Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pelajaran yang Diambil dari Kemenangan Trump

9 November 2016   16:28 Diperbarui: 9 November 2016   19:09 1709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://www.agoracosmopolitan.com

Hebatnya, mungkin disisi lain kita tertawai, publik AS lebih memilih Trump yang dianggap kurang waras dibanding Hillary. Mungkinkah suara Trump adalah manifestasi kekecewaan dan kekesalan publik AS terhadap negaranya sendiri yang dianggap kurang becus? Bisa jadi dan tentu ada alasan-alasan lain. Masih menarik untuk melihat cerita yang lebih lengkap dalam melengkapi kisah kemenangan Trump yang cukup fenomenal ini.

Indonesia Juga Punya
Tapi kita patut berbangga. Indonesia juga punya tokoh-tokoh kontroversial seperti Trump. Tidak hanya satu malah. Ada beberapa malah. Ada dari kalangan birokrat dan politik, kalangan ulama, sampai kalangan artis. Anda sudah bisa menebak sendiri deh. Ngga usah sampai sebut nama ya... bisa dianggap fitnah lagi.. hehehe..

Jadi wajar dong kalau kita berandai-andai, apakah kejadian di AS bisa terjadi juga? Apakah akan muncul tokoh kontroversial seperti Trump di Indonesia. Tokoh yang melawan logika normal dan malah masuk ke alur pemikiran kontroversial? 

Kalau dipikir-pikir, kurang kontroversial apa tokoh-tokoh di Indonesia. Jangankan rasis, lembaga dan simbol negara saja tidak dianggap dan dihormati. Semua ucapan bisa dipelintir sesuka hati. Itu kita saksikan bersama-sama setiap waktu baik melalui media maupun internet. Semua pihak bisa merasa benar sendiri. Mengklaim kebenaran miliknya sendiri. Soal apakah itu sesuai hukum atau tidak  menyakiti yang lain adalah urusan belakangan. 

Tapi, biarpun Indonesia juga punya, ada yang membuat kita selalu bertanya-tanya. Apakah Indonesia sudah cukup dewasa dalam berdemokrasi? 

Setidaknya kejadian demo damai pada tanggal 4 November 2016 sempat memberikan gambaran tersebut walau pada penghujung sempat dirusak oleh letupan kerusuhan yang bisa dikendalikan dan akhirnya tidak terbukti melebar. Terlepas dari dari kesigapan aparat dan kerjasama para demonstran, ternyata kita masih bisa diprovokasi oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab. Syukurlah tidak sampai terjadi kerusuhan yang ditakuti oleh banyak pihak. Namun begitu, sudah tersebar lagi berbagai gosip dan isu tentang demo susulan.

Apakah bangsa  kita saat ini juga mengalami konflik internal yang tidak mudah untuk kita hadapi? Atau hal apa yang membuat pemerintahan Jokowi dianggap kurang mampu menangkap sinyal keresahan dari masyarakat? 

Jika melihat masalah tuduhan penistaan agama oleh Ahok, maka kesan konflik internal itu terkesan masih baru dan sudah dibangun dari masalah-masalah sebelumnya. Jika dicari akar penyebabnya, mungkin faktor lain malah lebih berperan dalam konflik ini. Saya tidak bisa menduga secara pasti, apakah ini berkaitan dengan pilkada DKI tahun depan? Atau masih ekses dari pemilu tahun 2014 lalu? Kalau memang iya, sebegitu parahkah konflik internal publik kita sampai belum bisa move-on  sampai saat ini?

Terlepas dari berbagai dugaan dan pembahasan itu, tentu kita tidak ingin kejadian buruk terjadi di Indonesia. Mungkin kita bisa jadi sudah lebih dewasa karena jauh lebih banyak memelihara dan mentolerir tokoh-tokoh nyeleneh dan kontroversial dari berbagai kalangan. Jadi, kalau AS hanya punya 1 tokoh unik seperti Trump, kita punya lebih banyak. Jadi logikanya kita lebih kacau bukan? Tapi faktanya kita masih aman. Jadi, intinya: bisa saja Indonesia lebih demokrasi... atau democrazy? Mbuh... entah mana yang benar...hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun