Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan kepada beberapa pihak terkait untuk mengumumkan susu yang ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii (E Sakazakii). Meski beberapa laporan kasus bakteri Sakazakii berbahaya, tetapi sebenarnya sangat amat jarang dan tidak seberbahaya yang dibayangkan banyak orang. Bahkan di seluruh dunia sejauh ini belum pernah ada dilaporkan bayi sehat terkena infeksi ini, yang mudah terkena hanya bayi dengan tahan tubuh lemah seperti bayi prematur. MA memerintahkan pihak terkait segera mengumumkan ke publik karena jika tidak maka akan mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat. Tampaknya justru pengumuman susu berbakteri tersebut hanya menimbulkan keresahan masyarakat dan masalah baru yang jauh lebih hebat dampak sosialnya dibandingkan bahaya susu berbakteri yang sangat amat jarang.
Tampaknya gugatan dan keputusan MA harus dicermati lebih bijak secara imiah dengan memperhitungkan dampak sosial yang ditimbulkan. Karena sebenarnya menurut WHO (World Health Organization) dan USFDA (United States Food and Drug Administration) dari dulu hingga sekarang semua merek susu formula apapun banyak beresiko terdapat bakteri. Gugatan Pengacara David Tobing dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait susu formula mendesak Menteri Kesehatan (Menkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengumumkan nama-nama produsen susu formula yang mengandung enterobacter sakazakii. David mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap IPB, BPOM dan Menteri Kesehatan RI saat itu Siti Fadilah Supari pada 17 Maret 2008 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Inti gugatannya, keresahan David terhadap hasil penelitian yang dipublikasikan IPB.
Penemuan Bakteri
Penemuan para peneliti IPB pada tahun 2008 mengenai adanya E. sakazakii dalam susu formula anak-anak dan bubur bayi, cukup menghebohkan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 74 sampel susu formula, 13,5 persen di antaranya mengandung bakteri berbahaya tersebut. Seharusnya temuan peneliti IPB mungkin tidak terlalu mengejutkan. Karena, USFDA  telah melansir sebuah penelitian prevalensi kontaminasi susu di sebuah negara terhadap 141 susu bubuk formula didapatkan 20 (14%) kultur positif E. sakazakii. Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara sebenarnya WHO, USFDA  dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain termasuk BPOM yang menyebutkan bahwa susu bubuk komersial aman, karena semata berbeda dalam sensitifitas dan spesifitas alat dan metoda identifikasinya.
Sebenarnya penggugat kasus ini David Tobing atau masyarakat tidak perlu sibuk mencari produk susu mana yang tercemar. Meskipun relatif aman, ternyata semua produk susu bubuk komersial memang tidak steril. Artinya semua susu merek apapun beresiko tercemar bakteri apapun baik Sakazaki atau bakteri lainnya. Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa Negara tersebut sebenarnya WHO, USFDAÂ dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Sedangkan susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Sehingga di bagian perawatan bayi NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.
Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh susu formula bayi tidak disebabkan oleh komponen biokimia atau bahan yang terkandung di dalamnya. Manusia dapat mengalami gejala keracunan karena susu tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri. Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Selain E. sakazakii, bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula adalah Clostridium botulinu, Citrobacter freundii, Leuconostoc mesenteroides Escherichia coli Salmonella agona, Salmonella anatum, Salmonella bredeney, Salmonella ealing, Salmonella Virchow, Serratia marcescens, Salmonella isangi dan berbagai jenis salmonella lainnya.
Tidak seberbahaya yang dibayangkan
Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Selain E. sakazakii, didapatkan berbagai bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula. E. sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari family enterobacteriaceae. Beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taksonomi dengan menggunakan cara lebih canggih didapatkan klasifikasi alternatif dengan temuan genus baru yaitu Cronobacter yang terdiri dari 5 spesies.
Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogenitas bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strains kuman. Dengan menggunakan kultur jaringan diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan sebagian besar strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Meskipun berbahaya ternyata kejadian infeksi bakteri ini sangat jarang. Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi E. sakazakii yang pernah dilaporkan adalah 1 per 100 000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9.4 per 100 000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1.5 kg) . Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling beresiko untuk mengalami infeksi ini. Pada anak sehat belum pernah dilaporkan terjadi infeksi bakteri ini.
Bila diperhitungkan sebenarnya dari 14% susu yang berbakteri itu hanya terjadi 1 per 100.000. Hal bisa terjadi hanya karena yang bakteri yang paling banyak adalah bakteri non-patogen atau bakteri yang tidak berbahaya. Bakteri yang tidak berbahaya itu biasanya dapat ditangkal oleh mekanisme pertahanan tubuh bayi atau anak. Tetapi pada bayi dengan pertahanan tubuh sangat buruk beresiko dampak yang fatal khususnya bayi prematur yang sakit. Tetapi sebenarnya hal inipun akan terjadi hal yang fatal pada bayi prematur bila terkontaminasi bakteri yang ada di tangan manusia. Ternyata bila dilakukan pemeriksaan kultur kuman sekitar 10-15% tangan manusia mengandung bakteri. Itulah sebabnya di ruang perawatan bayi prematur sakit di NICU dapat berakibat fatal. Tetapi bakteri yang ada ditangan para ibu itu jarang mengganggu bayi sehat karena mekanisme tubuhnya dapat menangkal. Beberapa hal itulah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi tetapi belum ada laporan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut. Bayangkan peneliti IPB mendapatkan 14%, sedangkan USFDA 13,5 produk susu mengandung bakteri E. sakazakii. Tapi, faktanya tidak ada satupun anak yang Indonesia dilaporkan tercemar bakteri itu. Infeksi bakteri ini sangat jarang dan relatif tidak mengganggu untuk anak sehat. Tetapi pada kelompok anak tertentu dengan gangguan kekebalan tubuh tetap dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa. Gangguan tersebut di antaranya adalah infeksi saluran kencing, neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), sepsis (infeksi berat) dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna).