Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Bingung

27 Februari 2016   11:46 Diperbarui: 27 Februari 2016   13:44 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini  menjadi lebih menarik bila melihat reaksi netizen mengenai kasus pembongkaran monumen Jayandaru tersebut dan pembongkaran sejenisnya. Juga bisa disamakan dengan berbagai kejadian sosial di masyarakat.Secara kuantitatif jumlah respon dengan kasus ini cukup banyak. Dan seperti yang anda ketahui, netizen Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah yang besar yang aktif di media sosial. Apakah ini bisa mewakili bahwa publik kita sudah peduli?

Sayangnya tidak. Netizen sebagai salah satu bagian dari publik memang bereaksi dan merespon. Tapi dengan cara yang berbeda, artinya kualitasnya berbeda dengan kuantitasnya.

Kini gaya reaktif instan dan caci maki plus nyinyir menjadi mode populer yang bisa anda buktikan di timeline FB anda misalnya. Atau membaca komentar pengunjung di berbagai situs berita sudah bisa menampilkan kecenderungan tersebut. Apakah anda pernah membaca komentar dan kritikan yang mengena dengan topik tanpa melebar kesana-kemari? Atau seringkah anda membaca komentar yang netral tanpa mengumbar kebencian? Yang paling parah lagi, seberapa banyak anda membaca komentar yang nyeleneh dan terkesan absurd serta sama sekali nggak nyambung? Yang bagus ada, tapi dikit. Lebih banyak yang nyampah. Dan itukah gambaran reaksi anak muda saat ini?

Mungkinkah kita semakin permisif dengan tindakan pembiaran seperti itu? Jika tidak menampar muka kita sendiri maka kita lebih suka mengklik like, menshare dengan komen macam-macam tanpa memeriksa kebenarannya, mengetik komen caci maki, menyalahkan si anu?

Wow.. mungkin kita semakin terbiasa hari demi hari. Bila mengingat 10-15 tahun lalu, kita belum melihat perkembangan menarik soal terorisme. Paling hanya kelompok itu-itu saja dan senjatanya pasti bom. Antara 5-10 tahun lalu kita lebih sibuk dengan perilaku politik yang hingar bingar sampai lupa melihat tumbuhnya pergeseran nilai di masyarakat yang suka atau tidak suka semakin mengkhawatirkan.

Kejadian bom di Sarinah bukanlah muncul tiba-tiba. Itu adalah hasil dari proses panjang pergeseran nilai di tengah masyarakat yang mungkin kita abaikan dari dulu.

Tapi seperti yang saya sebutkan tadi, selama tidak menampar muka kita langsung kita cenderung mengabaikan. Sudahlah ada yang akan mengurusnya nanti, mungkin itu yang terlintas didalam benak kita. Sayangnya hal tersebut sepertinya berlaku kolektif. Walaupun ada bagian masyarakat yang menolak untuk diam dan melakukan pergerakan, biasanya suaranya cenderung tertutup oleh riuhnya reaksi instan dan caci maki yang tidak ada juntrungnya tadi. Sebuah kebiasaan bangsa kita yang semakin berkembang dan menemukan tempatnya di dalam jati diri kita saat ini.

Rebus Kodok Perlahan

Saya mengemukakan analogi yang terjadi saat ini ketika salah satu teman muda menanyakan kepada saya apa contoh yang bisa kita analogikan dengan kondisi masyarakat kita. Saya sebutkan analogi merebus kodok di dalam baskom.

Jika anda meletakkan kodok di baskom berisi air mendidih, kontan kodok akan  meloncat dan hewan tidak beruntung itu kemungkinan tidak akan mati. Tapi bila kita memasukkan kodok kedalam baskom dengan air bersuhu ruangan, lalu memanaskan baskom dengan perlahan, tidak lama kodok pun akan tidak berdaya karena air panas sekali dan akhirnya mati. Saya kira analogi yang cocok dengan kondisi masyarakat kita saat ini. Ketika ideologi dan kebiasaan serta pemahaman asing pelan-pelan dimasukkan kedalam kehidupan kita sehari-hari tanpa sadar.

Kejadian trend LGBT, gerakan radikal, aksi terorisme terselubung via lingkungan publik hanyalah beberapa kejadian yang bisa menggambarkan bagian dari efek pembiaran selama ini. Kita, termasuk negara, lebih sibuk dengan berbagai hal lain seperti isu populer politik, hiburan, cekcok selebriti, dsb. Semakin sedikit orang yang mau melihat arah dari berbagai masalah saat ini. Kita tidak banyak melihat pemimpin yang bisa jadi panutan. Beberapa contoh seperti Pak Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, Risma, serta beberapa rising star lainnya lebih banyak jadi sasaran tembak caci maki dan tudingan. Belum lagi sekarang mulai diadu domba terkait berbagai isu. Kualitas politik kita bukan semakin membaik, tapi terkesan semakin menjijikkan.

Banyak pihak yang bersembunyi dibalik alasan ikut mengawal, mengkritisi, menjaga kelangsungan, dan berbagai alasan dibuat-buat lainnya. Tapi sebenarnya hanya melampiaskan nafsu iri dan dengki, tidak ikhlas menerima, mau dapat bagian, dan banyak lagi bentuk kemunafikan terselubung. Tontonan ini sudah banyak kita lihat disekitar kita. Dari mulai trend SEMUA SALAH JOKOWI, PENCITRAAN AHOK, RIDWAN KAMIL VS RISMA. Saya kira anda sendiri pasti sudah punya contoh didalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun