Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Rakyat Cerdas Tersihir Elektabilitas

25 April 2018   08:18 Diperbarui: 25 April 2018   09:03 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rocky Gerung katakan hari ini Elektabilitas adalah kata yang paling tidak ada gunanya, kata yang telah mengalami inflasi dan rakyat sedang dijajah data dari surveyor. Ternyata RoGer mungkin benar survey saat ini banyak mengecoh rakyat. Survey Kompas terakhir misalnya, menunjukkan Jokowi elektabilitasnya tinggi tetapi saat berpasangan Jokowi-Gatot kalah dengan Prabowo-Gatot. Tetapi uniknya hasil survey berpasangan itu tidak diungkapkan di publik.”

Saat ini otak manusia Indonesia setiap saat dijejali data elektabilitas calon pemimpin yang dicekokin media padahal pemilihan akan terjadi setahun lagi. Setiap membuka facebook atau medsos lainnya pikiran nitizen dipenuhi kehebatan angka angka elektabilitas calon pemimpinnya. Rakyat yang mengaku cerdaspun banyak katakan bahwa elektabilitas adalah data ilmiah yang harus dipercayai.

Tanpa rakyat diajarkan bagaimana cara memahami sebuah survey ? Bagaimana memahami metodologi, analisa statistik, jumlah variabel, jumlah atau pemilihan sampel, margin of error dan bahasa statistik yang memusingkan kepala ? Tanpa tahu bagaimana jenis pertanyaan responden, karena bila berbeda pertanyaan maka kesimpulannya akan berbeda pula memaknainya.

Tanpa tahu siapa pelaku dan siapa pendana dibalik surveyor? Apakah survey pesanan, apakah dia konsultan politik ataukah dia seorang akademisi independen yang jujur dan tulus. Bila hal itu tidak dipahami dengan baik, maka survey elektabilitas dapat menyihir kecerdasan rakyat sebagai alat penipuan yang canggih di era modern ini. Inilah yang menunjukkan banyak fakta bahwa eletabilitas para cagub dan cawagub yang elektabilitasnya tinggi dapat berguguran saat pemilihan sedang berlangsung. Data ilmiah elektabilitaspun ternyata bisa menyihir dan mengecoh manusia yang mengaku cerdas di Indonesia.

Tetapi bagaimanapun seorang ilmuwan harus percaya bahwa survey dan elektabilitas adalah data ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi dan cerdas akan mudah menganalisa dan mendiskusikan hasil survey dengan benar dan tepat. Data ilmiah itu bila digunakan secara benar dapat digunakan sebagai penyusunan rencana strategi politik sebuah parpol atau calon pemimpin. Tetapi seseorang yang tidak memahami cara menilai menggunakan data ilmiah itu maka akan tertipu dan terkecoh. Bahkan manusia cerdas indonesiapun banyak tertipu.

Tetapi ketika survey dan elektabilitas pemimpin tidak dipahami sepenuhnya maka rakyat akan tertipu. Manusia Indonesia meski sering mengaku cerdas sering tertipu konsultan komunikasi politik para calon pemimpin yang sangat hebat. Para konsultan ini ternyata bisa membuat busuknya ikan yang bisa menjadi bau kasturi. Konsultan profesiomal itu bisa membuat wajah peyot kakek menjadi wajah mulus perjaka tampan.

Konsultan komunikasi yang pintar itu bisa membuat seorang penipu, tidak pernah menepati janji, munafik, borjuis dan kapitalis tetapi menjadi seorang yang jujur, sederhana, merakyat, amanah dan seorang sufi yang paling suci. Konsultan politik ini bisa memesan survey pada para surveyor agar menjaga nilai kehebatan kliennya di mata publik.

Hal inilah yang mungkin membedakan mengapa lembaga survey tertentu menyebut elektabilitas Jokowi 36% tetapi lembaga survey lainnya menyebut 54%. Tetapi pata surveyor berkilah mereka berbeda metodologi, berbeda pertanyaan atau berbeda penentuan sampel. Justru perbedaan inilah ternyata rawan bisa diatur ketika ingin mendapatkan hasil yang diinginkan

Mengapa survey elektabilitas tidak dipercaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun