“Cie ada alumni!” goda Pak Yudi saat kami tengah melangsungkan belajar. Seruannya ditujukan pada semua anak kelas XII.
Grrr!
Tawa anak-anak serasa hambar, mungkin mereka masih berat melepas status belajar. Sekaligus, merasa asing jika menanggalkan hal-hal terkait belajar-mengajar.
“Oh iya, ya! Selamat udah lulus, ya?” ucapku, jelas terlambat.
“Iya, Bu!”
“Tapi pusing, Bu!” seru Tria.
“Waktu sekolah pusing, udah lulus, masih pusing juga?” kataku, pura-pura tak memahami betapa ‘galau’-nya jadi lulusan baru.
“Pusing, mau kemana dan ngapain?” Nitha yang menjawab.
“Halah! Sok dewasa!” umpatku dan mereka tertawa, sementara Nitha hanya nyengir.
Tentu, sebelum mereka berada di posisi ini, aku sudah lebih dahulu merasakannya. Betapa setelah keluar sekolah, kita bagai burung yang dilepas dari sangkar. Yang biasanya disuapi, main-main, bernyanyi, dan menikmati dunia luar dari dalam… kini mesti keluar, bertebaran, menghampiri semesta pilihan. Dan, kita harus memilih pilihan-pilihan yang ada, lalu mempertanggungjawabkannya.
Jadi apa mereka nanti, terserah. Yang penting sesuai hati, sesuai restu ortu dan tentu tak menyalahi ketentuan Allah Swt. Namun, aku berdoa; mudah-mudahan terbersit dalam hati adik-adikku itu untuk menjadi pengusaha atau pebisnis saja, bukan malah menjadi pekerja pada umumnya.