Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Lebih Dekat dengan Terorisme: Peran Teknologi di Dalamnya

10 April 2016   18:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:24 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semoga anda tidak lupa bagaimana beberapa orang dari Indonesia ingin mendaftar dan ikut berperang ke kawasan timur tengah.  Itu adalah gambaran betapa program cuci otak dan progranda mereka bisa berhasil, terlepas jika anda bingung bagaimana mungkin bisa terjadi.

Yang menarik untuk dibahas: Bagaimana peran dari pemuka agama dalam menyikapi serta bertindak mengantisipasi hal ini? Apakah diikutsertakan secara aktif atau negara hanya bertindak sendiri? Dari masyarakat sendiri, bagaimana sistem pemantauan selama ini diberlakukan?

Pengumpulan Dana: Mudahnya membuat website, fanpage dan data anonim membuat pengumpulan dana semakin mudah. Transfer uang yang tidak terlacak semakin sulit dengan adanya mata uang digital seperti Bitcoin. Jangan salah sangka, Bitcoin tidak ditujukan untuk tujuan itu, namun pihak teroris memanfaatkan teknologi seperti Bitcoin dan yang lain untuk memudahkan transfer dana yang aman dari berbagai belahan dunia. Pengumpulan awal dilakukan oleh simpatisan yang tidak berhubungan langsung, yang kemudian mengubah dana yang diterima menjadi uang digital. Selanjutnya? Tidak terlacak lagi.

Model perusahaan palsu (shell company) seperti yang terbongkar dari dokumen Panama Papers hanyalah sekelumit dari jaringan kejahatan teroris internasional. Tidak semua jaringan teroris bisa menggunakan layanan seperti itu. Sebagian besar masih menggunakan pola yang lebih sederhana.

Yang patut dikaji: Bagaimana teroris di Indonesia mengumpulkan dana. Apakah hanya melalui dana sumbangan dari simpatisan, atau dari kegiatan lain seperti tindakan kriminal? Sudahkah negara melakukan penelitian terkait kemungkinan hubungan aktivitas seperti itu?

Komunikasi Yang Aman: Jika kabar terbaru mengatakan WA sudah dilengkapi enkripsi, maka anda pasti berpikir bahwa komunikasi anda selama ini belum aman? Hehehe.. sebenarnya memang iya, dan para teroris paham dengan hal itu. Beberapa alternatif lain yang mereka gunakan bisa seperti Telegram yang sudah sejak awal ditujukan untuk komunikasi mobile yang aman. Penggunaan aplikasi dengan enkripsi seperti Telegram juga sebenarnya masih terbuka dengan kelemahan, tapi untuk menerobosnya dibutuhkan upaya yang cukup rumit bagi kebanyakan orang biasa.

Kalau anda mengira bahwa negara melalui perusahaan telekomunikasi bisa menangkap komunikasi rahasia seperti ini, sayangnya tidak semua mampu. Tools yang menyediakan komunikasi yang aman via internet malah sudah tersedia banyak bahkan diantaranya gratis. Hanya sebagai contoh kasus, penggunaan VPN sebagai pengaman komunikasi sangat populer di Indonesia. Bahkan ditengarai netizen di Indonesia adalah salah satu pengguna VPN terbesar di dunia. Hanya saja kebanyakan untuk mengakses situs yang diblokir pemerintah. Hehehe...

Yang patut dikaji: Bagaimana peran penyelenggara telekomunikasi saat ini terkait dengan isu terorisme dan penggunaan layanan mereka sebagai media komunikasi? Apakah pemerintah sudah mengantisipasinya dalam UU Anti teroris?

Pengumpulan Data – Data Mining: Jangan mengira bahwa hanya institusi sekelas industri saja yang bisa melakukan aktivitas data mining dengan mesin komputer canggih mereka. Kini tersedia layanan profesional dengan memberikan jasa pengumpulan data tertentu – ya untuk klasifikasi rahasia juga – sehingga memudahkan jaringan teroris mendapatkan akses sahih tentang satu tokoh/lokasi/dll.

Sebenarnya disinilah concern utama saya. Jika kita menyadari potensi pengumpulan data oleh teroris, maka sebaliknya negara bisa melakukan hal yang sama. Ingat dengan artikel saya mengenai digital footprint? Hal yang sejenis bisa dilakukan kepada teroris dan simpatisannya. Bahkan bisa untuk mendeteksi gerakan mereka dengan analisa tertentu. Sayangnya, negara kita masih berpikir reaktif daripada proaktif. Tunggu ada kejadian dulu baru sibuk menangani dan mencari solusi. Padahal dengan teknologi bigdata/data mining serta analisa tertentu bisa membantu penegak hukum bereaksi selangkah lebih cepat. Bahkan pada tahap tertentu bisa memprediksi jauh sebelum terjadi kerusuhan sosial. Sangat layak untuk dicoba penerapannya.

Sudah sampaikah kita pada tahap ini? Sebenarnya sudah. Saya sendiri mengenal beberapa jaringan nasionalis bawah tanah yang memang mahir dibidang seperti ini. Namun seperti yang saya singgung di artikel saya tentang bela negara dengan gaya mi instan, sepertinya kiprah mereka tidak pernah dihiraukan lebih jauh. Kalaupun ada keinginan untuk membangun cyber army, sepertinya hanya membuat sekelompok  pasukan taktis pengaman saja tanpa ada pasukan intelijen. Padahal dalam berbagai strategi perang, kemampuan intelijenlah yang menentukan kalah menangnya sebuah negara, bahkan ketika negara itu belum berperang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun