Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bodoh Itu Apa Sih?

27 Agustus 2018   19:25 Diperbarui: 28 Agustus 2018   12:57 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi bukan potensi yang membuat kita kapabel, menjadikan kita sukses, melainkan proses belajar. Jadi, betapa bodohnya kita kalau selalu bermimpi akan sukses, bakal hidup sejahtera, namun tidak ada keinginan untuk belajar berjuang meraih cita-cita.

Ketidaksudian kita berpikir logis, malas pake otak, pun adalah bentuk kebodohan yang sangat parah. Saya selalu tidak sabar dengan perilaku sebagian sopir angkot. Jelas-jelas orang di pinggir jalan itu menolak angkot sebelumnya, padahal angkot itu relatif kosong, masih juga sopir angkot trayek yang sama di belakangnya menawari.

Bodohnya, di belakangnya lagi angkot lain, dengan trayek yang juga sama, menawari pula. Saya sering dengar dalih mereka: namanya juga usaha.

Kalau seperti itu, kita tentu akan memaklumi para maling, pembunuh bayaran, dan koruptor. Toh, namanya juga usaha. Tidak masuk akal, bukan? Tapi, celakanya, kita memang memakluminya. Buktinya, kita sendiri melakukan hal yang sama, 'kan?

Tapi di atas semua, tidak ada ketololan yang lebih menyedihkan ketimbang perbuatan sengaja "membodohi" atau "membodohkan" orang lain. Membodohi berarti memberi kebodohan. Membodohkan berarti membuat jadi bodoh.

Dua-duanya puncak segala kebodohan yang bisa dicapai manusia. Siapa yang dapat memberi uang banyak selain dia yang punya sangat banyak uang? Siapa lagi yang mampu menjadikan seseorang ahli matematika selain begawan matematika? Jadi, analoginya, siapa lagi yang dapat memberi kebodohan dan mampu menjadikan seseorang bodoh, selain orang yang sudah "piawai" bodohnya?

Orang seperti itu tidak sadar, dengan membodohi (kata lain: membohongi) orang lain, ia menimbulkan opini yang salah dari orang yang mendengarnya. Orang terakhir ini kemudian meneruskannya kepada orang lain lagi. Karena dipercaya lebih dari satu orang, opini berubah menjadi paham. Seterusnya, suatu saat, publik seluruh populasi akan menganut paham sesat tersebut. Makin lama mengendap, paham itu mengkristal menjadi pola pikir dan budaya.

Sama juga, dengan membodohkan orang lain, sang "pakar" kebodohan itu tidak sadar bahwa ia telah menebarkan benih "kontraproduktivitas". Dan gawatnya, benih ini sangat subur. Dia akan tumbuh dan menyebar cepat sekali seperti virus H5N1. Tidak produktifnya satu orang cepat sekali menulari etos kerja orang lain. Buntutnya, perekonomian makro menjadi mandeg, stagnasi global di segala bidang terjadi.

Dan si pandir itu, tentu takkan menyadari efek berantai yang mematikan dari kedua tindakan bodohnya itu. Dia takkan merasa bersalah dan bertanggungjawab atas semua itu.

Contoh konkret hasil panen sang "jago" kebodohan itu dapat kita lihat sendiri di sekitar kita; betapa bobroknya mental bangsa kita akibat budaya yang salah-kaprah, betapa acak-adutnya keadaan ekonomi nasional kita, dan betapa jauhnya bangsa kita tertinggal dalam banyak hal saat ini.

Sebagai pengakhir, kita perlu ikhlas mengakui bahwa kita semua bodoh. Siapa juga yang tidak? Selama manusia hidup dalam raga fananya, ia serba terbatas, termasuk kemampuannya. Keterbatasan itulah kebodohan. Tidak mungkin selama masih di dunia ini kita mampu melenyapkan kebodohan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun