Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kekuatan Netizen di Kasus Warteg Serang

12 Juni 2016   01:06 Diperbarui: 12 Juni 2016   03:07 3478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila anda melihat di linimasa FB anda atau teman anda yang berisikan berita kasus warteg tersebut, kebanyakan bisa dilihat bahwa netizen mengecam keras aksi razia tersebut. Banyak yang bahkan menuding kalau razia tersebut berlebihan dengan berbagai alasan. Tapi ada juga yang membela razia tersebut karena sebenarnya aturan itu sudah ada lama. 

Kini suara pro dan kontra menjadi terpecah antara aturan pemda yang sudah berlaku beberapa tahun melawan suara netizen yang muncul setelah melihat aksi razia yang dianggap tidak manusiawi.

Wajar bila aturan daerah ditegakkan dan pelakunya memang dilindungi oleh aturan yang sudah disepakati oleh pemerintah daerah dan pejabat yang berwewenang. Lalu kenapa sekarang meledak? Kenapa setelah sekian lama? Apakah selama ini kasus seperti ini sudah berulang kali terjadi dan akhirnya terekspos ke media sehingga membuat banyak kalangan bereaksi? Saya tidak tahu pasti. Seperti yang saya katakan, selalu ada pro dan kontra. Kita bisa saling beradu argumentasi sampai lama untuk hal-hal seperti ini. 

Tapi ketika kita melihat dengan hati nurani, maka reaksi netizen bisa dipahami. Bukan hanya sekedar latah atau ikut arus, saya melihat gerakan donasi seperti ini memiliki nuansa lain. Ada rasa kebersamaan melawan kesewenang-wenangan. Artinya, mungkin secara aturan memang betul ada peraturan yang melarang dan bisa jadi pedagang sengaja membuat berbagai alasan agar bisa mengelabui. 

Tapi ketika media mengekspos aksi razia, hati nurani tidak bisa dilawan kalau cara Satpol PP terhadap ibu pedagang warteg itu dirasa berlebihan dan menyakitkan hati.

Seorang wanita tua, menangis mempertahankan dagangannya ketika dirazia. Otomatis semua bersimpati dan menganggap bahwa aksi itu tidak manusiawi. Kenapa tidak berani menyentuh restoran cepat saji yang besar tapi tetap buka? Bisa jadi ibu itu membuka untuk orang yang tidak puasa? Masih banyak lagi suara hati yang semakin membuat orang yang menonton aksi razia semakin kesal dan marah. 

Relevan atau tidak suara-suara itu dengan kondisi nyata, persepsi publik sudah terbentuk, Benturan pendapat semakin mengerucut dan siapa tahu efeknya ke daerah lain?

Visual memang tidak bisa terkalahkan. Lalu munculah reaksi yang dituangkan dalam bentuk informasi yang disebar melalui media sosial. Sebaran dan kekuatannya semakin membesar dan meluas. 

Kini aturan menjadi lawan dari nurani. Siapakah yang menjadi korban? Pedagang warteg atau Satpol PP yang hanya menjalankan tugas? 

Kita Sebagai Agen Perubahan

Saya melihat munculnya trend netizen menjadi agen perubahan. Hanya dibutuhkan sebuah gadget/tools teknologi dan keinginan untuk mengubah keadaan yang dirasakan tidak sesuai dengan yang diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun