Sudah terbayang, minggu ini akan cukup melelahkan. Usai istirahat dari Sabtu – Selasa, aku akan mengajar dari Rabu sampai Minggu. Dan, dimulai dari hari ini. Bismillaah!
Aku naik elf dan kusadari usahaku berlomba dengan waktu sangat payah. Angkutan umum yang kunanti memang tak terprediksi. Kadang muncul dengan cepat, kadang juga baru tersedia setelah kaki pegal berdiri. Alhasil, tiba di TKP, kulongok jam dan keterlambatanku menginjak angka 20 menitan. :’(
Kutahu ketika berjalan melewati warung Si Mbak, ada anak kursus membuntuti dari belakang. Mungkin mereka sudah menunggu sejak lama atau bagaimana, entahlah. Aku hanya bisa mempercepat langkah, sambil kurencanakan akan menambah durasi mengajar demi menambal kesalahan. Terlebih lagi anak-anakku saat ini yaitu kelas XII. Entah kenapa, ada rasa iba tersendiri pada mereka. Serasa ke adik sendiri.
Begitu aku masuk ke LKP, tanpa waktu lama, anak-anak sudah ikut masuk ke ruangan. Aku taksir, mereka sudah menunggu di suatu tempat. Namun yang kuherankan, mereka selalu tidak langsung masuk ke LKP, melainkan menunggu instruktur datang. Hummm…
Kedatanganku dengan napas terengah-engah itu tak berbuah manis. Salah seorang admin belum datang, padahal beliau menjadi kunci fasilitas les komputer. Karenanya, kegiatan belajar-mengajar kembali mesti ter-pause keadaan. Huft!
Yang kubisa hanya duduk diantara anak-anak, melakukan lip service, ke meja admin, ngobrol sama Pak Iwan, menyalakan laptop yang ada dan melihat-lihat latihan pertama PPT gelombang dulu. Hasilnya nihil, sebab semua dokumennya sudah ‘diamankan’. Heuheu
“Ohya, hari ini sudah masuk Microsoft Power Point, ya?” tanya Lia, begitu aku membuka program PPT.
“Iya.”
Agak terlambat ketika Pak Andi tiba dan les baru dimulai. Awalnya aku sedikit gusar, hendak menyampaikan apa dahulu saat pertama kali belajar PPT. Namun berbekal pengetahuan mereka dari sekolah, aku memberi latihan yang langsung sedikit lebih rumit. Kebetulan ada Tria, seorang anak yang ikut gelombang sebelumnya. Usai meminta izinku, diapun ikut mengotak-atik laptop. Sengaja kubiarkan ia larut dalam latihan dan ingatannya sendiri. Bagaimanapun, semua ini pernah ia pelajari. Kebetulan sekali lembar latihan yang berwarnanya terbatas. Karena itu, mesti ada seorang yang menerima lembar latihan dalam bentuk potokopian.
“Kamu aja yang soalnya potokopian,” Aku menyerahkan soal hitam-putih (aja) itu pada Nitha, sementara yang lainnya berwarna.
“Uh, pilih kasih!” gerutunya, namun tak terlalu kutanggapi, “Sudah biasa!” katanya lagi, hampir sering dia mengatakan itu. :D