Di era milenial ini, teknologi memberikan kemudahan dalam segala aspek kehidupan. Salah satunya dalam hal kegiatan pinjam-meminjam uang dengan banyaknya jasa penyedia pinjaman secara online (Pinjol) baik itu legal maupun ilegal.
Dan dari penyedia jasa pinjol tersebut, pinjol ilegal menjadi yang paling banyak memberikan kemudahan dalam pengajuan pinjaman kepada para nasabahnya. Sehingga dari kemudahan yang ditawarkan oleh pinjol illegal banyak yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membantu kondisi keuangan mereka dalam keadaan tertentu.
Namun, di balik semua kemudahan tersebut terdapat resiko yang harus ditanggung oleh nasabah pinjol ilegal. Diantaranya, suku bunga yang tinggi. Dengan nilai bunga pinjaman yang terus bertambah ini membuat jumlah utang semakin bertambah sehingga sulit bagi nasabahnya untuk melunasi pinjaman yang kemudian akan dikenakan biaya tambahan berupa denda atau pinalti. Akibatnya, nasabah tersebut terjebak kedalam siklus utang yang sulit untuk dihentikan atau gali lobang tutup lobang---mengajukan pinjaman utang untuk membayar utang.
Selain suku bunga dan biaya keterlambatan yang tinggi, nasabah pinjol illegal juga tak jarang dihadapkan dengan proses penagihan yang tidak manusiawi di mana beberapa pinjol akan melakukan penagihan dengan cara kasar, meneror, bahkan mengancam nasabah apabila tidak membayar pinjaman setelah melewati masa jatuh tempo yang telah ditentukan. Ini memberikan dampak pskologis bagi debitur di mana mulai timbul stress, rasa cemas, depresi hingga dalam beberapa kasus terdapat nasabah yang sampai bunuh diri karena terlilit utang pinjol ilegal.
Selama tahun 2023 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya 3.903 aduan masyarakat terkait adanya pinjaman online atau pinjol ilegal sejak 01 Januari hingga 29 Mei 2023. Bulan Januari 2023 menjadi bulan dengan jumlah aduan paling banyak yakni 1.173 aduan, diteruskan bulan Februari 2023 sebanyak 636 aduan, bulan Maret 2023 sebanayak 980 aduan, bulan April 2023 sebanyak 694 aduan, dan kemudian pada bulan Mei 2023 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima sebanyak 420 aduan. Sementara itu nama penyedia pinjol yang mendapat aduan paling banyak dari Masyarakat pada bulan Mei 2023 yakni, Abadi Dana 25 aduan, Kami Kas 23 aduan, Tunai Kilat 21 aduan, Pinjam Duit 14 aduan, dan Super Cash 14 aduan. Aduan masyarakat yang diterima Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling banyak terkait dengan ancaman penyebaran data pribadi hingga penagihan dengan terror/intimidasi (Databoks, Juni 2023).
Tak sedikit pula kasus kematian yang terjadi karena terlilit utang pinjol, setidaknya sejak tahun 2019 hingga Desember 2023, Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) mencatatkan telah adanya 51 orang bunuh diri dengan sebagian besar kasus terjadi di Pulau Jawa (inilah.com, 18/12/2023). Dirangkum dari beberapa sumber, berikut beberapa deretan kasus kematian karena terlilit utang pinjol.
Seorang Sopir Taksi Ditemukan Tewas
Seorang sopir taksi berinisial Z (35), memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di kamar kos milik temannya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada bulan Februari 2019. Polisi kemudian menemukan sepucuk surat yang diduga ditulis tangan oleh korban. Berdasarkan surat itu diketahui alasannya bunuh diri karena terlilit utang pinjaman online. Korban juga menyampaikan permintaan maaf kepada istri serta anaknya melalui surat wasiat tersebut dan meminta kepada OJK serta pihak berwajib untuk memberantas pinjaman online yang menurut korban sebagai jebakan setan.
Stres Terlilit Utang Pinjol Pemuda di Malang Nekat Gantung Diri
Seorang pemuda berinisial MEM (20) yang tinggal di Kabupaten Malang ditemukan gantung diri pada bulan Oktober 2021 sekitar pukul 17.00 WIB. Korban diduga nekat mengakhiri hidupnya lantaran stres karena terlilit utang pinjol. Dari informasi yang diterima, sebelum peristiwa terjadi korban memang sering mengaku sedang butuh uang untuk melunasi utang pinjaman onlinenya.
Frustasi Kerap Diteror Pinjol, Seorang Ibu di Wonogiri Memutuskan Mengakhiri Hidupnya