Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | "Merdeka!!!"???

19 Agustus 2018   19:00 Diperbarui: 21 Agustus 2018   04:25 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: http://jabar.tribunnews.com)

Kantuk mulai jadi pasang. Ibu surut dalam jawab asal-asalan.
"Itu hari kita merayakan negeri ini merdeka."
Tubuh makin tenggelam dalam selonjoran.

Si bocah malah terbit.
"Merdeka itu apa, sih, Mak?"

Jawaban kacau makin meracau. Kesadaran si ibu meredup konstan.
"Merdeka ya merdeka. Bebas. Tidak dijajah. Mau apa saja bisa."

Lima menit menghadirkan ketercenungan bagi ujang kerempeng itu.
Lumayan juga mencerna kata-kata Ibu barusan.
"Kita merdeka, ya, Mak?"

Dengkur kepagian rada tersendat. Terpaksa si emak menghimpun keterjagaan.
"Ya, sudah, barangkali."

"Bapak juga ya, Mak? 'Kan di atas sana bisa apa saja, kata Emak?"
Antusiasme agak malu tapi tetap bertamu dalam pencarian si ujang,
Tergoda oleh ingatan pada bapak yang belum sempat tertatap.
Hanya cerita Ibu merangsang citra gagah ganteng namun tak terjamah
Muncul dalam khayal yang tertantang.

Mendengar Bapak diucap, sentimentil Ibu tersentil.
Liur dijejal dulu beberapa kerap sebelum memasrahkan jawab:
"Ya, Ujang. Bapakmu juga sudah merdeka, barangkali."

"Kenapa barangkali, Mak? Merdeka itu susah ditebak ya, Mak?"
Otak polos si ujang menerobos tanpa tedeng yang beraling,
Barangkali.........

Air mata Emak mulai menderas. Ujang tak melihatnya. Emak menghadap arah beda.

Untunglah!
Ia tak mau anaknya tahu batinnya menderu
Bersama angin yang tak pernah malu menjajah perhentian mereka
Di trotoar ini, tempat lazimnya para pengamen dan pengemis mencari secuil istirahat.
"Betul, anakku sayang. Merdeka itu memang susah ditebak. Susah dicari artinya.
Meski banyak yang mengais maknanya di mana-mana.
Mungkin dia itu perut yang diempani sekali dua-tiga hari.
Bisa jadi diartikan orang mangsa orang tanpa perintang apa-apa, bahkan hukum dan moral.
Atau juga sebegitu bebasnya harga barang dan kebutuhan melambung,
Sebaliknya, tak kira-kira dalamnya kesejahteraan dan harga diri menyelam.
Dan barangkali.........
Yang paling betul, Bapakmulah yang sudah merdeka,
Terbang di alam sana bersama jiwa yang tak fana........."
Isak sang bunda, cuma dalam hatinya. Si buyung tak tega ia perdengarkan itu.
Tak mau ia bocahnya tahu bahwasanya ia ingin merdeka,
Seperti Bapak.

* * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun