Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tantangan bagi Birokrat Muda

21 Januari 2020   15:15 Diperbarui: 21 Januari 2020   15:55 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: penanegeri.com

Dalam beberapa waktu terakhir banyak diberitakan pelantikan pejabat baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah. Dari para pejabat yang dilantik tersebut banyak yang menerima promosi. Dan di antara mereka yang promosi tidak sedikit merupakan birokrat muda.

Adalah wajar bagi publik meletakkan harapan kepada pundak para pejabat muda tersebut untuk membawa perubahan berupa peningkatan layanan kepada publik. Namun harapan tersebut sedikit banyak telah berubah menjadi kekecewaan manakala di beberapa tempat justru kelompok muda tersebut terlibat dalam kasus-kasus seperti pidana maupun moral/etika.

Bagi penulis, secara umum setidaknya ada beberapa keuntungan yang dimiliki oleh birokrat muda. Pertama, birokrat muda lebih cepat belajar. Tidak dipungkiri bahwa reformasi birokrasi yang sudah berjalan dalam dua dekade terakhir telah memaksa birokrasi berbenah lebih cepat. 

Perubahan tersebut dalam Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Pusat meliputi 8 (delapan) area perubahan yakni: manajemen perubahan, penataan dan penguatan organisasi, penataan peraturan perundang-undangan, penataan sumber daya manusia, penataan tata laksana (proses bisnis), penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Selain itu instansi pemerintah juga terus dievaluasi melalui berbagai survei persepsi layanan publik serta indeks anti korupsi. Ada banyak lembaga pemerintah dan non pemerintah yang melakukan pemantauan dan evaluasi atas kinerja instansi pemerintah. 

Semua hal tersebut sekali lagi telah memaksa birokrasi melakukan banyak perubahan, apalagi saat ini hasil penilaian reformasi birokrasi sudah mempengaruhi tingkat kesejahteraan Aparatur Sipil Negara (ASN) pada instasi pemerintah tersebut.

Tantangan birokrasi juga dipengaruhi fenomena global yang identik dengan evolusi, perubahan, dan ketidakpastian (seperti ketersediaan pangan, air bersih dan energi; perubahan iklim; politik global dan ekonomi makro; globalisasi, revolusi teknologi 4.0, transisi demokrasi dan urbanisasi global dalam perlintasan peradaban) telah menciptakan gelombang perubahan dahsyat bagi landscape internal suatu negara.

Oleh karenanya, seluruh bangsa di dunia, dimana semua bentuk pemerintahan negara (yang orientasinya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat) harus melakukan proses adaptasi yang strategis dan fundamental pada tata kelola negaranya, sehingga dapat terwujud suatu pemerintahan yang semakin dinamis, profesional, modern, akuntabel, efektif, efisien, serta berkinerja tinggi. Kelompok birokrat muda tentunya akan lebih cepat beradaptasi (belajar) dengan berbagai tuntutan perubahan tersebut.

Kedua, birokrat muda lebih fleksibel. Anak-anak muda yang berprofesi sebagai ASN cenderung lebih terbuka dan komunikatif. Hal ini sangat berperan besar dalam memutus gerbong ego sektoral yang sudah mendarah daging dalam tubuh birokrasi selama ini, sehingga kata "koordinasi" yang sering disebut-sebut itu menjadi barang langka. Birokrat muda lebih terbuka dengan pengetahuan baru dan siap menerima tantangan terhadap nilai-nilai kebaharuan.

Ketiga, birokrat muda cenderung lebih berani. Kebanyakan birokrat yang senior sudah lebih banyak merasakan asam garamnya sebagai ASN. Mereka sudah sangat memahami kultur birokrasi (baca: pejabat) sehingga memiliki kecenderungan untuk bersikap Yes Boss!, tanpa pernah berani mengkritik pimpinan, bahkan jika kebijakan pimpinan tersebut keliru.

Bagi mereka, mengriktik dapat berkonsekuensi pada jabatan, yang artinya berdampak pada banyak aspek. Birokrat muda secara umum belum terlalu banyak pertimbangan ini- itu, sehingga mereka lebih berani dalam menyampaikan hal-hal yang dianggap benar dan baik untuk meningkatkan kinerja instansi dan meningkatkan kualitas pelayanan.

Namun dibalik keuntungan-keuntungan tersebut, birokrat muda juga dapat berpotensi menjadi kendala dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Pertama, birokrat muda sering kurang memperhatikan etika terutama dalam koordinasi dan komunikasi. Sikap egaliter yang terkadang berlebihan tersebut tidak jarang menimbulkan resistensi dari kelompok senior yang berdampak pada kualitas pelaksanaan program dan kegiatan.

Kedua, birokrat muda sering kurang sabar dalam proses regenerasi. Tidak sedikit birokrat muda yang ingin segera mendapatkan jabatan tanpa mempertimbangkan pentingnya relasi kerja antara junior dan senior dalam birokrasi. Padahal jika komunikasi tersebut berjalan baik, maka senioritas tidak selalu berkonotasi negatif dan proses regenerasi dapat berjalan wajar dan normal tanpa menimbulkan riak-riak yang kerap mengganggu kinerja birokrasi.

Oleh karena itu, dengan semakin hadirnya birokrat muda baik di pemerintah pusat dan daerah, birokrat muda ditantang untuk bisa melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, tetap berpikir kritis, kreatif, namun tetap dalam kerangka hubungan senior-junior yang harmonis. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa birokrat senior banyak bergantung pada orang-orang muda yang cerdas, meskipun dalam prakteknya sering terjadi gesekan yang sebetulnya dalam banyak hal juga "memaksa" senior untuk belajar dari yang junior. Oleh karena itu para birokrat muda tersebut harus mau belajar memposisikan diri dengan baik, sehingga dapat terbangun relasi senior-junior yang produktif.

Kedua, birokrat muda harus mau belajar dari senior. Ada banyak senior yang sangat patut dijadikan role model dalam pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Namun tidak sedikit juga yang sebaliknya. Kebanyakan birokrat muda mungkin unggul dalam pengetahuan dan keterampilan, namun belum tentu dalam pengalaman. 

Oleh karenanya adalah sangat baik bagi junior untuk mempelajari track and record pada senior tanpa ikut-ikutan terjerumus dalam "budaya yang salah", sehingga dapat menjadi refleksi untuk mengambil langkah-langkah positif yang mendukung karir mereka ke depan. Belajar dari pengalaman senior akan sangat membantu dalam memahami sistem dan pola kerja pada sebuah instansi pemerintah.

Ketiga, birokrat muda harus bisa membangun komunikasi yang baik kepada stakehoders nya. Praktik good governance mensyaratkan bahwa negara (baca: birokrasi) tidak lagi bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan swasta dan masyarakat. 

Tidak hanya itu, dalam sistem politik yang menerapkan prinsip check and balances, maka birokrat muda harus mampu menjalin sinergi dengan instansi lain termasuk lembaga legislatif dan yudikatif. Birokrat muda juga tidak boleh merasa alergi dengan pers, ormas, dan NGO yang dalam banyak kesempatan, mau tidak mau akan menjadi "partner" kerjanya.

Keempat, birokrat muda harus berani menghapus budaya feodal yang mungkin masih tersisa dalam tubuh birokrasi. Birokrat muda harus mampu memperbaiki pola komunikasi kepada atasan termasuk bawahan. Bawahan adalah aset penting yang tidak bisa diabaikan dalam mendukung kinerja organisasi. Oleh karena itu adalah sangat penting bagi birokrat muda tidak hanya berkembang sendiri, tetapi bisa tumbuh bersama-sama generasi muda lainnya. 

Dan yang tidak kalah penting, alangkah baiknya jika birokrat muda mau langsung "turun" ke lapangan sesuai dengan tugas dan fungsi instansinya. Bertemu dengan masyarakat, berdiskusi, dan menampung aspirasi adalah nilai-nilai yang belum banyak tumbuh di halaman rumah birokrasi. Alih-alih selama ini masyarakatlah yang sering merasa dipersulit saat berurusan dengan birokasi.

Generasi muda sebaiknya memutus rantai birokrasi yang panjang dan berbelit-belit seperti layaknya benang kusut (red tape bureaucracy) dan mulai membangun sistem yang mempermudah pelayanan. Oleh karena itu birokrat muda dituntut berpikir terbuka, menguasai teknologi informasi, mampu berinovasi, dan selalu memperhatikan dan menyadari bahwa ASN hadir untuk melayani dan bukan dilayani.

Birokrat muda dengan karakter baik dan mampu berkontribusi positif dalam membangun birokrasi yang melayani. Itulah yang dapat menjadikannya sebagai the true agent of change. Dengan demikianlah para birokrat muda dapat menjawab masyarakat yang banyak menaruh harap bahwa reformasi birokrasi telah benar-benar memberikan manfaat, dan "pelayanan prima" tidak lagi hanya sebagai slogan semata. Semoga!

Jakarta, 10 Januari 2020

(Tulisan ini sudah dimuat di medanbisnisdaily.com tanggal 10 Januari 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun