Oh ya, dosen Magister Studi Pembangunan ITB seluruhnya bergelar Doktor. Mereka lulusan S1 ITB dan melanjutkan pendidikan tinggi di luar negeri seperi Eropa, Amerika, Asia, dan Australia. Mereka sudah malang melintang dalam urusan jurnal di dalam dan luar negeri, penelitian dan menulis buku, dan menjadi tenaga pakar pembangunan dan kebijakan baik lingkup lokal, nasional dan internasional.Â
Dalam praktek mengajarnya, kita dapat merasakan perbedaan school of thought para dosen tersebut. Kadang-kadang perbedaan tersebut terasa begitu mencolok ketika sebuah pendekatan memahami struktur pembangunan yang didalami oleh Dosen A kemudian dikritik oleh Dosen B yang menggunakan pendekatan lain. Namun bagi saya hal-hal seperti itu justru sebagai advantage yang memperkaya cara berpikir mahasiswanya dan sangat berguna jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral.
Kedua, metode pembelajaran. Secara umum perkuliahan di Magister Studi Pembangunan ITB berlangsung dua arah. Artinya yang berbicara di kelas bukan hanya dosen saja. Mahasiswa juga berhak dan harus bisa menyampaikan pandangannya tentang topik yang sedang dibahas. Namun proses ini bukan hal yang semudah yang dibayangkan.Â
Menyampaikan gagasan dan pikiran di depan para pakar tersebut tidak mudah coy. Mereka itu sangat menilai keseriusan dan kerendah-hatian mahasiswanya yang sungguh-sungguh mau belajar.Â
Di situlah mahasiswa harus belajar mengembangkan cara berpikir yang konseptual. Jika konsep kita dianggap lemah atau terlalu pede dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, siap-siap saja "dibongkar habis" oleh si dosen.Â
Namun jika mahasiswa cukup rendah hati mau membuka dan meredefinisi konsepnya yang selama ini dibanggakan, maka dialiktika akan terjadi di dalam kelas-kelas seperti ini. Sekalipun banyak kritikan (baca: hinaan dan ejekan, haha..) yang muncul, namun tidak jarang pula pujian dan respek tanpa ragu diberikan kepada mereka yang dinilai semakin maju dalam memahami dan memberi solusi terhadap isu-isu pembangunan yang sedang dibahas.
Secara keseluruhan jumlah kredit mata kuliah kurang dari 40 SKS. Namun dalam praktiknya, mata kuliah 2 SKS terasa cukup berat. Selain perkuliahan sebagaimana diuraikan di atas, mahasiswa harus siap dengan pekerjaan rumah yang bejibun. Beberapa mata kuliah yang dianggap sebagai "ciri khas" Magister Studi Pembangunan ITB menuntut pendalaman pembelajaran melalui berbagai tugas pekerjaan rumah.Â
Dan tiada minggu tanpa PR. Alhasil, biasanya mahasiswa berinisiatif ngumpul di suatu tempat untuk membahas dan menyelesaikan PR tersebut.Â
Dalam beberapa situasi, untuk menyelesaikan rangkaian PR tersebut mengharuskan diskusi sampai larut malam selama berhari-hari. Bisa dibayangkan banyaknya energi yang harus disiapkan mahasiswa untuk mendapat nilai A atas mata kuliah tersebut.
Dan yang tidak kalah penting, pembahasan mengenai berbagai pendekatan, konsep, teori pembangunan  tidak hanya tinggal di ruang kelas. Mahasiswa harus mampu melihat, merasakan, mengindentifikasi, menganalisis, dan memberi solusi atas berbagai fenomena pembangunan yang dijumpai dalam keseharian.Â
Penelitian lapangan, kunjungan studi, dan diskusi dengan para aktor pembangunan dari berbagai kalangan, adalah bagian yang menyenangkan dari perkuliahan.Â