Puisi Tujuh. Wahai Bapak Ahok yang "super kuat" dan gagah berani. Kekuatan dukungan RI-1, para orang kuat ekonomi negeri, hamba hukum dan media. Jangan semena digunakan hancurkan kewibawaan alam dan ketentraman budaya pribumi. Seharusnya dengan kekuasaan Bapak yang luar biasa itu, bangunlah indahnya pantai Jakarta dengan cara yang bersahabat dengan alam dan demi kenikmatan rakyat yang tidak pernah nikmati indahnya pantai
Puisi Delapan. Ketahuilah Bapak Ahok yang terhormat, dalam pencitraan dan arogansi menggunakan komoditas isu rasisme yang Bapak terus gaungkan. Justru banyak tokoh kaum bapak takut akan karma dan bencana bagi amuk minoritas. Maaf Bapakku, Bapak mungkin harus belajar banyak dari kesantunan para minoritas di perkampungan rakyat yang telah membumi dan sudah menjadi anak kandung bumi pertiwi.
Puisi Sembilan. Pahamilah wahai Bapak Gubernur yang bijak. Jangan bermimpi membumikan Jakarta jadi Singapura dengan mengorbankan lestari alam dan singkirkan sederhananya insan pribumi. Leluhur bangsa ini tidak rela di masa depan generasi anak cucu betawi akan jadi turis asing bagi Jakarta yang sudah menjadi Singapura ke dua.
Puisi Sepuluh. Sadarlah Bapak Basuki Yang hebat. Keberanian dan arogansi Bapak masih dibutuhkan bangsa. Tetapi banyak orang bijak menilai mimpi besar dan ide cerdas Bapak sudah tercemari ketidakjujuran dan keperpihakan pada kaum tertentu yang berkedok kemakmuran masyarakat dan  modernisasi.
Sebesar apapun kekuatan di belakang Bapak. Bapak tidak bisa melawan kebesaran alam dan kebersatuan rakyat
Semoga "Bapak Ahok Saudara Kandung Kaum Pribumi" Yang terkenal hebat itu diberi hidayah untuk menjadi lebih membumi.
Bila tidak membumi, Bapak jangan marah ketika rakyat yang usil memberi gelar Bapak Reklamator Indonesia
Rakyat akan terus mendukung bila Bapak Ahok membumi
Â
 [caption caption="AHOK BASUKI CAHAYA PURNAMA"]
Salam dari salah satu rakyat Jakarta
 Mantan Pengagum Bapak
 W Judarwanto