Sayang Sekali Jikalau Satelit Telkom 3S cuma Dimaksudkan untuk Menyokong Pembangunan yang Berparadigma Salah Kaprah seperti Selama Ini!
Tanggal 15 Februari 2017 lalu menjadi hari bersejarah baru bagi teknologi dan industri telekomunikasi dan informasi digital Indonesia. Pada hari itu, P.T. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) berhasil meluncurkan Satelit Telkom 3S. Namun, sejak hari tersebut, seharusnya bukan hanya sejarah baru untuk teknologi digital Indonesia saja yang terukir, melainkan juga era dan paradigma baru bagi perekonomian dan industri kreatif negeri ini.
Tujuan dari peluncuran Satelit Telkom 3S tersebut ialah agar seluruh wilayah Tanah-air terdigitalisasi sehingga semua titik di Persada ini sampai ke yang terjauh, terdepan, dan terpencil sekalipun dapat menjangkau dan dijangkau oleh sinyal media komunikasi dan informasi. Dengan tercapainya tujuan tersebut, seluruh masyarakat Indonesia diharapkan dapat mengakses dan mengadaptasi berbagai ilmu dan pengetahuan dari seluruh dunia. Terutama kalangan pelaku ekonomi kreatif, berhubung sektor ini bukan saja sangat kaya ragamnya di seluruh pelosok Tanah-air melainkan juga ditekuni dan dijadikan sumber nafkah oleh jutaan rakyat. Juga, selain industri kreatif kita bisa lebih kaya akan wawasan untuk dijadikan sumber mata-air ide dalam berkreasi lebih jauh, upaya digitalisasi ini pun dimaksudkan untuk memperkenalkan dan memasarkan industri kreatif nasional kita kepada dunia internasional secara ekstensif dan intensif.
Tetapi, walaupun semua maksud dan tujuan tersebut sangat bagus, kita semua tetap harus menyadari bahwa itu adalah bagian dari paradigma lama, yang sampai sekarang masih terus dianut. Padahal, kalau kita telaah, paradigma semacam itu tidak sejalan dengan Konsep Trisakti yang kerap didengungkan sebagai jiwa dari visi dan misi pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Bahkan, sejatinya, paradigma semacam itu kontra-produktif!
Kalau rumah kita punya pekarangan yang luas, misalnya, dan tanah di situ kualitasnya baik sehingga banyak jenis sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, bumbu-bumbuan, rimpang-rimpangan, dan rempah-rempah tumbuh subur dengan sendirinya serta menghasilkan banyak produk bermutu secara berlimpah, memang bodoh juga sekiranya kita tidak memanfaatkan semua komoditas tersebut sebagai mata-pencaharian dengan cara menjualnya. Tetapi, adalah jauh lebih bodoh lagi jikalau kita menjual seluruh hasil tumbuhan di halaman rumah kita itu sampai tuntas, sementara diri dan keluarga kita sendiri yang tinggal di rumah itu, serta para sanak, kerabat, tetangga, dan sahabat kita, malah belum pernah satu kali pun mencicipi satu item pun! Malah, untuk makan dan masak sehari-hari, kita justru membeli sayur-mayur dan bumbu-bumbuan dari pasar atau dari tempat lain!
Dan yang paling bodoh, paling ironis, dan paling tragis ialah apabila kita melakukan semua itu karena kita memandang rendah produk-produk dari pekarangan rumah kita sendiri dan berpikir bahwa sayuran, buah, dan bumbu di pasar pasti lebih tinggi mutunya, namun ketika kita membeli semua itu di pasar, sebagian besarnya justru adalah produk-produk yang sebelumnya kita jual dari halaman rumah kita sendiri!
Justru Satelit Telkom 3S Mestinya Dimaksimalkan untuk Melakukan Revolusi Mental demi Kembalinya Kita kepada “Konsep Trisakti”!
Mohon tidak salah sangka. Sama sekali tak ada yang salah dengan kegiatan ekspor dan impor, apapun komoditas produknya, termasuk produk ekonomi kreatif seumpama karya seni-budaya. Yang menjadi masalah bukanlah soal masuknya produk luar ke negeri kita dan keluarnya produk kita ke negeri orang, tetapi soal keadilan dan rasionalitas yang terabaikan di dalam kegiatan-kegiatan ekspor-impor tersebut, seperti yang diilustrasikan di atas.
Sesungguhnya, keadilan dan rasionalitas dapat dikembalikan. Meskipun memang cukup berat dan sulit, serta takkan tuntas dalam waktu sebentar, namun upaya untuk itu sebenarnya sederhana saja. Tinggal dibalik saja arah dari seluruh proses keliru yang selama ini sudah dijalankan. Yang keliru sudah kita lihat di atas, begitu juga yang semestinya. Intisarinya ialah bahwa kita bukan hanya harus membuat produk dan karya kita semua sebagai bangsa supaya kembali menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri, tetapi kita pun wajib membuat semua itu terlebih dahulu dinikmati oleh kita sendiri di Bumi Pertiwi ini. Artinya, ketika kita menjual produk-produk dan karya-karya kita ke dunia luar, itu karena kita sendiri, tanpa terkecuali, telah puas dan kenyang menikmati semua itu, sehingga yang kita ekspor itu adalah kelebihannya.
Itulah salah satu bentuk Revolusi Mental yang paling mendesak untuk diejawantahkan! Dan salah satu cara yang paling ampuh untuk itu adalah proses digitalisasi Indonesia secara semesta.
Untuk keberhasilan proses tersebutlah kita boleh mengharapkan peran besar Satelit Telkom S3. Karena, sebagai sebuah satelit telekomunikasi, Telkom S3 dapat menjadikan semua titik di Indonesia ini saling terhubung. Sehingga, seyogyanya, Satelit Telkom S3 harus pertama-tama membuat bangsa Indonesia kenal-mengenal satu sama lain dalam segala hal, terutama dalam hal produk kreatif masing-masing daerah, dengan karakteristik budaya, adat, seni, tradisi, dan bahasanya sendiri-sendiri.
Namun, keberhasilan proses digitalisasi semesta terhadap Indonesia pun mutlak membutuhkan keterlibatan semua pihak dan keberpihakan pada kepentingan dalam negeri. Dan semua itu mesti bersifat semesta pula.
P.T. Telkom idealnya benar-benar sepenuhnya “mewakafkan” Satelit Telkom 3S kepada Indonesia, dalam arti: membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua perusahaan penyedia layanan komunikasi digital Indonesia untuk memanfaatkan Telkom 3S dengan biaya dan fasilitas yang sama dengan yang dikeluarkan dan dinikmati P.T. Telkom sendiri. Tetapi, harus digarisbawahi, hanya perusahaan dari Indonesia sajalah yang diberikan akomodasi prima semacam itu. Perusahaan asing tidak.
Pemanfaatan Satelit Telkom 3S pun sebaiknya sangat diprioritaskan untuk sinyal-sinyal digital dari dan ke Indonesia sendiri. Kendati tetap dapat menangkap dan menyebarluaskan sinyal digital dari dan ke seluruh dunia, hal tersebut sebaiknya dibatasi melalui serangkaian prosedur seleksi yang amat ketat. Jadi, sinyal-sinyal digital yang ditangkap dari luar negeri adalah yang sungguh-sungguh membawa informasi yang mampu memberi manfaat besar dan luas bagi Indonesia. Sinyal-sinyal digital yang berasal dari Indonesia dan dimaksudkan untuk dapat ditangkap oleh dunia internasional pun cuma yang betul-betul membawa informasi yang sudah benar-benar terbukti telah terakses menyeluruh di Indonesia sendiri.
Dengan demikian, Telkom S3 dapat membantu mengonversi paradigma sehingga menjadi sesuai dengan semangat Konsep Trisakti.
Poin Pertama “Konsep Trisakti” yang Diperjuangkan Satelit Telkom S3: Mandiri secara Ekonomi
Apabila sekarang ini produksi suatu produk, utamanya produk ekonomi kreatif, berorientasikan permintaan luar negeri, maka polanya akan dibalik. Nanti, makin tinggi tingkat permintaan dari dalam negeri atau suatu komoditas, terutama komoditas ekonomi kreatif, makin diprioritaskanlah komoditas tersebut untuk digenjot produksinya. Sebab, produk kreatif apapun karya anak bangsa kita, di manapun mereka berada, dapat dengan sangat cepat dikenal oleh segenap saudara sebangsanya di seluruh Nusantara, karena memang udara Indonesia dipenuhi informasi-informasi yang berasal dari Indonesia sendiri juga, termasuk dan teristimewa informasi akan produk-produk kreatif Anak Negeri. Dengan begitu, kemajuan industri kreatif kita tidak lagi bergantung pada pasar luar negeri karena sudah amat tertunjang oleh pasar dalam negeri. Dan, pada saat bersamaan, lapar dan dahaga kita akan konsumsi jiwa berupa keindahan, pesona estetika, dan hiburan pun bisa terpenuhi seluruhnya hanya oleh kreasi-kreasi sehat karya saudara-saudara sebangsa kita sendiri. Maka, terciptalah kemandirian bangsa kita secara ekonomi, khususnya ekonomi kreatif.
Poin Kedua “Konsep Trisakti” yang Diperjuangkan Satelit Telkom S3: Berkepribadian dalam Budaya
Berikut ini juga fakta saat ini. Kita baru menyadari dan menghargai kehebatan produk tanah-air kita sendiri setelah bangsa lain mengapresiasinya. Bukan itu saja, banyak karya dan prestasi saudara sebangsa kita yang sudah lama dinikmati dan banyak dilimpahi pujian dan sanjungan di luar negeri sekalipun, namun belum pernah didengar oleh bangsa kita sendiri. Dan ketika semua itu akhirnya sampai juga di telinga kita, sedihnya, tetap sedikit saja dari kita yang bersedia menikmati dan mengapresiasinya. Tetapi, sebaliknya, produk dan karya bangsa lain, apakah itu berupa barang fisik ataupun karya seni, cepat sekali cocok dengan selera kita sehingga kita sambut dengan antusias, padahal di negeri asalnya sendiri pun produk dan karya tersebut baru beredar di pasaran.
Namun kelak, dengan bantuan Satelit Telkom S3, biarpun kita tetap bisa mengakses informasi produk dan karya orang luar negeri, informasi produk dan karya Anak Bangsa jauh lebih membanjiri perangkat komunikasi elektronik kita. Alhasil, berangsur-angsur pikiran kita akan menjadi lebih akrab dengan karya-karya kreatif dan inovatif dari saudara-saudara kita sebangsa. Dan cinta bisa timbul oleh kebiasaan dan karena telah terbiasa. Maka, cinta dan penghargaan terhadap produk industri kreatif Indonesia pun akan bertunas, bertumbuh besar, berbunga, dan berbuah. Bilamana itu sudah terjadi, jiwa kita akan menyatu dengan nilai-nilai budaya bangsa kita sendiri. Hasilnya, terbentuklah identitas kebangsaan yang kokoh dalam diri kita. Takkan ada pengaruhnya lagi apakah suatu karya Anak Negeri telah mendapat pengakuan di luar negeri atau tidak. Kita pun tetap menikmati karya-karya bangsa lain, misalnya karya seninya, tetapi hanya sekadar itu, sebab semua itu takkan lagi menjadi standar/acuan untuk menilai bagus-tidaknya karya bangsa kita sendiri. Kita menilai karya seni bangsa kita dengan standar nilai budaya asli bangsa kita sendiri karena kita sudah punya jatidiri dan kepribadian yang jelas, termasuk dalam berbudaya.
Poin Ketiga “Konsep Trisakti” yang Diperjuangkan Satelit Telkom S3: Berdaulat secara Politik
Semua yang dihasilkan kerja teknologi digital yang disokong Satelit Telkom S3 itu tentu bukan hanya akan mendorong kita untuk berubah preferensi konsumsi sehingga menjadi lebih condong pada karya kreatif orang Indonesia melainkan juga akan berdampak hasrat kita. Banyak dari kita pun nantinya akan terangsang pula untuk ikut berkecimpung dalam bidang ekonomi kreatif lantaran terinspirasi dari karya-karya kreatif yang sudah ada, apalagi yang berasal dari daerah kita masing-masing sendiri. Kondisi ini pasti akan lebih mengeskalasi tidak cuma kuantitas dan kualitas industri kreatif nasional tetapi juga perekonomian makro Indonesia secara keseluruhan. Kemandirian ekonomi Indonesia pun menjadi lebih teguh. Kuatnya kemandirian ekonomi dan kepribadian dalam budaya adalah dua modal yang paling utama bagi kedaulatan suatu bangsa, termasuk kedaulatan secara politik.
———————————————
Akun Facebook: https://www.facebook.com/samueledwardrolos
Akun Twitter: https://twitter.com/SammyAddward
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H