Walau internet bukan teknologi yang baru muncul, namun penggunaannya semakin disukai karena dampaknya lebih luas dan mampu menarik perhatian banyak orang. Sekedar untuk menggambarkan pertumbuhannya, silahkan lihat data berikut ini yang diambil dari materi Prof. Gabriel Weimann, seorang pakar ilmu sosial yang membahas tentang perkembangan terorisme global:
- Tahun 1992: ditemukan 12 situs web yang mengandung materi teroris
- Tahun 2003: ditemukan 2,650 situs web yang mengandung materi teroris
- September 2015: sekitar 9,800 situs web mengandung materi teroris
Jika angka itu sudah membuat kita khawatir, anda belum memperhitungkan kenaikan yang terjadi di Deep Web dan Dark Web, bagian dari internet yang tidak terbuka aksesnya bagi umum. Walau tidak detail, tapi informasi dari Wikipedia itu setidaknya sudah bisa menggambarkan beberapa pola dan gaya dari terorisme modern.
Kenapa internet menjadi pilihan yang populer? Beberapa poin bisa dilihat seperti:
- Akses sederhana (hanya dengan akses internet publik yang gratis atau sebuah HP)
- Tidak ada pengendalian yang ketat
- Bersifat anonim
- Interaktif
- Biaya Murah
- Sasaran target lebih luas
Mari mengenal lebih lanjut dari kemungkinan penggunaan yang dilakukan selama ini. Beberapa diantaranya sudah muncul di Indonesia. Sebagian sudah dikenali oleh publik dan sebagian lagi masih tersembunyi. Jadi, dengan mengetahui kemungkinan penggunaan dan contohnya, anda bisa lebih “sigap”:
Propaganda: Media sosial seperti Twitter dan Facebook adalah sarana yang paling praktis untuk tujuan ini. Selain itu, media online seperti Youtube misalnya juga menjadi pilihan terbaik untuk menyebarkan aksinya dengan video. Ingat video aksi pemancungan kepala oleh ISIS? Itu adalah salah satu contoh langsung dari penggunaan internet untuk tujuan propaganda.
Propaganda lewat internet menjadi efektif karena tidak hanya menjangkau audiens yang lebih luas sampai skala global, tapi juga bisa mengkhususkan diri kepada target tertentu seperti minoritas tertentu, simpatisan dengan latar belakang tertentu, dsb. Khususnya generasi muda yang masih labil menjadi sasaran utama saat ini. Tema ketidakadilan, perbedaan kaya miskin, agama, diktator dan pengekangan politik menjadi menarik dengan proganda daei mereka terhadap anak muda kita. Khusus di Indonesia, tema agama adalah pilihan terpopuler.
Yang patut kita renungkan: bagaimana kita dan lingkungan kita merespon propaganda via media internet lainnya terhadap anak muda negeri ini? Kalau kita kurang mengenali gaya dan pola teroris lalu bagaimana kita secara siap mengatasinya sejak awal? Siapa saja yang bisa ikut menanggulangi masalah ini?
Perang Psikologis: Dampak lanjutan dari munculnya video atau gambar aksi teroris adalah perang psikologis. Tidak hanya ditujukan kepada media dan pemerintah, namun juga kepada publik sebagai sasaran akhir dan sebagai bukti eksistensi pihak teroris. Kita bisa melihat kasus gambar dan video pendukung ISIS di Indonesia misalnya. Beberapa gambar dan video palsu diikutsertakan agar kesan mengerikan semakin tertanam. Dan memang tampaknya banyak pihak yang tidak melakukan re-check serta percaya, malah ikut membagikan materi tersebut ke masyarakat luas.
Nampaknya sepele, tapi penanaman ketakutan secara terencana dan terjadwal menjadi salah satu pola teroris dalam jangka panjang. Ingat, mereka bukan mengarah kepada korban saja, tapi kepada publik sebagai penonton panggung yang lebih besar. Dengan adanya beberapa serangan, ditargetkan agar publik semakin tidak merasa aman dan protes kepada pemerintah. Dengan kata lain, tujuan dari terorisme juga ingin menggoyang kekuasaan yang sah dari sebuah negara dengan membangkitkan perpecahan didalam rakyatnya dan mengguncang legitimasi pemerintahan. Belajarlah ke kasus Timur Tengah.
Yang menarik untuk dipertanyakan: Bagaimana perang psikologis ini diterapkan di Indonesia? Melalui ajaran yang radikal atau malah oleh ormas tertentu? Apakah mereka memang murni gerakan masyarakat atau malah menjadi antek perantara? Jika tidak, lalu kenapa negara terkesan membiarkan? Siapa yang berperan menangani masalah seperti itu?
Mobilisasi dan Perekrutan: Tidak ada cara yang lebih praktis dari memamerkan aksi brutal untuk unjuk gigi kepada publik lewat internet. Kerahasiaan pengirim tetap terjaga (anonim) dan dapat dilakukan dengan cepat serta interaktif. Kasus perekrutan simpatisan ISIS bisa menjadi contoh yang tepat untuk ini. Kasus video ISIS untuk merekrut relawan Indonesia juga bisa dilihat sebagai aksi lokal pendukung ISIS.