Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Susu Formula Tidak Perlu Diumumkan?

9 Februari 2011   14:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:45 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/01442/baby_1442825c.jpg

Perlukah diumumkan ?

Pola pikir dalam memandang permasalahan ini tampaknya sedikit bergeser dan tidak fokus dalam esensi yang terpenting. Masalah terpenting dalam kasus ini mungkin bukan merek susu yang tercemar. Permasalahan sebenarnya adalah semua  produk susu bubuk komersial merek apapun memang bukan produk yang steril. Hal ini juga pernah dialami oleh negara maju seperti Kanada, Inggris, Amerika dan negara lainnya. WHO dan USFDA sudah menetapkan bahwa susu bubuk formula komersial memang tidak steril. Jadi bukan hanya produksi lokal saja yang beresiko tetapi produksi luar negeripun resiko terinfeksi bakteri tidak jauh berbeda.

Melihat beberapa fakta ilmiah  tersebut tampaknya berbagai pihak harus arif dan bijak dalam menyikapi kekawatiran ini. Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan dan BPOM harus menyikapi secara profesional dengan melakukan kajian ilmiah mendalam  baik secara biologis, epidemiologis, dan pengalaman ilmiah berbasis bukti (evidence base medicine). Berbagai elemen masyarakat seperti YLKI, Komnas Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Indonesia sebelum mengeluarkan opini sebaiknya harus mencari fakta dan informasi yang benar tentang masalah ini berdasarkan fakta ilmiah. Pihak pengadilan atau Mahkamah Agung seharusnya sebelum mengeluarkan keputusan yang sangat penting ini seharusnya melibatkan saksi ahli yang berkompeten dan kredibel. Keputusan yang salah dalam menyikapi masalah ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi. MA memerintahkan pihak terkait segera mengumumkan ke publik karena jika tidak maka akan mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat. Bila pemerintah harus mengumumkan susu berbakteri tersebut akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar dari pada dampak minimal susu berbakteri itu. Bayangkan bila susu formula berbakteri itu diumumkan maka semua orang tua yang mengkonsumsi itu akan sangat panik. Bahkan semua anak yang pernah mengkonsumsi susu tersebut maka orang tuanya akan panik dan cemas seumur hidup, bahkan bila ada sakit sedikit saja sudah menyalahkan susu yang dikonsumsinya dulu. Dan hal itu sudah terjadi, setipa kasus ini timbul di masyarakat selalu saja timbul gugatan bahwa anaknya sakit atau meninggal akibat susu formula. Sampai sekarang semua gugatan tersebut tidak ada yang terbukti satupun yang disebabkan karena bakteri E Saklazakii. Padahal fakta semua merek susu apapun sampai kapanpun tidak akan bebas bakteri. Dan lagi kalaupun tidak diumumkan selama ini tidak ada dampak yang terjadi, dan ini juga sesuai dengan fakta ilmiah. Dampak yang buruk dan berimplikasi yang luas, baik implikasi hukum, etika penelitian, sosial, dan medis. Kalau pemerintah atau Balai POM mengumumkan merek susu tersebut pasti akan membuat pabrik susu yang bersangkutan akan sekejap gulung tikar. Dampaknya lebih luar biasa, ratusan ribu bahkan jutaan manusia yang terkait dengan prduksi susu itu akan lebih sengsara. Belum lagi akan timbul dampak hukum baru bagi peneliti, dan pihak yang akan mengumumkan. Menurut etika penelitian selama bukan hal yang berbahaya atau mengancam nyawa manusia maka tidak boleh diumumkan secara luas obyek yang dijadikan bahan penelitian. Dalam kasus ini MA menganggap bahwa masalah susu berbakteri itu berdampak luas dan berbahaya bagi anak Indonesia. Ternyata fakta itu tidak sesuai dengan fakta ilmiah yang ada. Kalaupun merek tersebut diumumkan juga tidak akan menyelesaikan masalah. Belum tentu merek yang lain nantinya juga aman. Bila penelitian tersebut dilakukan setiap periode sangat mungkin ada lagi susu yang tercemar. Karena pada dasarnya susu bubuk komersial adalah produk susu yang paling gampang tercemar bakteri. Bukan tidak mungkin nantinya banyak produk susu lambat laun pasti tercemar bakteri. Bila hal ini terjadi dalam perjalanan waktu tidak mustahil semua susu akan dilaporkan tercemar.

Seharusnya pemerintah mengeluarkan rekomendasi bahwa memang susu komersial bukan produk steril seperti rekomendasi WHO dan USFDA.  Hal ini lebih beresiko lebih ringan, karena masyarakat akan lebih waspada dalam pencegahannya. Rekomendasi ini juga merupakan hal yang wajar karena di beberapa negara majupun hal ini sering terjadi. Sebaliknya bila susu bubuk komersial tetap dianggap aman, masyarakat tidak waspada atau lengah dalam proses penyajiannya. Selanjutnya tetap akan berdampak berbahaya pada anak yang kelompok tertentu yang beresiko terinfeksi. Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi tersebut adalah cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Pemanasan air di atas 70 oC, bakteri yang ada dalam susu akan mati.  Sedangkan pada anak yang beresiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat direkomendasikan dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji. Susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Ini mungkin merupakan suatu contoh kasus yang menunjukkan bahwa tidak semua  penelitian ilmiah harus diungkapkan secara vulgar tanpa memberi penjelasan yang lebih lengkap tentang kesimpuan yang ada dalam penelitian. Bila data penelitian tersebut diinterprestasikan berbeda dan digunakan untuk kepentingan tertentu yang berbeda maka akan merugikan masyarakat sendiri. Hal ini terjadi karena latar belakang pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang berbeda sehingga seringkali salah menginterpretasikan dalam sebuah kesimpulan penelitian. Sebenarnya masyarakat tidak perlu kawatir bila memang penelitian tersebut membahayakan bagi masyarakat maka pasti akan dibuha dan harus dibuka secara umum. Mungkin jalan tengahnya pemerintah dalam hal ini Depkes tidak perlu mengumumkan merek susunya tetapi mengumumkan bahwa pada dasarnya semua susu merek apapun toidak steril dan beresiko tercemar bakteri termasuk bakteri E Sakazakii. Tetapi masyarakat tidak usah cemas bakteri tersebut tisak berbahaya dan akan mati dalam air panas bersuhu 70 derajat Celsius. Tetapi bagi bayi prematur sebaiknya direkomendasikanm tidak menggunakan susu bubuk formula merek apapun, lebih aman susu cair instan.

Daftar Pustaka :


  1. Lai KK. Enterobacter sakazakii infections among neonates, infants, children, and adults. Medicine 2001;80:113-22.
  2. van Acker et al. Outbreak of necrotizing enterocolitis associated with Enterobacter sakazakii in powdered milk formula. J Clin Microbiol 2001;39:293-97
  3. Biering G et al. Three cases of neonatal meningitis caused by Enterobacter sakazakii in powdered milk. J Clin Microbiol. 1989 Sep;27(9):2054-6.
  4. Simmons et al. Enterobacter sakazakii infections in neonates associated with intrinsic contamination of a powdered infant formula. Infect Control Hosp Epidemiol 1989;10:398-401.
  5. Food and Agriculture Organization. 1994 Codex Alimentarius: code of hygienic practice for foods for infants and children. CAC/RCP 21-1979. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy.
  6. U. S. Department of Health and Human Services, U. S. Food and Drug Administration, April 11, 2002; Revised October 10, 2002.Health Professionals Letter on Enterobacter sakazakii Infections Associated With use of Powdered (Dry) Infant Formulas in Neonatal Intensive Care Units.
  7. “Invasive Enterobacter sakazakii Disease in Infants”, Emerging Infectious Diseases, Volume 12, Number 8–August 2006.
  8. World Health Organization, in collaboration with Food and Agriculture Organization of the United Nations.Safe Preparation, Storage and Handling of Powdered Infant Formula Guidelines” (2007)
  9. Enterobacter sakazakii and other microorganisms in powdered infant formula” Microbiological Risk Assessment Series 6, World Health Organization (2004).
  10. “Enterobacter sakazakii Infections Associated With the Use of Powdered Infant Formula—Tennessee, 2001”, JAMA. 2002; 287:2204-2205, Vol. 287 No. 17, May 1, 2002.
  11. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 51 (14): 297–300. Enterobacter sakazakii infections associated with the use of powdered infant formula–Tennessee, 2001″.
  12. Bowen AB, Braden CR. Invasive Enterobacter sakazakii disease in infants”. Emerging Infect Dis 2006;12 (8): 1185–9.
  13. Iversen C, Lehner A, Mullane N, et al. The taxonomy of Enterobacter sakazakii : proposal of a new genus Cronobacter gen. nov. and descriptions of Cronobacter sakazakii comb. nov. Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii , comb. nov., Cronobacter sakazakii subsp. malonaticus subsp. nov., Cronobacter turicensis sp. nov., Cronobacter muytjensii sp. nov., Cronobacter dublinensis sp. nov. and Cronobacter genomospecies 1. BMC Evol Biol 2007;7: 64.
  14. Iversen C, Lehner A, Mullane N, et al (2007). “The taxonomy of Enterobacter sakazakii: proposal of a new genus Cronobacter gen. nov. and descriptions of Cronobacter sakazakii comb. nov. Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii, comb. nov., Cronobacter sakazakii subsp. malonaticus subsp. nov., Cronobacter turicensis sp. nov., Cronobacter muytjensii sp. nov., Cronobacter dublinensis sp. nov. and Cronobacter genomospecies 1″. BMC Evol Biol 7: 64.
  15. Muytjens HL, Roelofs-Willemse H, Jaspar G. Quality of powdered substitutes for breast milk with regard to members of the family Enterobacteriaceae. J Clin Microbiol 1988;26:743–6.
  16. FDA. Recalls and Safety Alerts. Powder Product Recall. Available at http://www.fda.gov/oc/po/firmrecalls/meadjohnson03_02.html.
  17. The American Dietetic Association. Preparation of formula for infants: guidelines for healthcare facilities. Chicago, Illinois: The American Dietetic Association, 1991.


Dr Widodo Judarwanto SpA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun