Tidak mudah menjawabnya, dan memang bukan itu alasan utama saya menulis artikel ini. Saya lebih suka membahas apa dampaknya kalau Rizieq pulang atau tidak. Jadi kita bisa mengambil kesimpulan dan asumsi sendiri tentang mengapa dia tidak jadi pulang.
Publik sudah dari lama menunggu kepulangan Rizieq, tidak hanya pendukungnya saja, tapi juga penentangnya. Semua ingin melihat episode selanjutnya apakah dia akan menghadapi pengadilan? Atau dia akan dikriminalisasi lagi seperti yang dituduhkan para pendukungnya? Atau dia berhasil melawan dengan menggerakkan massa dalam jumlah besar seperti peristiwa 212?
Simpang Siur Berita
Sudah beberapa kali tersebar isu berita tentang niat kepulangan Rizieq. Namun pada kenyataannya tidak ada kejadian nyata. Bagi penentangnya ini diartikan bahwa ulama ini tidak berani menghadapi kenyataan bahwa dia akan diseret ke meja pengadilan. Sementara bagi pendukungnya, ketidakjelasan kapan Rizieq akan pulang dianggap sebagai strategi melawan penguasa yang berniat menangkapnya.
Berita terakhir yang kita dengar adalah panitia penjemputan Rizieq meminta agar Presiden Jokowi ikut menyambut kedatangannya. Ada juga berita bahwa MUI meminta agar pemerintah tidak mengkriminalisasi ulama.
Tentu anda membaca berita bahwa alumni 212 akan menggerakkan massa lagi ke bandara untuk menyambut Rizieq. Tapi pada akhirnya apa yang terjadi? Dia batal pulang dan hanya memberikan statement tentang mengapa dia tidak pulang. Lagi-lagi dia menuding bahwa ada pihak yang berniat untuk melakukan tindakan yang buruk sekiranya dia pulang.
Tidak hanya isu kepulangan Rizieq saja yang meramaikan lini masa di media sosial belakangan ini, tapi juga tentang penghentian Faisal Assegaf untuk segala kegiatannya atas nama Presidium Alumni 212.
Pemecatan ini karena Faisal menyebutkan dalam sebuah sesi diskusi bahawa kelakuan Ahok lebih negarawan dibanding Rizieq yang tidak mau menghadapi tuntutan pengadilan. Sebuah analisis dari internal mereka yang menimbulkan kontroversi tersendiri.
Puncak dari keriuhan tentang pulangnya Habib Rizieq akhirnya terjawab dengan berita bahwa kembali ada pembatalan kepulangan. Ini yang menarik untuk dibahas.
Kondisi di Indonesia
Berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya, kita melihat banyaknya upaya pihak kepolisian dalam menangani tentang ujaran kebencian. Suasana penegakan hukum untuk para pelaku dan penyebar hoaks sudah berbeda dibanding tahun 2017 lalu.
Kita sudah banyak membaca berita bahwa aparat tidak lagi main-main dalam menangani kasus seperti itu. Sudah puluhan orang masuk bui karena terciduk dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat di masa depan.
Tentu pihak dari Rizieq melihat hal ini juga dan memperkirakan bahwa tokoh sebesar dia akan sangat potensial untuk ikut diseret. Dan memang banyak pihak menganggap bahwa Rizieq sengaja ditarik ulur mengenai kepulangannya untuk menciptakan semacam tekanan psikologis bagi para pengikutnya. Bagi sebagian besar orang menganggap polisi tidak becus mengurus penangkapan Rizieq.
Tapi tidak sedikit pula yang meyakini bahwa strategi tarik ulur ini lebih efektif menimbulkan efek jera bagi sebagian besar pengikutnya. Setidaknya nampak dari melempemnya aksi FPI beberapa waktu belakangan ini. Anda bisa saja menolak atau menerima analisis ini.
Kalau kita analisis lebih jauh, ada kebenaran dari strategi tarik ulur ini. Bercermin ke kasus Jonru. Kalau mau sebenarnya pihak kepolisian sudah bisa bertindak sejak dulu ketika dia mulai membuat pernyataan-pernyataan kontroversial.
Tapi sepertinya pihak kepolisian menunggu waktu yang tepat untuk menangkapnya. Dan bisa dikatakan "opera" pengadilan Jonru dianggap sebagai strategi tersendiri dalam melemahkan suara-suara sejenis dari para penggiat medsos lainnya. Kembali lagi anda bisa saja setuju atau tidak dengan asumsi ini.
Kalau Rizieq Jadi Pulang?
Sudah pasti akan dijemput... hehehe. Oleh siapa? Bisa jadi banyak pihak. Selain pendukungnya, tentu aparat dan awak media. Sebuah peristiwa unik di mana banyak persepsi yang bermain. Kriminalisasi ulama, penegakan hukum, itu hanya beberapa contoh isu yang akan muncul. Pihak alumni 212 kembali mengeluarkan statement akan membawa 1 juta untuk menyambut. Walau pada kenyataan banyak pihak yang tidak mempercayai hal ini, tapi tak urung membuat pihak kepolisian mempersiapkan diri.
Kepulangan Rizieq akan dianggap kemenangan oleh para pendukungnya dan tentunya publik juga akan melihat hal ini sebagai bentuk keberanian dia dalam menghadapi situasi yang tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Para pendukungnya sangat berharap dia akan pulang setelah 7 kali menunda menurut beberapa sumber berita. Bagi sebuah gerakan, tindakan pemimpin akan bisa menggerakkan arah dari gerakan itu sendiri.
Tapi sayang seribu sayang, kembali Rizieq menunda kepulangannya. Ini tidak hanya menimbulkan rasa euforia kemenangan bagi penentangnya, tapi juga efek tertentu bagi pendukungnya. Kecewa, mempertanyakan, bingung adalah sebagian dari efeknya. Tapi banyak juga yang masih yakin dan sabar dengan strategi Rizieq yang mengulur waktu.
Apakah ketidakpulangan Rizieq membuat banyak pihak yang kritis menjadi lebih memilih diam dan tidak vokal? Sulit menghitungnya dalam bentuk kualitas. Namun terasa bagi kita sejak Rizieq pergi banyak aksi ormas FPI yang jauh lebih kalem kalau tidak bisa dikatakan diam ditempat. Isu radikalisme pun terpecah ke berbagai tokoh dan bentuk kejadian. Tidak lagi dimonopoli oleh FPI.
Satu hal yang tidak bisa kita pisahkan adalah keputusan pemerintah untuk membubarkan HTI. Terlepas dari berbagai pro dan kontra, tindakan ini menggambarkan langkah tegas untuk membuat suasana kondusif di tanah air. Lalu dibanding dengan Rizieq? Tentu efek HTI tidak kalah jauh, setidaknya menurut persepsi publik.
Proses Terus Berjalan
Dengan tidak jadinya Rizieq pulang maka banyak kondisi baru yang bisa saja mengikutinya. Sebagian pihak mengamini penundaan itu dengan alasan saat ini sedang berjalan proses Pilkada. Sosok Rizieq dikhawatirkan hanya membuat suasana lebih rusuh.
Kejadian pilkada DKI menjadi rujukan untuk hal ini. Walaupun masih ada keinginan untuk meniru kejadian itu, sudah tidak mudah lagi karena salah satu tokoh dari alumni 212 tidak bisa berpartisipasi sepenuhnya. Dan kabar ini juga diikuti dengan isu perpecahan para tokoh 212.
Meniru beberapa tokoh revolusioner dunia, Rizieq bisa saja menganggap bahwa perjuangannya tetap bisa dilakukan dari luar negeri. Hanya saja bisa dikatakan bahwa kondisi Indonesia cukup unik dan spesial. Beberapa upaya di dalam negeri oleh pihak-pihak yang melawan pemerintah untuk menggerakkan isu tertentu yang bertujuan menjelekkan pemerintah masih terus berlangsung dan terus gagal. Kondisi "sudden death" seperti kasus Ahok tidak mudah terjadi berulang kali.
Walau isu agama masih tetap menjadi isu utama untuk menggerakkan opini publik, sayangnya masyarakat masih bisa berpikir logis dan menilai secara objektif. Lihat saja kasus hoaks PKI dan penyerangan ulama yang ternyata tidak bisa membuat keadaan menjadi runyam seperti yang dikehendaki oleh dalangnya. Luar biasanya bahkan masyarakat menolak efek dari kejadian-kejadian seperti ini.
Lihat saja bagaimana partisipasi tokoh dan masyarakat untuk menolak dampak dan agitasi atas penyerangan gereja di Jogjakarta. Bahkan muncul tudingan ke arah Sultan yang dianggap tidak responsif terhadap berbagai tindakan intoleran yang menerpa kota Jogja beberapa tahun ini.
Beberapa kejadian viral seputar masalah sensitif agama juga cepat direspon netizen. Hal ini tentu membuat dampak jelek dari aksi-aksi tersebut bisa diminimalkan bahkan diperbaiki.
Coba lihat kejadian pengusiran biksu di Tangerang, cepat diantisipasi dan diredakan. Besarnya perhatian dan partisipasi netizen tentu membantu pihak aparat dalam menangani kejadian seperti itu.
Disisi lain, publik akan semakin belajar dan terbuka wawasannya. Walaupun kemungkinan masih akan ada kejadian sejenis di masa mendatang, kita bisa berharap dan optimis bahwa proses pendewasaan dan pembelajaran untuk saling menghormati akan terus berlangsung.
Jadi bisa disimpulkan bahwa jika Rizieq pulang sekalipun publik secara mayoritas tidak akan mudah terbujuk dan teragitasi dengan ajakannya. Dan sepertinya pihak Rizieq paham sepenuhnya akan hal itu dan membatalkan kepulangannya. Entahlah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H