Mohon tunggu...
Sandi Saputra
Sandi Saputra Mohon Tunggu... Tenang saja, aku hanya belajar.

Mahasiswa S2 yang sedang menjalani mimpinya di Kutub Utara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mak, Aku rindu

6 April 2019   10:52 Diperbarui: 6 April 2019   11:53 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberangkatan - Dokpri

Aroma terasi udang yang bergelantungan memenuhi seisi rumah, teriak-teriak minyak yang saling menyambar dengan garam, cabe, bawang merah dan putih. 

Setelah lima menit, kegelisahan menerpa di dalam kelambu buruk yang agak cokelat penuh dengan jahitan, akhirnya pagi itu aku menyerah dan bangun setelah semua saraf serotonin ku merespon dahsyatnya aroma tempe goreng dengan bawang dan serangan fajar ikan asin peda.

Sudah hampir setengah tahun aku di sini. Di kota yang benar-benar berbeda dari tempat tinggal ku dulu. Aku memutuskan untuk melanjutkan study Master ku di negara beruang kutub, di kota yang merupakan jendela untuk pengelolaan dan pengembangan Arktik, Arkhangelsk. 

Nama kota ini diambil dari Michael seorang mailaikat penjaga umat. Aku kuliah di jurusan Regional Studies; European Studies: Arctic Focus.


Baguette keras dan Panjang ku iris-iris di sebuah piring dengan diameter 15 sentimeter berwarna pink di bagian tengah dan putih dipinggirnya. Aroma teh dari Sichuan ini memang sangat khas, aku belum pernah menikmati teh seperti ini, wangi. 

Teman dari China, Sha, memberiku beberapa waktu lalu. Dulu, aku sempat ingin melanjutkan study ke Prancis, membayangkan sarapan di depan Seine atau sekedar ngopi sambil membaca BBC di Champs-lyses. Hari Sabtu ke Louvre dan kuliah di AUP dengan beasiswa Eiffel. Ah sempurnanya, tapi sudahlan itu kan dulu sekarang aku cinta Arkhangelsk.

Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, aku sangat dekat dengan emak. Wanita itu kini sudah tidak tua lagi. Garis-garis diwajahnya yang sudah keriput dan rambut yang sudah tidak hitam lagi. 

Wanita ini berhasil membesarkan tiga orang pangeran yang saat ini salah satu dari mereka sedang menempuh Pendidikan di ujung dunia. Walaupun dia tidak bisa menyelesaikan Sekolah Dasar, tapi dia mampu membuat anaknya mendapatkan beasiswa sejak SMP hingga S2.


Kadang, ketika sedang buruk, aku memasak persis seperti apa yang emak masak, nasi goreng. Aku masih menyimpan terasi yang dibawakan teman bulan Januari kemarin yang pulang ke Indonesia. Saat ini, emak tinggal sendirian di kampung, ke dua anknya yang lain bekerja di Jakarta. 

Aku pernah bilang bahwa mending emak ikut dengan salah satu kakak ku saja, tapi beliau gak mau. Kata dia maunya sama aku, ini nih kalo anak terakhir hehe.

Kami agak sulit untuk berkomunikasi, karena emak untuk saat ini belum bisa menggunakan android, jadi kalo aku mau nelelpon harus melalui sepupu, itu pun harus menyesuaikan karena dia masih muda, jadi sering maen hihii.


Dari sini aku sadar, bahwa ke manapun kita pergi, rumah adalah tempat yang paling dirindukan. Di sanalah emak, perempuan yang dulu selalu menggendong ku ke mana mana, kami dulu belum punya tivi ketika tetangga sudah memiliki, sering ketiduran dan digendong pulang, nonoton Angling Dharma, dimandiin pake aer satu ember pas mau sekolah kelas 1 SD, karena belum punya sumur, ditungguin belajar pake lampu tradisional, karena belum punya listrik. Mak, aku rindu. Itu saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun