Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bijak Memahami Game, Sebuah Kritik Bagi Kemendikbud & Orang Tua

26 April 2016   15:51 Diperbarui: 26 April 2016   20:37 1698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam praktiknya, guru bertugas memberikan pendidikan selama di sekolah bukan? Dengan materi dan jadwal yang ketat, cukup aneh rasanya jika anak masih bermain game sewaktu belajar di kelas? Lalu dengan pemahaman itu sebenarnya tugas pengawasan soal penggunaan lebih berat kepada orang tua. Dalam konteks edukasi, guru dapat menggunakan game sebagai alat bantu pembelajaran. Seperti yang saya sebutkan di awal artikel mengenai niat dari pihak Kemendikbud untuk membuat game trivia dengan muatan pelajaran sekolah.

Dalam hal materi anjuran seperti dalam poster, saya melihat pihak Kemendikbud masih perlu bantuan konsultasi dari pakar game yang secara menyeluruh mengerti proses tidak hanya teknis pengembangan, namun terlebih kepada konten game baik psikologis dan juga dampak sosialnya. Jika seorang pakar game diminta bantuannya dalam membuat poster anjuran yang baik, maka isi dari poster itu akan jauh berbeda. Bukan memamerkan 15 game yang dianggap berbahaya dan berisi pesan “menakut-nakuti” dari riset yang tidak jelas asal usulnya, sampai melibatkan anak cucu segala... hehehehe, tapi lebih menonjolkan mengenai  informasi praktis mengenai rating game serta poin-poin rekomendasi yang saya bahas diatas.

Dengan kata lain, kalau para pemain (user game) dan orang tua sudah paham mengenal rating game, maka akan banyak judul game yang secara otomatis mereka filter sendiri karena sudah tahu isinya tidak sesuai, bukan hanya terpatok ke 15 judul yang ditampilkan saja.

Namun demikian, bagi saya pribadi sebagai pengamat sekaligus gamer, poster itu terkesan lucu. Seakan-akan kita sebagai orang dewasa bisa menakuti anak-anak dan mempersepsikan mereka bisa dibuat takut serta dianggap tidak tahu bahwa game itu adalah fantasi dan bukan realita. Atau sebenarnya kita – sebagai orang tua yang terbiasa khawatir – yang belum bisa memahami dan memisahkan antara dunia nyata dan fantasi didalam game?

Note: Artikel ini juga diposting di blog pribadi penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun