Juni nanti, DPR belum juga merampungkan revisi UU Antiterorisme tersebut. "Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan Perppu," kata Jokowi sepertindilansir Replubika.com Senin (14/5).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun