Saya imbau kepada orang-orang yang baik dari sisi pro-Jokowi atau anti-Jokowi, kita nggak boleh manipulasi bantuan," kata Syahganda. Tetapi benarkah tuduhan tuduhan tersebut, rakyat cerdas yang akan menilai.
Tragisnya Komariyah ibu korban yang baru ditinggal mati suaminya itu mendatangi Bareskrim Polri. Si Ibu tidak didampingi para elit politik seperti saat mendampingi ibu berkaos tagar. Sambil menjerit dan menangis histeris, meminta agar Presiden Joko Widodo turun tangan mengusut kasus kematian anaknya yang meninggal saat berdesak-desakan. "Saya orang kecil, saya orang miskin. Tolong agar jangan berhenti diusut tuntas.Â
Kasihan saya Pak Presiden, saya orang kecil," kata ibu korban di Bareskrim Polri, Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (2/5). Tragisnya, meski sudah mengorbankan nyawa dengan terinjak injak dalam antrian, ternyata sembako yang diburu belum didapatkannya. Saat sebelum ajalpun si anak dengan memelas minta makan pada ibunya, karena dari pagi belum sarapan. Tapi ibu tidak kuasa memberikan makanan siang pada anaknya.
Ibu berkaos Tagar Heboh
Uniknya berita tewasnya dua anak malang itu beritanya hampir tertutupi oleh kasus Ibu berkaos #diasibukkerja. Saat menyikapi ibu berkaos itu, para tokoh nasional seperti JK, Mahfud MD, Menteri Wiranto, dan para elit politik pendukung pemerintah dan artis atau rakyat para pendukung penguasa lainnya langsung bereaksi keras, cepat dan berlebihan. Dengan cepat dan emosi tinggi langsung bak manusia paling suci memvonis pelaku sebagai tindakan biadab, barbar, persekusi, tindakan memalukan, intimidasi atau kejahatan politik besar lainnya.Â
Bahkan Mahfud MD di twitter dengan geram mengatakan menangis hatinya melihat tindakan itu. Para politisipun dengan semangat bak pendekar keadilan mengantar seorang ibu yang berubah berkerudung ke polisi untuk memproses hukum kehajatan politik di bundaran HI itu. Menko Polkampun bak menteri yang paling peduli keadilan segera dengan cepat dan tegas agar kasus itu harus diselesaikan dan polisi segera bertindak. Hampir semua elit politik pendukung pemerintah berteriak keras bahwa pelaku harus segera diadili.Â
Ternyata, artis komedian Ati Kritingpun mengatakan bahwa pelaku melakukan tindakan barbar. Ustadz abu Janda dalam video pendeknya mengatakannlabih anehnlagi bahwa tindakan itu bentuk terorisme. Bukan hanya berbagai komentar dan hujatan di medis sosial bertebaran bahwa pelaku kipas kipas duit tindakan biadab, vandalisme, premanisme, tindakan memalukan, persekusi, anti Pancasila, radikal, dan berbagai kejahatan besar lainnya.
Indonesia Jadi Senyap
Tetapi ternyata ketidak keadilan sosial dan hukum itu bukan hanya milik penguasa. Para tokoh nasional, pejabat dan elit parpol dan para pendukung penguasa itu sekejap mendadak menutup mata dan telinga ketika ada dua anak Indonesia meninggal sia sia karena keteledoran panitia. Media masa mainstream baik media cetak dan telivisi pendukung kelompok tertentu berubah berbalik arah. Media tersebut yang setiap hari dan setiap jam rajin sekali mengangkat isu intimdasi ibu berkaos secara berlebihan, berubah jadi bungkam. Hanya televisi TVOne saja yang dengan cermat dan tajam mengupas kasus yang tidak berkeadilan itu hingga dalam. Mengapa media mainstream jadi senyap ?
Bukan hanya itu, Polisipun dengan cepat dan terburu buru sudah memastikan bahwa korban bukan peserta yang ikut pembagian sembako. Keanehan demi keanehan pun terjadi. Mengapa mereka begitu cepat dan garang memvonis pelaku biadab, barbar, radikal, anarkis dan pelaku kejahatan politik terbesar dan kata yang menyeramkan. Tetapi mendadak bisu saat nyawa 2 anak Indonesia yang lemah dan tidak berpunya bergelimpangan.Â
Mana rasa amarah dan tangisan mahfud MD ? Mana perintah menkopolkam agar panitia pelaksana segera diproses polisi ? Mana emosi para artis dan manusia pendukung manusia yang pernah berteriak kencang tentang bar bar dan biadab itu ? Umat menanti hujatan dan twitter yang garang itu ? Umat menunggu hujatan ustadz Abu Janda yang berteriak paling keras itu ? Mereka semua mendadak diam, tiarap dan menutup mata, mulut atau telinga rapat rapat. Mereka semua mendadak lidahnya jadi kelu tidak berucap sedikitpun. Tangannya jadi kaku tidak berani menyentuh keyboard sedikitpun untuk berkomentar mengkritisi keteledoran pelaku dalam melindungi hak anak di medsos. Mengapa mereka semua jadi senyap, saat seorang janda separuh baya yang ringkih tidak mampu melindungi anaknya yang kemah dalam berebut keganasan manusia Jakarta yang kelaparan  berburu sembako yang tidak seberapa itu.
Tampaknya politik telah merasuki kepala manusia Indonesia demikian hebat. Sehingga otak manusia terbelah jadi berstandard ganda. Saat pelaku adalah kaum yang berseberangan dengan penguasa, maka emosi dan amarah terbakar berlebihan dihunjamkan. Tetapi jika pelaku adalah kelompok pendukung penguasa, maka mata hati, telinga dan mata jadi tertutup kabut tebal dan sangat tebal. Ketika pelaku berbeda keyakinan politik, setiap hari twitter bercuit kencang. Tetapi saat tahu pelaku adalah sama idola politiknya maka jagad medsos jadi sunyi senyap komentar. Saat ketua panitia kegiatan itu adalah mantan Tim Relawan Jokowi maka twitter dan FBpun jadi bisu.