Bumi, Makanan, Manusia

Sebagai makhluk sosial, suka-tidak suka, mau-tidak mau, manusia saling berkaitan satu sama lain. Namun ternyata hubungan itu tidak hanya berlaku antar-insan. Bila diamati, ada dua hal yang sepertinya juga berelasi dengan kehidupan, pola pikir, cara pandang, perilaku, dan gaya hidup manusia. Yang pertama, alam. Kedua, makanan.

Y.B. Mangunwijaya dalam sebuah novelnya mengatakan, orang Jawa mirip bumi tempat tinggalnya. Tanah Jawa vulkanis; tenteram-tenang-damai dari luar, namun menyimpan magma yang sangat besar dalam perut bumi. 

Begitu pula masyarakatnya; begitu ramah dan kalem, sehingga gejolak yang mungkin berkecamuk dalam hati tidak kentara. Itu baru satu contoh hubungan bumi-manusia. Contoh lain dari luar Indonesia. 

Timur-Tengah terkenal keganasan alamnya, yang memang sebagian besar padang pasir. Seperti itu juga penduduknya. Sejarah mereka penuh darah. 

Di kawasan inilah terjadi pembunuhan pertama di dunia (yang memakan korban seperempat penduduk bumi), penyaliban Yesus Kristus, juga diperanginya nabi Muhammad.

Korelasi yang sama juga bisa kita dapati dari makanan. You are what you eat. Masakan dari Sumatera, misalnya, umumnya pedas, rame bumbu, masaknya ngejlimet. 

Di kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang Sumatera lugas dan lantang bicaranya; budayanya kaya akan pernak-pernik, baik dari segi pakaian, upacara, maupun simbolisme. 

Beda lagi dengan masakan Cina; yang membuatnya istimewa bukan bumbu dan bahan, melainkan kenyataan bahwa ia satu-satunya makanan yang "masuk" ke lidah segala bangsa. Menariknya, belahan bumi mana yang tidak ada orang Tionghoa-nya?

Tentu saja kita jangan meng-empiris-kan segi tertentu. Terang, tidak semua orang Jawa introvert. Pasti ada juga orang Sumatera yang tidak suka pedas. Tapi uniknya, hubungan bumi atau makanan dengan orang itu tetap ada. Ambil kasus, di Bandung, saya punya banyak teman Batak. Tulen. Hanya saja, mereka lahir, besar, dan sampai sekarang masih bermukim di Bandung. 

Otomatis, lingkungan mereka di rumah, sekolah, kuliah, dan kini di tempat kerja adalah lingkungan Sunda. Pula tak diragukan lagi, lebih dari lima puluh persen makanan di perut mereka itu makanan Sunda. Faktanya: sikap dan tutur kata mereka sangat Sunda. Malah ada, karena sudah akrab, yang saya berani nilai bahwa pola pikir dan gaya hidupnya pun sudah Sunda pisan.

Pertanyaannya sekarang: apakah bumi dan atau makanan yang mempengaruhi manusia, ataukah manusia yang menimbulkan dampak bagi alam dan makanan? Siapa mempengaruhi siapa?